SKEA : Angkasa & Lautan

 SKEA

(Angkasa & Lautan)

Karya : Ahmad Tetsuya (Novry Ardiyan)



Di sebuah pulau di sebelah selatan benua Pandora. Terdapat pulau tropis yang sering dijadikan oleh orang-orang tempat destinasi wisata musim panas, pulau itu adalah pulau Marsh. Orang-orang berwisata kesana mencari suasana yang damai, angin laut yang menyejukkan dan deburan suara ombak memecah kebisingan hari. Seekor burung camar terbang tinggi di atas kota, mengamati kota yang sedang ramai oleh wisatawan sedang berjemur dan bermain di pantai. Si burung camar terbang dan hinggap di sebuah pohon di pekarangan sebuah kuil yang ada di bukit dikawasan kastil kerajaan Mermaid, dan si burung melihat seorang perempuan sedang memandang ke arah kota dengan wajah sedihnya, merasa terkurung dan tak berdaya.

“Sirenia Luna! Apa kamu tidak mendengarkan pembelajaran?” kata seorang perempuan berusia kepala empat, memandangi gadis yang sedang melihat ke arah kota dengan mata biru sebiru lautan.

          Si gadis menoleh ke arah perempuan itu dan berkata, “Maaf bu Runa. Saya, hanya sedang tidak fokus”. Suara gadis yang dipanggil Sirenia Luna itu terdengar begitu lesu dan ada kesedihan didalam nada bicaranya. Runa mungkin tahu apa yang menjadi keluh-kesah gadis itu sekarang, namun ia mencoba untuk tidak memperhatikan hal itu.

“Luna, pembelajaran ini sangat penting untukmu, karena kamu adalah gadis suci selanjutnya dari Kerajaan Mermaid. Jadi saya harap kamu paham posisimu saat ini”.

          Kalimat yang tegas dan langsung ke poin. Yang dibicarakan Runa benar. Sirenia Luna adalah seorang gadis suci dari bangsa Mermaid yang akan menjadi penguasa di kerajaan Mermaid. Ia sedang dipersiapkan menjadi pemimpin dengan belajar semua hal yang diperlukannya untuk memimpin dan menaikkan nama bangsa Mermaid. Tapi apakah Luna menginginkan hal itu? Jawabannya adalah, tidak. Ia tidak menginginkan menjadi pemimpin dimasa depan nanti karena ia tau sebesar apa tanggung jawab yang akan ia terima jika menjadi seorang pemimpin.

          Luna kembali mencoba menyimak ulang pembelajaran yang diberikan oleh Runa. Bu Runa menjelaskan kembali sejarah dari beberapa gadis suci yang telah berhasil memimpin kerajaan Mermaid dengan baik sehingga bisa menjadi seperti sekarang. Namun ia menyinggung seorang gadis suci yang membuang semua hal yang dia miliki, mulai dari status, gelar dan kekuasaannya hanya demi bersama seorang laki-laki dari bangsa manusia dan mengingkari janji sakral.

          Sebagai seorang dari bangsa Mermaid, terdapat sebuah perjanjian yang tidak boleh dilanggar oleh bangsa Mermaid, ataupun manusia. Yaitu “Manusia dan Mermaid tidak boleh saling mencintai”. Perjanjian ini ada karena pada beribu-ribu tahun yang lalu, terjadi peperangan antara manusia dan mermaid dikarenakan masalah cinta. Dan sebab karena itu, dibuat perjanjian ini untuk mendamaikan kedua belah pihak. Runa menjelaskan kalau konsekuensi dari melanggar janji ini adalah “Nasib sial akan menimpa pihak yang melanggar janji dan mereka akan kehilangan tempat asalnya”.

“Kehilangan tempat asalnya? Apa maksudnya itu, bu Runa?”

“Saya juga kurang paham, maksud dari konsekuensi apa yang dimaksud. Tetapi, apapun itu kita tidak boleh melanggar perjanjian itu, apa kamu paham Luna?”

          Luna hanya menganggukan kepalanya, walau ada kejanggalan dalam penjelasan Runa mengenai perjanjian sakral dan gadis suci yang telah melanggar perjanjian tersebut. Jika ada Mermaid yang melanggar perjanjian ini, bagaimana dengan konsekuensi yang telah disebutkan? Apakah bangsa Mermaid telah kehilangan tempat asal mereka dan menerima hukumannya? Pertanyaan itu terus terngiang di kepala Luna, hingga membuat ia menjadi kepikiran dan sama sekali tidak menghiraukan pelajaran dari Runa lagi. Sekarang ia kembali hanyut dalam pikirannya untuk bisa pergi berjalan-jalan di kota, bermain dan bersenang-senang layaknya perempuan semurannya. Tanpa ia sadar, saat ia melihat burung camar yang bertengger di salah satu dahan pada pohon di perkarangan kuil, setetes air mata jatuh ke pipinya. Menandakan keirian hatinya pada burung camar yang bisa terbang bebas kemana ia suka.

          Selesai pulang dari belajar di kuil bersama bu Runa, Luna kembali ke kamarnya, dikastil kerajaan Mermaid. Direbahkannya dirinya di kasur sambil memeluk boneka ikan hiu kesayangnnya. Di dalam ruangan itu hanya terdengar suara dentingan jarum jam, memenuhi kekosongan harinya. Luna tidak tinggal bersama orang tuanya. Malahan orang tuanya yang menjualnya pada pihak kerajaan karena sebuah lambang bulan yang ada ditubuhnya pada saat ia lahir. Dan sejak itu ia selalu sendirian dikastil yang luas ini. keluarga kerajaan tidak ingin berinteraksi dengannya begitu juga dengan para maid di kastil. Dia benar-benar sendirian dalam dunia bak kurungan yang mengekang kebebasannya.

          Tetapi, hatinya kini telah mantap. ia telah mempersiapkan rencana untuk melarikan diri dari kastil. Pada malam hari, para penjaga terkadang sedikit lengah pada saat selesai makan malam. Dengan sigap, Luna memanfaatkan kesempatan itu untuk melarikan diri melalui rute yang telah ia buat sebulan sebelumnya. Dan akhirnya dengan perjuangan selama sebulan penuh, Luna berhasil keluar dari kastil kerajaan. Dadanya penuh sesak dengan semua emosi yang ia pendam selama ini. Hatinya penuh dengan kegembiraan, semangat, dan keingintahuan. Dirinya dipenuhi dengan adrenalin, sehingga ia mampu berlari cukup jauh dari kastil sebelum para maid dan penjaga menyadari kalau ia telah kabur.

          Beberapa jam kemudian, istana kerajaan mulai sibuk mencari si gadis suci yang telah kabur. Para penjaga dan maid beramai-ramai datang ke kuil mencari keberadaan Runa. “Bu Runa, si gadis suci menghilang! Kemungkinan ia kabur ke kota” kata salah satu penjaga dengan panik. Tetapi wajah Runa terlihat begitu santai seakan telah mengetahui niat dari Luna untuk kabur.

“Tidak perlu khawatir penjaga. Gadis itu tidak mempunyai apapun, ia tidak mempunyai uang sepeserpun. Jadi, ia akan kembali pulang jika ia sudah mulai lapar. Tolong beritahu yang lain”.

“Tapi bu...”

“Jika ia tidak pulang karena itu, orang lain akan mengabari kita dimana ia berada. Cukup pasang poster dan hadiah yang lumayan besar, maka rakyat jelata itu akan berlomba-lomba mencarinya. Apa kau mengerti?”

“Siap bu!” dan si penjaga mengabari penjaga dan para maid yang berada di luar kuil kalau hal ini tidak perlu dibesar-besarkan. Cukup hanya dengan menempelkan poster maka semua masalah akan selesai.

          Apakah semudah itu? Runa mungkin terlalu menyepelekan kehendak bebas dari seorang gadis muda itu. Runa berjalan menuju jendela, ditatapnya bulan purnama yang menerangi langit malam saat itu, “Semoga perjalanan kecilmu memberikan pelajaran untukmu, wahai bulan”. Suara lembut dari perempuan 40 tahun itu menggema di dalam kuil, mendoakan Luna dalam perjalanannya mencari sesuatu yang mungkin berharga untuk dirinya.

          Disisi lain, Luna kini telah sampai di kota. Cahaya lentera menyinari kota dengan cahaya kuningnya. Orang-orang berjalan beramai-ramai di kota ini, mereka menikmati hidangan yang enak pada malam yang cukup dingin. Ada pula pasangan yang sedang bermesraan di bawah pohon di taman kota. Gelak tawa seorang anak kecil yang bahagia mendapatkan hadiah dari orang tuanya. Semua hal itu adalah pengalaman pertama yang dirasakan oleh Luna. Senyumnya terpancar di tengah keramaian, menikmati hatinya yang  dipenuhi oleh kebahagian karena keinginannya untuk merasakan berjalan di kota seperti layaknya orang biasa telah terwujud.

          Luna berjalan menyusuri seluruh pelosok kota di temani dengan cahaya rembulan yang menyaksikan perjalanannya dengan tersenyum manis padanya. Pertama, Luna menyusuri jalan yang ramai dengan para wisatawan. Banyak juga bangsawan  yang berjajan ria menikmati berbagai makanan yang ada disana. Harum nikmat bau makanan menguasai jalanan itu. Dan terkadang membuat perut Luna sedikit berbunyi karena ia belum sempat untuk makan malam. Tetapi ia tidak menghiraukan hal itu dan kembali menyusuri jalanan di kota. Lalu setelah selesai menjelajahi kawasanan kuliner, Luna berjalan di kawasan penginapan para wisatawan. Terlihat megah bangunan tempat wisatawan tinggal, dan sudah dipastikan kalau yang tinggal disana adalah orang-orang yang memiliki rezeki berlimpah ruah seperti para bangsawan, prajurit terkenal, pemilik perusahaan terkenal atau pegiat seni yang telah terkenal oleh orang banyak. Mereka keluar dari penginapan dengan pakaian mewah, kereta kuda yang megah, dan jika ia laki-laki maka setidaknya akan ada dua atau tiga perempuan yang bersamanya, dan begitu juga dengan yang berwisata adalah perempuan, maka setidaknya akan ada 4 atau 5 laki-laki yang merangkul, memanjakan, dan melayaninya.

          Luna hanya menatap hal itu dengan perasaan yang campur aduk. Pikirannya ingin menyalahkan perilaku yang seperti itu, tetapi hatinya malah membenarkannya. Pikiran dan hati Luna bertengkar satu sama lain tetapi tubuhnya memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya. Sekarang Luna berjalan cukup jauh dari pusat kota. Suasana di pinggir kota ini begitu berbeda dari sebelumnya. Udaranya sepi, dan cahaya dari lentera tidak terang benderang hanya ada terperangkap di dalam rumah petak kecil.

          Luna kini berjalan di tepi pantai, menyusuri jalan di pinggiran kota ditemani dengan suara deburan ombak yang menemani malamnya. Perut yang lapar, dan kaki yang sudah mulai kelelahan membuat Luna terpaksa berhenti sejenak di bangku yang ada di pinggir pantai. Hatinya kini campur aduk karena semakin banyak hal yang ia ketahui, semakin banyak kepahitan yang ia tahu. Mimpinya untuk bisa berjalan-jalan dan bersenang saat berada di kota, ternyata tidak seindah yang ia bayangkan. Disepanjang perjalanannya, Luna menyaksikan beberapa orang yang terus mengais dari sisa-sisa orang lain. Hatinya hancur saat melihat seorang anak kecil yang diusir saat sedang tidur di depan salah satu toko di pusat kota. Luna tidak bisa melakukan apapun melainkan hanya bisa menonton semua hal itu.

          Di dalam hatinya, ia mempertanyakan apakah keputusannya ini adalah hal yang benar? Disaat Luna memikirkan apa yang selanjutnya ia lakukan, seorang laki-laki jalan sempoyongan dengan sebotol minuman keras di tangannya. Luna mencoba untuk tidak menarik perhatian pemabuk itu, jadi ia mencoba untuk menutupi wajahnya dengan rambut putih miliknya. Namun si pemabuk terpesona dengan kecantikan Luna yang walau hanya sekilas terlihat oleh matanya.

“Gadis, mau menemaniku untuk satu malam?”

          Luna kaget dan panik, bau nafas dari minuman keras yang diminum si pemabuk juga membuat Luna tidak nyaman, “Maaf, tapi saya harus buru-buru pulang!” Luna bangun dari bangku dan hendak lari dari si pemabuk. Namun reaksi laki-laki itu lebih cepat dari Luna. Ia memegang pergelangan tangan luna dan kembali menariknya ke bangku sebelumnya. Si pemabuk menodongkan tubuhnya pada Luna dan wajahnya pun berada di dekat Luna yang membuat nafas naga si pemabuk begitu kuat dan membuat Luna hampir muntah.

“HUHH!! BERANI-BERANINYA KAU MAU LARI!!! Kau tau siapa aku? Aku orang yang memegang pasa...”

          Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, si pemabuk itu jatuh pingsan saat seorang laki-laki memukulkan botol miras si pemabuk ke kepalanya, “Kamu tidak apa-apa?” katanya.

          Seorang pria berambut hitam dan matanya yang segelap angkasa lepas, menatap Luna yang masih tidak bisa bergerak karena ketakutan dengan apa yang barusan terjadi padanya. Pria itu masih menatap Luna dengan wajah yang datar, menunggu jawaban dari Luna. Perlahan tapi pasti ketakutan Luna mulai menghilang dan ia bisa kembali tenang.

“Terima kasih...”

*****

          Astra, nama laki-laki yang sedang mengantarkan makan ke salah satu gelandangan yang menetap di dekat jalan utama di pinggir pantai. “Terima kasih ya, nak Astra” jawab seorang kakek yang baru saja menerima makanan hangat dari Astra. Astra melihat kakek itu tersenyum hangat menyantap makanan hangat itu.

“Sama-sama kek”. Jawab astra sebelum meninggalkan kakek itu mengisi perut kosongnya di malam yang dingin ini. walau tidak memiliki hubungan saudara atau keluarga, Astra senang bisa membantu sesama.

Bulan purnama yang menyaksikan kebaikan Astra tersenyum lebar dan membalasnya dengan menyinari langkahnya menuju kembali kerumah. Astra dengan sengaja mengambil rute yang berbeda, ia dengan sengaja berjalan menyusuri jalan di dekat pantai hanya untuk menikmati deburan pecahnya ombak. Namun ketenangannya terganggu karena melihat seorang pemabuk sedang menggoda dan mengganggu perempuan di salah satu bangku di dekat pantai. Astra dengan santai berjalan ke arah pemabuk itu dan mengambil botol minuman keras milik si pemabuk yang tergeletak di jalan, kemudian ia memukulkan botol itu ke kepala si pemabuk tanpa ragu sama sekali hingga si pemabuk jatuh pingsan dan tidak sadarkan diri.

“kamu tidak apa-apa?”

          Astra menyadari kalau perempuan yang ia tolong ini bukanlah orang biasa. Perempuan itu berparas sangat cantik, rambut putih yang panjang dan bersinar memantulkan cahaya rembulan. Pakaian yang ia kenakan juga nampak mahal, apakah ia salah satu wisatawan yang tersesat? Astra hanya bisa menduga-duga kebenarannya sekarang.

“Terima kasih...” jawab perempuan itu dengan suara yang lembut.

“Sama-sama. Lebih baik kita pindah ke tempat yang lain, sebelum pemabuk ini bangun lagi”.

          Mendengar hal itu, Luna menganggukkan kepalanya dan pergi mengikuti langkah kaki Astra dan pindah ketempat yang lebih aman. Sesampainya di bangku dekat pantai yang lumayan jauh dari tempat sebelumnya, Astra bertanya pada Luna tentang masalah yang ia hadapi sekarang.

“Jadi... apa kau tersesat...?”

“Luna, nama ku Sineria Luna, panggil saja Luna. Dan kamu?”

“Nama ku Astra. Jadi apa yang sebenarnya kamu lakukan di pinggiran kota seperti ini Luna?”

“Aku... Aku sedang kabur dari rumah”.

          Luna menceritakan pelariannya namun dengan sedikit memodifikasi ceritanya. Ia sengaja untuk tidak memberitahukan kalau ia adalah seorang gadis suci. Dikarenakan ada kemungkinan kalau pihak kerajaan akan mencarinya dengan menyebarkan poster. Walau begitu Luna tidak ingin membohongi Astra terlalu jauh, karena jika ia melakukan hal itu maka ia akan merasa bersalah.

          Astra mendengar semua cerita dari Luna, dan menyimpulkan kalau Luna adalah anak orang kaya yang hidup bersama keluarga tiri yang tidak menyayanginya, sehingga ia memutuskan untuk kabur dari rumah. Namun pada saat berbincang perut Luna berbunyi, sudah tidak tahan lagi kosong dan meminta untuk segera diisi.

“Maaf Astra, aku sungguh tidak sopan”.

          Astra berdiri dari bangku dan mengulurkan tangannya pada Luna sambil tersenyum hangat padanya, “Kau bisa ikut makan malam bersama keluarga ku, kalau kau mau Luna”.

“Apakah itu tidak masalah Astra?” kata Luna yang masih ragu dan takut mengganggu keluarga Astra dimalam hari seperti ini.

          Namun layaknya hal yang biasa Astra lakukan, ia tidak masalah dengan membantu sesama. Dan setelah itu Astra menuntun Luna kerumahnya dengan menggenggam tangan Luna dimalam yang dingin itu. Tak perlu waktu lama, Astra dan Luna sampai di sebuah warung makan dan diatas pintu masuk terdapat tulisan “Warung Makan Angkasa”.

          Astra membuka pintu depan, dan terlihat warung pada bagian depan sedang kosong karena warung ini hanya buka pada siang dan sore hari. Astra mengajak Luna untuk masuk dan bertemu dengan keluarganya, tetapi masih terlihat keraguan pada mata Luna. Astra mengerti hal itu, jadi ia menggemgam tangan Luna dan membuat degup jantungnya Luna kian berdetak makin kencang.

“Semuanya aku sudah pulang” kalimat sederhana itu membuat seisi keluarga Astra yang terdiri dari ayah, ibu, adik perempuannya Jupi terdiam melihat sosok perempuan cantik yang dibawa oleh Astra.

“Bang Astra bawa pacar!” teriak Della, adik perempuan Astra yang kecil yang baru berusia 6 tahun. Ia berlari ke arah Astra dan memeluk abangnya itu.

          Pipi dan telinga Luna memerah karena keluarga Astra menganggap ia adalah pacarnya Astra. Namun dengan cepat Astra menjelaskan situasi Luna pada seluruh keluarganya.

“Oh begitu, tidak apa-apa nak Luna. Ayo gabung kesini, mari kita makan malam bersama” kata ibu Astra dengan lembut menyambut tamu cantiknya.

“Baik buk”

“Maaf ya nak Luna, makanannya Cuma ada ini”

“Tidak apa-apa buk, dan maaf saya jadi merepotkan” kata Luna, yang sebenarnya masih segan kepada keluarga yang baru saja ia temui ini.

          Sebelum makan bersama dimulai, ayahnya astra menyuruh Astra untuk membawa nenek mereka turun dan makan bersama. Beberapa menit berlalu, kini seorang nenek datang ke arah meja makan. Nampak rambut putih yang masih sehat dari si nenek yang terus saja menatap ke arah Luna dengan tatapan yang serius. Luna mencoba untuk tidak menghiraukan tatapan yang diberikan si nenek dan akhirnya makan malam dimulai.

          Walau dengan hidangan yang sederhana, suasana yang dirasakan sangat hangat. Berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Luna selama hampir seumur hidupnya. Makan malam sendiri di ruangan yang besar namun dingin tanpa adanya kehadiran sosok yang hilang selama ini darinya, yaitu sosok keluarga. Tanpa Luna sadari, air mata jatuh dari matanya. Walau hanya untuk sementara, Luna bersyukur bisa merasakan bagaimana makan malam bersama seseorang. Astra yang menyadari hal ini, menyapu air mata pada pipi Luna dengan perlahan, yang membuat ayah, ibu, dan adiknya Jupi terus mempercandai tingkah Astra yang layaknya seorang lelaki sejati. Dan tentu saja membuat ada perasaan baru yang muncul pada diri Luna. Sedangkan di tengah kehebohan itu, si nenek tetap memandangi Luna dengan sangat serius.

          Setelah makan malam selesai, ibu Astra menawari Luna untuk menginap malam ini di rumah ini. Di dalam hati Luna sebenarnya ia ingin menolak tawaran ini karena merasa sudah terlalu banyak menyusahkan keluarga Astra. Namun ia tidak mempunyai tempat untuk bernaung malam ini, dan Luna juga tidak ingin kembali ke istana, jadi ia menerima tawaran dari ibu Astra. Malam itu Luna tidur di kamar Jupi, dan disepanjang malam ia habiskan untuk memikirkan bagaimana ia akan bertahan hidup untuk selanjutnya. Dan mucullah satu jawaban.

          Pada pagi hari, ayah, ibu dan Astra sedang mempersiapkan warung makan untuk buka. Pada saat itu Luna datang pada mereka dan berkata, “Tolong biarkan saya tinggal disini untuk sementara waktu dan anda bisa mempekerjakan saya disini?” Pada awalnya ayah dan ibu Astra ragu untuk mengabulkan permintaan Luna, namun setelah Luna beberapa kali membujuk dan menjelaskan kembali keadaannya pada mereka, akhirnya mereka menyetujui hal itu dan Luna boleh tinggal dan bekerja disini.

          Dan langsung pada hari itu juga, Luna bekerja di warung makan, bersama Astra mereka melayani pelanggan. Dan benar saja, bak tertimpa durian jatuh, begitu mempekerjakan Luna, banyak pelanggan yang datang ke warung makan karena mereka terpikat dengan pesona dari Luna yang begitu cantik dan anggun. Ditambah hari ini, rambut putih panjangnya di ikat dengan model punytale, menambah kesan cantik pada Luna. Biasanya Astra hanya dapat menarik pelanggan perempuan untuk makan di warung makan itu, tetapi saat Luna ikut bergabung membantu Astra dalam melayani pelanggan, jumlah pelanggan yang makan meningkat berkali-kali lipat.

          Dan pada hari pertama, Luna berhasil bekerja dengan baik. Walau pada saat bekerja banyak yang mencoba merayu Luna dengan gombalan-gombalan layu mereka, tetapi begitu Astra menatap mereka, mereka langsung ciut seperti kerupuk basah. Dan pada hari itu juga perasaan baru yang Luna rasakan semakin membesar. Ia tidak tahu dan tidak yakin perasaan apa sebenarnya ini.

          Hari terus berlalu dan pesona Luna telah menarik banyak pelanggan untuk datang ke warung makan. Hal itu membuat Luna senang karena sudah bisa membantu keluarga yang membiarkannya merasakan kehangatan keluarga yang selama ini ia cari. Dan kian hari perasaan yang mengganjal dirinya itu semakin besar dan makin membesar. Apalagi hampir setiap malam, Astra dan Luna pergi memberikan makanan pada beberapa gelandangan. Luna semakin terpesona dengan kebaikan hati Astra, hingga ia menyadari kalau perasaannya ini adalah cinta. Luna langsung teringat dengan perjanjian sakral yang pernah ia pelajari sebelumnya bahwa bangsa Mermaid dan manuisa tidak bisa saling mencintai. Ia mencoba untuk menahan perasaan yang bergejolak saat ini di dalam dirinya, namun dadanya terasa sesak saat Luna melakukan hal itu.

          Tepat pada malam pertengahan musim panas, kerajaan Mermaid akan merayakan pesta kembang api di pantai kota. Acara itu merupakan satu-satunya festival yang dimana semua orang, baik wisatawan maupun masyrakat bisa menikmatinya bersama. Dan tentu saja seluruh keluarga Astra pergi ke festival itu bahkan si nenek yang biasanya selalu dirumah, selalu ingin pergi tiap tahunnya.

“Astra tolong nanti jangan lupa kunci pintunya, kami akan pergi terlebih dahulu” kata si ibu yang memang dengan sengaja membiarkan anaknya, Astra dan Luna pergi belakangan. Karena si ibu ingin anaknya itu memiliki waktu bersama dengan Luna.

“Maafkan tingkah ibu ya Luna. Terkadang ia suka berlebihan saat melakukan kejahilan”.

          Luna tertawa kecil mendengar komentar Astra terhadap ibunya, “Ibumu adalah orang yang ceria Astra”.

          Astra tersenyum mendengar pujian Luna terhadap ibunya. Dan senyuman Astra, entah kenapa membuat detak jantungnya semakin cepat dan pipinya semakin memerah. Luna mencoba menutupi wajah malunya dengan kedua tangannya, namun Astra menyadari hal itu. Astra mendekat ke arah Luna, lalu dipanggilnya nama Luna dengan begitu lembut “Luna?” Luna membuka matanya dan menyadari kalau jarak diantara mereka terlalu dekat. Jantungnya kian berdetak dengan sangat kencang sampai-sampai lambang bulan yang ada di punggungnya bersinar dan mengeluarkan lingkaran sihir yang membuat sihirnya aktif dan membuat tubuh Astra terlempar cukup jauh keluar dari warung.

“Astra!”

          Luna kaget dan langsung menghampiri Astra keluar warung. Diangkatnya kepala Astra yang kemudian membuat astra batuk-batuk sampai batuk darah. Luna mulai cemas dan ketakutan melihat dirinya telah melukai Astra.

“Maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku...” Luna terus bergumam menyalahkan dirinya sendiri.

“Tidak apa-apa Luna. Ini bukanlah salahmu, sudah jangan menyalahkan dirimu... Luna?”

          Mau apapun yang Astra katakan, Luna tetap bergumam menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi.

“Aku seharusnya tidak disini, maafkan aku Astra” Luna berlari menjauhi Astra dengan menangis meneteskan air mata.

          Luna terus berlari dan tanpa ia sadari kini ia berada di pantai ujung yang tidak pernah orang kunjungi sebelumnya. Disana, Luna hanya bisa terduduk meratapi perbuatannya yang telah melukai Astra. Disisi lain Astra terus mencari keberadaan Luna di seluk beluk kota. Astra mencari di pusat kota, tidak ada. Di tempat festival kembang api, tidak ada. Hingga tersisa satu tempat yang belum Astra datangi, dan ia yakin kalau Luna ada disana. Dengan sekuat tenaga, ia langsung berlari menuju pantai ujung.

          Begitu sampai di pantai ujung, Astra melihat sosok Luna yang sedang duduk menangis.

“Luna!!” Astra berteriak memanggil nama Luna hingga Luna menoleh ke arahnya.

          Astra berjalan mendekat tetapi Luna malah menjauh, “Luna, kau tidak perlu menyalahkan dirimu. Aku tau, kau tidak bermaksud untuk mencelakaiku”.

“Astra, aku seharusnya tidak berada di dekat mu, ataupun keluargamu”

          Astra sedikit bingung dengan maksud dari Luna itu, “Apa yang kau maksud Luna?”

“Aku adalah Mermaid Astra. Aku dari bangsa Mermaid, terlebih aku adalah gadis suci. Aku telah membohongimu selama ini, aku tak seharusnya berada di dekatmu. Aku tidak ingin melukai mu lagi” air mata menetes ke pipi Luna.

“Luna... aku tidak peduli kau dari bangsa Mermaid atau bukan. Bagiku Luna, yang ku cinta adalah kamu”.

          Air mata semakin deras mengalir membasahi pipi Luna, “Astra... kita tidak bisa bersama. Kita tidak.... ditakdirkan untuk bersama”.

          Walau perih, dan menyakitkan bagi Astra maupun Luna, tetapi itulah takdir mereka. Mereka adalah sepasang kekasih dari dua bangsa yang berbeda dan terikat janji satu sama lain. Walau begitu, bagi Astra menyerah bukanlah suatu pilihan. Ia berjalan mendekati Luna, Astra bersiap untuk kembali mendapatkan serangan yang sama. Dan benar saja begitu hampir mendekati Luna, lingkaran sihir dari lambang bulan pada punggung Luna kembali aktif dan menyerang dirinya. Tubuhnya kembali diterbangkan cukup jauh dari Luna.

“Astra!!”

          Namun Astra bangkit kembali, dan kembali berjalan mendekati Luna. Luna tidak tahan melihat orang yang ia cintai terlihat seperti ini karena dirinya. Dan sekali lagi saat Astra hampir bisa memeluk Luna, tubuhnya kembali diterbangkan oleh sihir dari lambang bulan Luna.

“Astra, sudah... sudah hentikan... Astra” isak tangis Luna benar-benar pecah melihat Astra begitu menderita karena dirinya.

          Astra bangun dengan sekuat tenaga yang ia miliki. Sekali lagi ia berjalan ke arah Luna, tubuhnya sudah babak belur dengan darah sudah keluar dari kepala dan tubuhnya karena luka. Ia berjalan mendekati Luna, namun kali ini Astra berhasil memeluk Luna dan lingkaran sihir dari lambang bulan di tubuh Luna hancur.

“Astra!... Astra... kamu sangat gegabah... apa kamu tidak memikirkan nyawamu?” kata Luna yang masih menangis sambil memeluk tubuh Astra yang sudah lemah. Luna memeluk tubuh Astra sekuat yang ia bisa, tidak ingin melepaskannya apapun yang terjadi.

“Luna... ini adalah caraku membuktikan seberapa besar cintaku padamu. Aku mulai menyukaimu bahkan pada saat pertama kali kita bertemu... aku mencintaimu Luna”

          Luna menangis sejadi-jadinya mendengar pengakuan cinta dari Astra. Ia memeluk tubuh Astra dan menangis mengubur wajahnya di dada Astra yang begitu hangat. Cukup lama tangis Luna sampai akhirnya ia bisa menenangkan dirinya.

“Astra... Aku juga mencintaimu”.

          Setelah kejadian itu, Luna membopong Astra kembali ke rumah. Luna benar-benar merawat Astra, karena ia masih merasa bersalah. Ia membalut perban ke seluruh tubuh Astra bahkan sampai Astra sudah mirip dengan Mummy. Anggota keluarga Astra kembali ke rumah dalam keadaan basah kuyup karena hujan yang turun mendadak pada saat festival hendak dimulai.

“Astaga Astra, apa yang terjadi pada mu nak?” Reaksi  ibu Astra benar-benar mencerminkan ibu-ibu sejati. Dimana ia, mengkhawatirkan semua anaknya.

Astra dan Luna menjelaskan semua detail apa yang terjadi pada semua orang di rumah itu. Mulai dari kenyataan kalau Luna adalah seorang gadis suci dari bangsa Mermaid, sampai kenyataan kalau saat ini Astra dan Luna resmi menjalin hubungan. Semua orang senang mendengar kabar tersebut, kecuali si nenek yang makin kuat menatap Luna dengan tatapannya.

Pada malam harinya, hujan sudah berhenti di luar. Malam dihiasi oleh sinar rembulan dan nyanyian dari kodok yang masih belum puas bermain bersama hujan. Dikamarnya Astra masih belum bisa tidur, ia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi pada hari ini.

“Astra, kamu masih belum tidur?” kata Luna dengan lembut sambil membuka pintu kamar dengan perlahan.

          Astra hanya menjawab dengan menggelengkan kepalanya, dan Luna masuk kedalam kamar Astra. Sekali lagi Luna memeriksa luka-luka Astra, ia benar-benar merasa bersalah atas apa yang menimpa dirinya.

“Luna, kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak apa-apa” lembut suara Astra mengatakan hal itu sambil mengelus rambut miliknya.

          Luna hanya mengangguk mendengar jawaban dari Astra. Ia masuk ke dalam selimut yang sama dengan Astra dan berbaring disebelah Astra.

“Astra, untuk malam ini biarkan aku tidur bersamamu ya?”

“Ya, aku tidak keberatan Luna”.

          Luna kemudian menggenggam tangan Astra, wajah mereka saling bertemu dan Luna menatap mata hitam kebiruan gelap milik Astra. “Astra, aku bisa melihat angkasa melalui matamu”

“Dan aku bisa menatap seluruh lautan melalui mata mu Luna”.

“Astra, biarkan aku memperkenalkan diriku pada mu sekali lagi. Karena aku merasa telah bersalah telah membohongimu selama ini. jadi biarkan aku mengulang perkenalan ku. Namaku, Sirenia Luna, 17 tahun”.

          Astra sedikit terkejut mengetahui kalau Luna dua tahun lebih muda darinya, “Baiklah kalau begitu aku juga akan memperkenalkan diriku padamu Luna. Namaku Astra Karan, 19 tahun. Senang berkenalan lagi dengan mu Luna”.

          Reaksi dari Luna mengetahui kalau Astra lebih tua darinya sungguh lucu sehingga membuat Astra membelai pipi Luna dengan perlahan. Pipi Luna sedikit memerah karena malu, namun ia senang bisa mendapatkan perlakuan seperti ini dari orang yang ia cintai. Dan malam mereka habiskan dengan tidur bersama sambil berpegangan tangan.

          Begitu matahari memunculkan cahayanya, terdengar suara gaduh orang-orang yang baru saja membuka pintu rumah. Mereka kaget bukan main karena melihat semua fauna laut kini berada di langit. Astra dan Luna keluar dan menyaksikan ikan-ikan berenang di udara selayaknya mereka berenang di dalam air. Ikan-ikan terumbu karang kini bebas bermain di jalanan kota, memakan sisa-sisa makan yang ada di tong sampah. Kawanan ikan sarden terbang bergerombol layaknya kawanan burung. Lumba-lumba menari bebas di angkasa luas sejauh langit membentang. Dan kawanan paus bungkuk bernyanyi bebas menembus awan-awan putih yang tinggi di langit.

          Pemandangan indah ini dengan sekejap berubah menjadi bencana. Dimana ikan-ikan predator kini banyak menyerang orang-orang di pulau Marsh bakhan sampai melukai beberapa penjaga di kastil. Tidak hanya ancaman dari ikan predator yang kini lebih mudah mencari mangsa, kini para manusia di kerajaan Mermaid mengalami sesak nafas. Tubuh mereka satu persatu kejang-kejang dan terjatuh di tanah. Termasuk anggota keluarga Astra satu persatu mulai mengalami sesak nafas, wajah mereka membiru dan mulai kehilangan kesadaran.

“Ibu, Ayah, Jupi, Della....” Astra benar-benar tidak  bernafas. Seperti ada yang mengganjal tenggorokannya.

          Disaat semua tumbang, si nenek masih terlihat baik-baik saja. Ia berdiri menatap Luna dengan tatapan serius yang selalu ia berikan padanya.

“Nek, apa yang sebenarnya terjadi pada mereka? bisakah nenek membantu?”

“Percuma” kata nenek itu dengan suaranya yang rintih dan gemetar.

“Apa maksud mu nek?”

“Perjanjian sakral telah dilanggar, kini manusia telah kehilangan tempat asal mereka”.

          Luna tidak percaya kalau si nenek mengetahui tentang perjanjian sakral. Siapa sebenarnya si nenek ini? Pertanyaan itu terus menggema di dalam pikiran Luna. Tetapi ia tidak mau memikirkan hal itu terlebih dahulu, ia lebih ke khawatir pada Astra dan keluarganya. Disaat Luna sedang melakukan sebisanya untuk menjaga Astra dan keluarganya tetap hidup, Runa datang ke kediaman Astra dengan dua Mermaid dari kuil. Di tangan Runa terdapat semacam artifak berbentuk batu silinder dengan beberapa aksara yang tidak diketahui oleh Luna.

“Lama tidak bertemu Lilia Manatus” kata Runa kepada si nenek.

          Lilia Manatus, nama itu terasa tidak asing bagi Luna. Dan seketika muncul ingatannya yang memberitahu kalau Lilia Manatus adalah gadis suci yang melanggar perjanjian suci sebelum Luna.

“Terima kasih sudah datang Runa”. Kata si nenek dan Runa hanya mengacuhkan ucapan terima kasih itu.

“Sirenia Luna, jika kau ingin pria yang kau cintai itu selamat kau harus melupakan cintamu padanya” kata Runa kepada Luna dengan wajah datar seperti biasanya.

“Apakah dengan begitu seluruh manusia akan selamat?”

          Runa hanya mengangguk memberikan jawaban pada Luna. Diserahkan Runa artifak batu itu pada Luna lalu ia berpesan, “Kau hanya harus menekan tombol batu pada artifak itu, dan semua manusia akan lupa dengan dirimu dan kejadian ini juga akan terlupakan oleh semua manusia kecuali kita para Mermaid”.

“Ja...ngan Lu..na” kata Astra yang masih mencoba untuk bertahan agar kesadarannya tidak hilang.

“Astra...” air mata jatuh ke pipi Luna dan mengalir membasahi pipi Astra yang berada di pelukan Luna. “Maafkan aku Astra... tapi... biarkan kali ini aku.... menyelamatkan mu”.

          Air mata tak bisa terbendung lagi dari Astra. Ia melihat kekasih hatinya untuk terakhir kalinya, Astra mencoba sekuat tenaga mengangkat tangannya membelai pipi Luna untuk terakhir kalinya.

“Astra... Aku selalu mencintai mu. Aku akan selalu mencintaimu” kata Luna dengan air mata deras mengalir di pipinya, dan akhirnya Astra pingsan dipelukan Luna.

          Dan untuk yang pertama dan terakhir kalinya, ia mencium kekasih hatinya di dalam dekapannya. Diletakkannya kepala Astra dengan perlahan dan ketika ia hendak siap menekan tombol batu pada artifak itu, Luna mengucapkan selamat tinggal dan cahaya putih menyelimuti seluruh dunia ketika Luna menekan tombol batu dari artifak tersebut.

          Beberapa jam kemudian, para manusia yang pingsan kini kembali sadar. Para ikan juga sudah kembali ke dalam lautan. Dan tak ada satu orangpun yang mengingat apa yang barusan terjadi. Sama seperti tidak ada satu orang pun yang mengingat Sirenia Luna, gadis cantik periang berambut putih dari bangsa Mermaid. Dan kehidupan orang-orang di kerajaan Mermaid berjalan seperti semula.

          Mungkin bagi semua orang semua berjalan seperti tidak ada yang salah. Tetapi bagi Astra, seperti ada sesuatu yang telah diambil darinya, sesuatu yang penting, sesuatu yang dibutuhkan olehnya untuk menemani hidupnya. Tetapi mau seberapa keras ia mencari tahu, ia tetap saja tidak ingat. Bahkan sampai bertahun-tahun, Astra terus mencari tahu apa yang telah hilang darinya. Dan terkadang pikirannya menyuruhnya untuk menyerah mencari sesuatu yang tidak ada, namun hatinya menyuruhnya untuk jangan pernah menyerah. Pikiran dan hatinya bertengkar di dalam tubuh Astra, tetapi tubuhnya menyuruhnya untuk berlari ke pantai ujung yang tidak pernah dikunjungi oleh orang lain. Tanpa pikir panjang ia berlari kesana, mencari sesuatu yang entah apa ada disana.

          Dan ketika ia sampai disana, ia melihat seorang perempuan beramput putih panjang, bersinar terang memantulkan cahaya mentari. Gaun putih tipis dan topi jerami adalah kombinasi yang sangat bagus. Astra berjalan mendekat ke arah gadis itu. Begitu cukup dekat, gadis itu berkata, “Aku selalu mencintai mu kamu tahu itu?”

          Semacam sengatan listrik terasa di menusuk sepersekian detik ke dalam kepalanya Astra, “Ya aku tahu itu. Kamu selalu mencintai ku, dan aku juga selalu mencintaimu”.

          Perempuan itu berdiri dari bangku yang ia duduki, matanya kini berlinang dengan air mata kebahagian dan ia tersenyum manis pada Astra.

“Selamat datang kembali angkasa”

“Aku pulang lautan”

TAMAT

Komentar

Postingan Populer