SKEA : Angkasa & Lautan
SKEA
(Angkasa & Lautan)
Karya : Ahmad Tetsuya (Novry Ardiyan)
Di
sebuah pulau di sebelah selatan benua Pandora. Terdapat pulau tropis yang
sering dijadikan oleh orang-orang tempat destinasi wisata musim panas, pulau itu
adalah pulau Marsh. Orang-orang berwisata kesana mencari suasana yang damai,
angin laut yang menyejukkan dan deburan suara ombak memecah kebisingan hari.
Seekor burung camar terbang tinggi di atas kota, mengamati kota yang sedang
ramai oleh wisatawan sedang berjemur dan bermain di pantai. Si burung camar
terbang dan hinggap di sebuah pohon di pekarangan sebuah kuil yang ada di bukit
dikawasan kastil kerajaan Mermaid, dan si burung melihat seorang perempuan
sedang memandang ke arah kota dengan wajah sedihnya, merasa terkurung dan tak
berdaya.
“Sirenia
Luna! Apa kamu tidak mendengarkan pembelajaran?” kata seorang perempuan berusia
kepala empat, memandangi gadis yang sedang melihat ke arah kota dengan mata biru
sebiru lautan.
Si gadis menoleh ke arah perempuan itu
dan berkata, “Maaf bu Runa. Saya, hanya sedang tidak fokus”. Suara gadis yang
dipanggil Sirenia Luna itu terdengar begitu lesu dan ada kesedihan didalam nada
bicaranya. Runa mungkin tahu apa yang menjadi keluh-kesah gadis itu sekarang,
namun ia mencoba untuk tidak memperhatikan hal itu.
“Luna,
pembelajaran ini sangat penting untukmu, karena kamu adalah gadis suci
selanjutnya dari Kerajaan Mermaid. Jadi saya harap kamu paham posisimu saat
ini”.
Kalimat yang tegas dan langsung ke
poin. Yang dibicarakan Runa benar. Sirenia Luna adalah seorang gadis suci dari
bangsa Mermaid yang akan menjadi penguasa di kerajaan Mermaid. Ia sedang
dipersiapkan menjadi pemimpin dengan belajar semua hal yang diperlukannya untuk
memimpin dan menaikkan nama bangsa Mermaid. Tapi apakah Luna menginginkan hal
itu? Jawabannya adalah, tidak. Ia tidak menginginkan menjadi pemimpin dimasa
depan nanti karena ia tau sebesar apa tanggung jawab yang akan ia terima jika
menjadi seorang pemimpin.
Luna kembali mencoba menyimak ulang
pembelajaran yang diberikan oleh Runa. Bu Runa menjelaskan kembali sejarah dari
beberapa gadis suci yang telah berhasil memimpin kerajaan Mermaid dengan baik
sehingga bisa menjadi seperti sekarang. Namun ia menyinggung seorang gadis suci
yang membuang semua hal yang dia miliki, mulai dari status, gelar dan
kekuasaannya hanya demi bersama seorang laki-laki dari bangsa manusia dan
mengingkari janji sakral.
Sebagai seorang dari bangsa Mermaid,
terdapat sebuah perjanjian yang tidak boleh dilanggar oleh bangsa Mermaid,
ataupun manusia. Yaitu “Manusia dan Mermaid tidak boleh saling mencintai”.
Perjanjian ini ada karena pada beribu-ribu tahun yang lalu, terjadi peperangan
antara manusia dan mermaid dikarenakan masalah cinta. Dan sebab karena itu,
dibuat perjanjian ini untuk mendamaikan kedua belah pihak. Runa menjelaskan
kalau konsekuensi dari melanggar janji ini adalah “Nasib sial akan menimpa
pihak yang melanggar janji dan mereka akan kehilangan tempat asalnya”.
“Kehilangan
tempat asalnya? Apa maksudnya itu, bu Runa?”
“Saya
juga kurang paham, maksud dari konsekuensi apa yang dimaksud. Tetapi, apapun
itu kita tidak boleh melanggar perjanjian itu, apa kamu paham Luna?”
Luna hanya menganggukan kepalanya,
walau ada kejanggalan dalam penjelasan Runa mengenai perjanjian sakral dan
gadis suci yang telah melanggar perjanjian tersebut. Jika ada Mermaid yang
melanggar perjanjian ini, bagaimana dengan konsekuensi yang telah disebutkan?
Apakah bangsa Mermaid telah kehilangan tempat asal mereka dan menerima
hukumannya? Pertanyaan itu terus terngiang di kepala Luna, hingga membuat ia
menjadi kepikiran dan sama sekali tidak menghiraukan pelajaran dari Runa lagi.
Sekarang ia kembali hanyut dalam pikirannya untuk bisa pergi berjalan-jalan di
kota, bermain dan bersenang-senang layaknya perempuan semurannya. Tanpa ia
sadar, saat ia melihat burung camar yang bertengger di salah satu dahan pada
pohon di perkarangan kuil, setetes air mata jatuh ke pipinya. Menandakan
keirian hatinya pada burung camar yang bisa terbang bebas kemana ia suka.
Selesai pulang dari belajar di kuil
bersama bu Runa, Luna kembali ke kamarnya, dikastil kerajaan Mermaid.
Direbahkannya dirinya di kasur sambil memeluk boneka ikan hiu kesayangnnya. Di
dalam ruangan itu hanya terdengar suara dentingan jarum jam, memenuhi
kekosongan harinya. Luna tidak tinggal bersama orang tuanya. Malahan orang
tuanya yang menjualnya pada pihak kerajaan karena sebuah lambang bulan yang ada
ditubuhnya pada saat ia lahir. Dan sejak itu ia selalu sendirian dikastil yang
luas ini. keluarga kerajaan tidak ingin berinteraksi dengannya begitu juga
dengan para maid di kastil. Dia benar-benar sendirian dalam dunia bak kurungan
yang mengekang kebebasannya.
Tetapi, hatinya kini telah mantap. ia
telah mempersiapkan rencana untuk melarikan diri dari kastil. Pada malam hari,
para penjaga terkadang sedikit lengah pada saat selesai makan malam. Dengan
sigap, Luna memanfaatkan kesempatan itu untuk melarikan diri melalui rute yang
telah ia buat sebulan sebelumnya. Dan akhirnya dengan perjuangan selama sebulan
penuh, Luna berhasil keluar dari kastil kerajaan. Dadanya penuh sesak dengan
semua emosi yang ia pendam selama ini. Hatinya penuh dengan kegembiraan,
semangat, dan keingintahuan. Dirinya dipenuhi dengan adrenalin, sehingga ia
mampu berlari cukup jauh dari kastil sebelum para maid dan penjaga menyadari
kalau ia telah kabur.
Beberapa jam kemudian, istana kerajaan
mulai sibuk mencari si gadis suci yang telah kabur. Para penjaga dan maid
beramai-ramai datang ke kuil mencari keberadaan Runa. “Bu Runa, si gadis suci
menghilang! Kemungkinan ia kabur ke kota” kata salah satu penjaga dengan panik.
Tetapi wajah Runa terlihat begitu santai seakan telah mengetahui niat dari Luna
untuk kabur.
“Tidak
perlu khawatir penjaga. Gadis itu tidak mempunyai apapun, ia tidak mempunyai
uang sepeserpun. Jadi, ia akan kembali pulang jika ia sudah mulai lapar. Tolong
beritahu yang lain”.
“Tapi
bu...”
“Jika
ia tidak pulang karena itu, orang lain akan mengabari kita dimana ia berada.
Cukup pasang poster dan hadiah yang lumayan besar, maka rakyat jelata itu akan
berlomba-lomba mencarinya. Apa kau mengerti?”
“Siap
bu!” dan si penjaga mengabari penjaga dan para maid yang berada di luar kuil
kalau hal ini tidak perlu dibesar-besarkan. Cukup hanya dengan menempelkan
poster maka semua masalah akan selesai.
Apakah semudah itu? Runa mungkin
terlalu menyepelekan kehendak bebas dari seorang gadis muda itu. Runa berjalan
menuju jendela, ditatapnya bulan purnama yang menerangi langit malam saat itu,
“Semoga perjalanan kecilmu memberikan pelajaran untukmu, wahai bulan”. Suara
lembut dari perempuan 40 tahun itu menggema di dalam kuil, mendoakan Luna dalam
perjalanannya mencari sesuatu yang mungkin berharga untuk dirinya.
Disisi lain, Luna kini telah sampai di
kota. Cahaya lentera menyinari kota dengan cahaya kuningnya. Orang-orang
berjalan beramai-ramai di kota ini, mereka menikmati hidangan yang enak pada
malam yang cukup dingin. Ada pula pasangan yang sedang bermesraan di bawah
pohon di taman kota. Gelak tawa seorang anak kecil yang bahagia mendapatkan
hadiah dari orang tuanya. Semua hal itu adalah pengalaman pertama yang
dirasakan oleh Luna. Senyumnya terpancar di tengah keramaian, menikmati hatinya
yang dipenuhi oleh kebahagian karena keinginannya
untuk merasakan berjalan di kota seperti layaknya orang biasa telah terwujud.
Luna berjalan menyusuri seluruh
pelosok kota di temani dengan cahaya rembulan yang menyaksikan perjalanannya
dengan tersenyum manis padanya. Pertama, Luna menyusuri jalan yang ramai dengan
para wisatawan. Banyak juga bangsawan
yang berjajan ria menikmati berbagai makanan yang ada disana. Harum
nikmat bau makanan menguasai jalanan itu. Dan terkadang membuat perut Luna
sedikit berbunyi karena ia belum sempat untuk makan malam. Tetapi ia tidak
menghiraukan hal itu dan kembali menyusuri jalanan di kota. Lalu setelah
selesai menjelajahi kawasanan kuliner, Luna berjalan di kawasan penginapan para
wisatawan. Terlihat megah bangunan tempat wisatawan tinggal, dan sudah dipastikan
kalau yang tinggal disana adalah orang-orang yang memiliki rezeki berlimpah
ruah seperti para bangsawan, prajurit terkenal, pemilik perusahaan terkenal
atau pegiat seni yang telah terkenal oleh orang banyak. Mereka keluar dari
penginapan dengan pakaian mewah, kereta kuda yang megah, dan jika ia laki-laki
maka setidaknya akan ada dua atau tiga perempuan yang bersamanya, dan begitu
juga dengan yang berwisata adalah perempuan, maka setidaknya akan ada 4 atau 5
laki-laki yang merangkul, memanjakan, dan melayaninya.
Luna hanya menatap hal itu dengan
perasaan yang campur aduk. Pikirannya ingin menyalahkan perilaku yang seperti
itu, tetapi hatinya malah membenarkannya. Pikiran dan hati Luna bertengkar satu
sama lain tetapi tubuhnya memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya. Sekarang
Luna berjalan cukup jauh dari pusat kota. Suasana di pinggir kota ini begitu
berbeda dari sebelumnya. Udaranya sepi, dan cahaya dari lentera tidak terang
benderang hanya ada terperangkap di dalam rumah petak kecil.
Luna kini berjalan di tepi pantai,
menyusuri jalan di pinggiran kota ditemani dengan suara deburan ombak yang
menemani malamnya. Perut yang lapar, dan kaki yang sudah mulai kelelahan
membuat Luna terpaksa berhenti sejenak di bangku yang ada di pinggir pantai.
Hatinya kini campur aduk karena semakin banyak hal yang ia ketahui, semakin
banyak kepahitan yang ia tahu. Mimpinya untuk bisa berjalan-jalan dan bersenang
saat berada di kota, ternyata tidak seindah yang ia bayangkan. Disepanjang
perjalanannya, Luna menyaksikan beberapa orang yang terus mengais dari
sisa-sisa orang lain. Hatinya hancur saat melihat seorang anak kecil yang
diusir saat sedang tidur di depan salah satu toko di pusat kota. Luna tidak
bisa melakukan apapun melainkan hanya bisa menonton semua hal itu.
Di dalam hatinya, ia mempertanyakan
apakah keputusannya ini adalah hal yang benar? Disaat Luna memikirkan apa yang
selanjutnya ia lakukan, seorang laki-laki jalan sempoyongan dengan sebotol
minuman keras di tangannya. Luna mencoba untuk tidak menarik perhatian pemabuk
itu, jadi ia mencoba untuk menutupi wajahnya dengan rambut putih miliknya.
Namun si pemabuk terpesona dengan kecantikan Luna yang walau hanya sekilas
terlihat oleh matanya.
“Gadis,
mau menemaniku untuk satu malam?”
Luna kaget dan panik, bau nafas dari
minuman keras yang diminum si pemabuk juga membuat Luna tidak nyaman, “Maaf,
tapi saya harus buru-buru pulang!” Luna bangun dari bangku dan hendak lari dari
si pemabuk. Namun reaksi laki-laki itu lebih cepat dari Luna. Ia memegang
pergelangan tangan luna dan kembali menariknya ke bangku sebelumnya. Si pemabuk
menodongkan tubuhnya pada Luna dan wajahnya pun berada di dekat Luna yang
membuat nafas naga si pemabuk begitu kuat dan membuat Luna hampir muntah.
“HUHH!!
BERANI-BERANINYA KAU MAU LARI!!! Kau tau siapa aku? Aku orang yang memegang
pasa...”
Belum sempat menyelesaikan kalimatnya,
si pemabuk itu jatuh pingsan saat seorang laki-laki memukulkan botol miras si
pemabuk ke kepalanya, “Kamu tidak apa-apa?” katanya.
Seorang pria berambut hitam dan
matanya yang segelap angkasa lepas, menatap Luna yang masih tidak bisa bergerak
karena ketakutan dengan apa yang barusan terjadi padanya. Pria itu masih
menatap Luna dengan wajah yang datar, menunggu jawaban dari Luna. Perlahan tapi
pasti ketakutan Luna mulai menghilang dan ia bisa kembali tenang.
“Terima
kasih...”
*****
Astra, nama laki-laki yang sedang
mengantarkan makan ke salah satu gelandangan yang menetap di dekat jalan utama
di pinggir pantai. “Terima kasih ya, nak Astra” jawab seorang kakek yang baru
saja menerima makanan hangat dari Astra. Astra melihat kakek itu tersenyum
hangat menyantap makanan hangat itu.
“Sama-sama
kek”. Jawab astra sebelum meninggalkan kakek itu mengisi perut kosongnya di
malam yang dingin ini. walau tidak memiliki hubungan saudara atau keluarga,
Astra senang bisa membantu sesama.
Bulan
purnama yang menyaksikan kebaikan Astra tersenyum lebar dan membalasnya dengan
menyinari langkahnya menuju kembali kerumah. Astra dengan sengaja mengambil
rute yang berbeda, ia dengan sengaja berjalan menyusuri jalan di dekat pantai
hanya untuk menikmati deburan pecahnya ombak. Namun ketenangannya terganggu
karena melihat seorang pemabuk sedang menggoda dan mengganggu perempuan di
salah satu bangku di dekat pantai. Astra dengan santai berjalan ke arah pemabuk
itu dan mengambil botol minuman keras milik si pemabuk yang tergeletak di
jalan, kemudian ia memukulkan botol itu ke kepala si pemabuk tanpa ragu sama
sekali hingga si pemabuk jatuh pingsan dan tidak sadarkan diri.
“kamu
tidak apa-apa?”
Astra menyadari kalau perempuan yang
ia tolong ini bukanlah orang biasa. Perempuan itu berparas sangat cantik,
rambut putih yang panjang dan bersinar memantulkan cahaya rembulan. Pakaian
yang ia kenakan juga nampak mahal, apakah ia salah satu wisatawan yang
tersesat? Astra hanya bisa menduga-duga kebenarannya sekarang.
“Terima
kasih...” jawab perempuan itu dengan suara yang lembut.
“Sama-sama.
Lebih baik kita pindah ke tempat yang lain, sebelum pemabuk ini bangun lagi”.
Mendengar hal itu, Luna menganggukkan
kepalanya dan pergi mengikuti langkah kaki Astra dan pindah ketempat yang lebih
aman. Sesampainya di bangku dekat pantai yang lumayan jauh dari tempat
sebelumnya, Astra bertanya pada Luna tentang masalah yang ia hadapi sekarang.
“Jadi...
apa kau tersesat...?”
“Luna,
nama ku Sineria Luna, panggil saja Luna. Dan kamu?”
“Nama
ku Astra. Jadi apa yang sebenarnya kamu lakukan di pinggiran kota seperti ini
Luna?”
“Aku...
Aku sedang kabur dari rumah”.
Luna menceritakan pelariannya namun
dengan sedikit memodifikasi ceritanya. Ia sengaja untuk tidak memberitahukan
kalau ia adalah seorang gadis suci. Dikarenakan ada kemungkinan kalau pihak
kerajaan akan mencarinya dengan menyebarkan poster. Walau begitu Luna tidak
ingin membohongi Astra terlalu jauh, karena jika ia melakukan hal itu maka ia
akan merasa bersalah.
Astra mendengar semua cerita dari
Luna, dan menyimpulkan kalau Luna adalah anak orang kaya yang hidup bersama
keluarga tiri yang tidak menyayanginya, sehingga ia memutuskan untuk kabur dari
rumah. Namun pada saat berbincang perut Luna berbunyi, sudah tidak tahan lagi
kosong dan meminta untuk segera diisi.
“Maaf
Astra, aku sungguh tidak sopan”.
Astra berdiri dari bangku dan
mengulurkan tangannya pada Luna sambil tersenyum hangat padanya, “Kau bisa ikut
makan malam bersama keluarga ku, kalau kau mau Luna”.
“Apakah
itu tidak masalah Astra?” kata Luna yang masih ragu dan takut mengganggu
keluarga Astra dimalam hari seperti ini.
Namun layaknya hal yang biasa Astra
lakukan, ia tidak masalah dengan membantu sesama. Dan setelah itu Astra
menuntun Luna kerumahnya dengan menggenggam tangan Luna dimalam yang dingin
itu. Tak perlu waktu lama, Astra dan Luna sampai di sebuah warung makan dan
diatas pintu masuk terdapat tulisan “Warung Makan Angkasa”.
Astra membuka pintu depan, dan
terlihat warung pada bagian depan sedang kosong karena warung ini hanya buka
pada siang dan sore hari. Astra mengajak Luna untuk masuk dan bertemu dengan
keluarganya, tetapi masih terlihat keraguan pada mata Luna. Astra mengerti hal
itu, jadi ia menggemgam tangan Luna dan membuat degup jantungnya Luna kian
berdetak makin kencang.
“Semuanya
aku sudah pulang” kalimat sederhana itu membuat seisi keluarga Astra yang
terdiri dari ayah, ibu, adik perempuannya Jupi terdiam melihat sosok perempuan
cantik yang dibawa oleh Astra.
“Bang
Astra bawa pacar!” teriak Della, adik perempuan Astra yang kecil yang baru
berusia 6 tahun. Ia berlari ke arah Astra dan memeluk abangnya itu.
Pipi dan telinga Luna memerah karena
keluarga Astra menganggap ia adalah pacarnya Astra. Namun dengan cepat Astra
menjelaskan situasi Luna pada seluruh keluarganya.
“Oh
begitu, tidak apa-apa nak Luna. Ayo gabung kesini, mari kita makan malam
bersama” kata ibu Astra dengan lembut menyambut tamu cantiknya.
“Baik
buk”
“Maaf
ya nak Luna, makanannya Cuma ada ini”
“Tidak
apa-apa buk, dan maaf saya jadi merepotkan” kata Luna, yang sebenarnya masih
segan kepada keluarga yang baru saja ia temui ini.
Sebelum makan bersama dimulai, ayahnya
astra menyuruh Astra untuk membawa nenek mereka turun dan makan bersama.
Beberapa menit berlalu, kini seorang nenek datang ke arah meja makan. Nampak
rambut putih yang masih sehat dari si nenek yang terus saja menatap ke arah
Luna dengan tatapan yang serius. Luna mencoba untuk tidak menghiraukan tatapan
yang diberikan si nenek dan akhirnya makan malam dimulai.
Walau dengan hidangan yang sederhana,
suasana yang dirasakan sangat hangat. Berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Luna
selama hampir seumur hidupnya. Makan malam sendiri di ruangan yang besar namun
dingin tanpa adanya kehadiran sosok yang hilang selama ini darinya, yaitu sosok
keluarga. Tanpa Luna sadari, air mata jatuh dari matanya. Walau hanya untuk
sementara, Luna bersyukur bisa merasakan bagaimana makan malam bersama
seseorang. Astra yang menyadari hal ini, menyapu air mata pada pipi Luna dengan
perlahan, yang membuat ayah, ibu, dan adiknya Jupi terus mempercandai tingkah
Astra yang layaknya seorang lelaki sejati. Dan tentu saja membuat ada perasaan
baru yang muncul pada diri Luna. Sedangkan di tengah kehebohan itu, si nenek
tetap memandangi Luna dengan sangat serius.
Setelah makan malam selesai, ibu Astra
menawari Luna untuk menginap malam ini di rumah ini. Di dalam hati Luna
sebenarnya ia ingin menolak tawaran ini karena merasa sudah terlalu banyak menyusahkan
keluarga Astra. Namun ia tidak mempunyai tempat untuk bernaung malam ini, dan
Luna juga tidak ingin kembali ke istana, jadi ia menerima tawaran dari ibu
Astra. Malam itu Luna tidur di kamar Jupi, dan disepanjang malam ia habiskan
untuk memikirkan bagaimana ia akan bertahan hidup untuk selanjutnya. Dan
mucullah satu jawaban.
Pada pagi hari, ayah, ibu dan Astra
sedang mempersiapkan warung makan untuk buka. Pada saat itu Luna datang pada
mereka dan berkata, “Tolong biarkan saya tinggal disini untuk sementara waktu
dan anda bisa mempekerjakan saya disini?” Pada awalnya ayah dan ibu Astra ragu
untuk mengabulkan permintaan Luna, namun setelah Luna beberapa kali membujuk
dan menjelaskan kembali keadaannya pada mereka, akhirnya mereka menyetujui hal
itu dan Luna boleh tinggal dan bekerja disini.
Dan langsung pada hari itu juga, Luna
bekerja di warung makan, bersama Astra mereka melayani pelanggan. Dan benar
saja, bak tertimpa durian jatuh, begitu mempekerjakan Luna, banyak pelanggan
yang datang ke warung makan karena mereka terpikat dengan pesona dari Luna yang
begitu cantik dan anggun. Ditambah hari ini, rambut putih panjangnya di ikat dengan
model punytale, menambah kesan cantik pada Luna. Biasanya Astra hanya dapat
menarik pelanggan perempuan untuk makan di warung makan itu, tetapi saat Luna
ikut bergabung membantu Astra dalam melayani pelanggan, jumlah pelanggan yang
makan meningkat berkali-kali lipat.
Dan pada hari pertama, Luna berhasil
bekerja dengan baik. Walau pada saat bekerja banyak yang mencoba merayu Luna
dengan gombalan-gombalan layu mereka, tetapi begitu Astra menatap mereka,
mereka langsung ciut seperti kerupuk basah. Dan pada hari itu juga perasaan
baru yang Luna rasakan semakin membesar. Ia tidak tahu dan tidak yakin perasaan
apa sebenarnya ini.
Hari terus berlalu dan pesona Luna
telah menarik banyak pelanggan untuk datang ke warung makan. Hal itu membuat
Luna senang karena sudah bisa membantu keluarga yang membiarkannya merasakan
kehangatan keluarga yang selama ini ia cari. Dan kian hari perasaan yang
mengganjal dirinya itu semakin besar dan makin membesar. Apalagi hampir setiap
malam, Astra dan Luna pergi memberikan makanan pada beberapa gelandangan. Luna
semakin terpesona dengan kebaikan hati Astra, hingga ia menyadari kalau
perasaannya ini adalah cinta. Luna langsung teringat dengan perjanjian sakral
yang pernah ia pelajari sebelumnya bahwa bangsa Mermaid dan manuisa tidak bisa
saling mencintai. Ia mencoba untuk menahan perasaan yang bergejolak saat ini di
dalam dirinya, namun dadanya terasa sesak saat Luna melakukan hal itu.
Tepat pada malam pertengahan musim
panas, kerajaan Mermaid akan merayakan pesta kembang api di pantai kota. Acara
itu merupakan satu-satunya festival yang dimana semua orang, baik wisatawan
maupun masyrakat bisa menikmatinya bersama. Dan tentu saja seluruh keluarga
Astra pergi ke festival itu bahkan si nenek yang biasanya selalu dirumah,
selalu ingin pergi tiap tahunnya.
“Astra
tolong nanti jangan lupa kunci pintunya, kami akan pergi terlebih dahulu” kata
si ibu yang memang dengan sengaja membiarkan anaknya, Astra dan Luna pergi
belakangan. Karena si ibu ingin anaknya itu memiliki waktu bersama dengan Luna.
“Maafkan
tingkah ibu ya Luna. Terkadang ia suka berlebihan saat melakukan kejahilan”.
Luna tertawa kecil mendengar komentar
Astra terhadap ibunya, “Ibumu adalah orang yang ceria Astra”.
Astra tersenyum mendengar pujian Luna
terhadap ibunya. Dan senyuman Astra, entah kenapa membuat detak jantungnya
semakin cepat dan pipinya semakin memerah. Luna mencoba menutupi wajah malunya
dengan kedua tangannya, namun Astra menyadari hal itu. Astra mendekat ke arah
Luna, lalu dipanggilnya nama Luna dengan begitu lembut “Luna?” Luna membuka
matanya dan menyadari kalau jarak diantara mereka terlalu dekat. Jantungnya
kian berdetak dengan sangat kencang sampai-sampai lambang bulan yang ada di
punggungnya bersinar dan mengeluarkan lingkaran sihir yang membuat sihirnya
aktif dan membuat tubuh Astra terlempar cukup jauh keluar dari warung.
“Astra!”
Luna kaget dan langsung menghampiri
Astra keluar warung. Diangkatnya kepala Astra yang kemudian membuat astra
batuk-batuk sampai batuk darah. Luna mulai cemas dan ketakutan melihat dirinya
telah melukai Astra.
“Maafkan
aku, maafkan aku, maafkan aku...” Luna terus bergumam menyalahkan dirinya
sendiri.
“Tidak
apa-apa Luna. Ini bukanlah salahmu, sudah jangan menyalahkan dirimu... Luna?”
Mau apapun yang Astra katakan, Luna
tetap bergumam menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi.
“Aku
seharusnya tidak disini, maafkan aku Astra” Luna berlari menjauhi Astra dengan
menangis meneteskan air mata.
Luna terus berlari dan tanpa ia sadari
kini ia berada di pantai ujung yang tidak pernah orang kunjungi sebelumnya.
Disana, Luna hanya bisa terduduk meratapi perbuatannya yang telah melukai
Astra. Disisi lain Astra terus mencari keberadaan Luna di seluk beluk kota.
Astra mencari di pusat kota, tidak ada. Di tempat festival kembang api, tidak
ada. Hingga tersisa satu tempat yang belum Astra datangi, dan ia yakin kalau
Luna ada disana. Dengan sekuat tenaga, ia langsung berlari menuju pantai ujung.
Begitu sampai di pantai ujung, Astra
melihat sosok Luna yang sedang duduk menangis.
“Luna!!”
Astra berteriak memanggil nama Luna hingga Luna menoleh ke arahnya.
Astra berjalan mendekat tetapi Luna
malah menjauh, “Luna, kau tidak perlu menyalahkan dirimu. Aku tau, kau tidak
bermaksud untuk mencelakaiku”.
“Astra,
aku seharusnya tidak berada di dekat mu, ataupun keluargamu”
Astra sedikit bingung dengan maksud
dari Luna itu, “Apa yang kau maksud Luna?”
“Aku
adalah Mermaid Astra. Aku dari bangsa Mermaid, terlebih aku adalah gadis suci.
Aku telah membohongimu selama ini, aku tak seharusnya berada di dekatmu. Aku
tidak ingin melukai mu lagi” air mata menetes ke pipi Luna.
“Luna...
aku tidak peduli kau dari bangsa Mermaid atau bukan. Bagiku Luna, yang ku cinta
adalah kamu”.
Air mata semakin deras mengalir
membasahi pipi Luna, “Astra... kita tidak bisa bersama. Kita tidak....
ditakdirkan untuk bersama”.
Walau perih, dan menyakitkan bagi
Astra maupun Luna, tetapi itulah takdir mereka. Mereka adalah sepasang kekasih
dari dua bangsa yang berbeda dan terikat janji satu sama lain. Walau begitu,
bagi Astra menyerah bukanlah suatu pilihan. Ia berjalan mendekati Luna, Astra
bersiap untuk kembali mendapatkan serangan yang sama. Dan benar saja begitu
hampir mendekati Luna, lingkaran sihir dari lambang bulan pada punggung Luna
kembali aktif dan menyerang dirinya. Tubuhnya kembali diterbangkan cukup jauh
dari Luna.
“Astra!!”
Namun Astra bangkit kembali, dan
kembali berjalan mendekati Luna. Luna tidak tahan melihat orang yang ia cintai
terlihat seperti ini karena dirinya. Dan sekali lagi saat Astra hampir bisa
memeluk Luna, tubuhnya kembali diterbangkan oleh sihir dari lambang bulan Luna.
“Astra,
sudah... sudah hentikan... Astra” isak tangis Luna benar-benar pecah melihat
Astra begitu menderita karena dirinya.
Astra bangun dengan sekuat tenaga yang
ia miliki. Sekali lagi ia berjalan ke arah Luna, tubuhnya sudah babak belur dengan
darah sudah keluar dari kepala dan tubuhnya karena luka. Ia berjalan mendekati
Luna, namun kali ini Astra berhasil memeluk Luna dan lingkaran sihir dari
lambang bulan di tubuh Luna hancur.
“Astra!...
Astra... kamu sangat gegabah... apa kamu tidak memikirkan nyawamu?” kata Luna
yang masih menangis sambil memeluk tubuh Astra yang sudah lemah. Luna memeluk
tubuh Astra sekuat yang ia bisa, tidak ingin melepaskannya apapun yang terjadi.
“Luna...
ini adalah caraku membuktikan seberapa besar cintaku padamu. Aku mulai
menyukaimu bahkan pada saat pertama kali kita bertemu... aku mencintaimu Luna”
Luna menangis sejadi-jadinya mendengar
pengakuan cinta dari Astra. Ia memeluk tubuh Astra dan menangis mengubur
wajahnya di dada Astra yang begitu hangat. Cukup lama tangis Luna sampai
akhirnya ia bisa menenangkan dirinya.
“Astra...
Aku juga mencintaimu”.
Setelah kejadian itu, Luna membopong
Astra kembali ke rumah. Luna benar-benar merawat Astra, karena ia masih merasa
bersalah. Ia membalut perban ke seluruh tubuh Astra bahkan sampai Astra sudah
mirip dengan Mummy. Anggota keluarga Astra kembali ke rumah dalam keadaan basah
kuyup karena hujan yang turun mendadak pada saat festival hendak dimulai.
“Astaga
Astra, apa yang terjadi pada mu nak?” Reaksi
ibu Astra benar-benar mencerminkan ibu-ibu sejati. Dimana ia,
mengkhawatirkan semua anaknya.
Astra
dan Luna menjelaskan semua detail apa yang terjadi pada semua orang di rumah
itu. Mulai dari kenyataan kalau Luna adalah seorang gadis suci dari bangsa
Mermaid, sampai kenyataan kalau saat ini Astra dan Luna resmi menjalin
hubungan. Semua orang senang mendengar kabar tersebut, kecuali si nenek yang
makin kuat menatap Luna dengan tatapannya.
Pada
malam harinya, hujan sudah berhenti di luar. Malam dihiasi oleh sinar rembulan
dan nyanyian dari kodok yang masih belum puas bermain bersama hujan. Dikamarnya
Astra masih belum bisa tidur, ia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi
pada hari ini.
“Astra,
kamu masih belum tidur?” kata Luna dengan lembut sambil membuka pintu kamar dengan
perlahan.
Astra hanya menjawab dengan
menggelengkan kepalanya, dan Luna masuk kedalam kamar Astra. Sekali lagi Luna
memeriksa luka-luka Astra, ia benar-benar merasa bersalah atas apa yang menimpa
dirinya.
“Luna,
kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak apa-apa” lembut suara Astra mengatakan hal
itu sambil mengelus rambut miliknya.
Luna hanya mengangguk mendengar
jawaban dari Astra. Ia masuk ke dalam selimut yang sama dengan Astra dan
berbaring disebelah Astra.
“Astra,
untuk malam ini biarkan aku tidur bersamamu ya?”
“Ya,
aku tidak keberatan Luna”.
Luna kemudian menggenggam tangan
Astra, wajah mereka saling bertemu dan Luna menatap mata hitam kebiruan gelap
milik Astra. “Astra, aku bisa melihat angkasa melalui matamu”
“Dan
aku bisa menatap seluruh lautan melalui mata mu Luna”.
“Astra,
biarkan aku memperkenalkan diriku pada mu sekali lagi. Karena aku merasa telah
bersalah telah membohongimu selama ini. jadi biarkan aku mengulang perkenalan
ku. Namaku, Sirenia Luna, 17 tahun”.
Astra sedikit terkejut mengetahui
kalau Luna dua tahun lebih muda darinya, “Baiklah kalau begitu aku juga akan
memperkenalkan diriku padamu Luna. Namaku Astra Karan, 19 tahun. Senang
berkenalan lagi dengan mu Luna”.
Reaksi dari Luna mengetahui kalau
Astra lebih tua darinya sungguh lucu sehingga membuat Astra membelai pipi Luna
dengan perlahan. Pipi Luna sedikit memerah karena malu, namun ia senang bisa
mendapatkan perlakuan seperti ini dari orang yang ia cintai. Dan malam mereka
habiskan dengan tidur bersama sambil berpegangan tangan.
Begitu matahari memunculkan cahayanya,
terdengar suara gaduh orang-orang yang baru saja membuka pintu rumah. Mereka
kaget bukan main karena melihat semua fauna laut kini berada di langit. Astra
dan Luna keluar dan menyaksikan ikan-ikan berenang di udara selayaknya mereka
berenang di dalam air. Ikan-ikan terumbu karang kini bebas bermain di jalanan
kota, memakan sisa-sisa makan yang ada di tong sampah. Kawanan ikan sarden terbang
bergerombol layaknya kawanan burung. Lumba-lumba menari bebas di angkasa luas
sejauh langit membentang. Dan kawanan paus bungkuk bernyanyi bebas menembus
awan-awan putih yang tinggi di langit.
Pemandangan indah ini dengan sekejap
berubah menjadi bencana. Dimana ikan-ikan predator kini banyak menyerang
orang-orang di pulau Marsh bakhan sampai melukai beberapa penjaga di kastil.
Tidak hanya ancaman dari ikan predator yang kini lebih mudah mencari mangsa, kini
para manusia di kerajaan Mermaid mengalami sesak nafas. Tubuh mereka satu
persatu kejang-kejang dan terjatuh di tanah. Termasuk anggota keluarga Astra
satu persatu mulai mengalami sesak nafas, wajah mereka membiru dan mulai
kehilangan kesadaran.
“Ibu,
Ayah, Jupi, Della....” Astra benar-benar tidak
bernafas. Seperti ada yang mengganjal tenggorokannya.
Disaat semua tumbang, si nenek masih terlihat
baik-baik saja. Ia berdiri menatap Luna dengan tatapan serius yang selalu ia
berikan padanya.
“Nek,
apa yang sebenarnya terjadi pada mereka? bisakah nenek membantu?”
“Percuma”
kata nenek itu dengan suaranya yang rintih dan gemetar.
“Apa
maksud mu nek?”
“Perjanjian
sakral telah dilanggar, kini manusia telah kehilangan tempat asal mereka”.
Luna tidak percaya kalau si nenek
mengetahui tentang perjanjian sakral. Siapa sebenarnya si nenek ini? Pertanyaan
itu terus menggema di dalam pikiran Luna. Tetapi ia tidak mau memikirkan hal
itu terlebih dahulu, ia lebih ke khawatir pada Astra dan keluarganya. Disaat
Luna sedang melakukan sebisanya untuk menjaga Astra dan keluarganya tetap
hidup, Runa datang ke kediaman Astra dengan dua Mermaid dari kuil. Di tangan
Runa terdapat semacam artifak berbentuk batu silinder dengan beberapa aksara
yang tidak diketahui oleh Luna.
“Lama
tidak bertemu Lilia Manatus” kata Runa kepada si nenek.
Lilia Manatus, nama itu terasa tidak
asing bagi Luna. Dan seketika muncul ingatannya yang memberitahu kalau Lilia
Manatus adalah gadis suci yang melanggar perjanjian suci sebelum Luna.
“Terima
kasih sudah datang Runa”. Kata si nenek dan Runa hanya mengacuhkan ucapan
terima kasih itu.
“Sirenia
Luna, jika kau ingin pria yang kau cintai itu selamat kau harus melupakan
cintamu padanya” kata Runa kepada Luna dengan wajah datar seperti biasanya.
“Apakah
dengan begitu seluruh manusia akan selamat?”
Runa hanya mengangguk memberikan
jawaban pada Luna. Diserahkan Runa artifak batu itu pada Luna lalu ia berpesan,
“Kau hanya harus menekan tombol batu pada artifak itu, dan semua manusia akan
lupa dengan dirimu dan kejadian ini juga akan terlupakan oleh semua manusia
kecuali kita para Mermaid”.
“Ja...ngan
Lu..na” kata Astra yang masih mencoba untuk bertahan agar kesadarannya tidak
hilang.
“Astra...”
air mata jatuh ke pipi Luna dan mengalir membasahi pipi Astra yang berada di
pelukan Luna. “Maafkan aku Astra... tapi... biarkan kali ini aku....
menyelamatkan mu”.
Air mata tak bisa terbendung lagi dari
Astra. Ia melihat kekasih hatinya untuk terakhir kalinya, Astra mencoba sekuat
tenaga mengangkat tangannya membelai pipi Luna untuk terakhir kalinya.
“Astra...
Aku selalu mencintai mu. Aku akan selalu mencintaimu” kata Luna dengan air mata
deras mengalir di pipinya, dan akhirnya Astra pingsan dipelukan Luna.
Dan untuk yang pertama dan terakhir
kalinya, ia mencium kekasih hatinya di dalam dekapannya. Diletakkannya kepala
Astra dengan perlahan dan ketika ia hendak siap menekan tombol batu pada
artifak itu, Luna mengucapkan selamat tinggal dan cahaya putih menyelimuti
seluruh dunia ketika Luna menekan tombol batu dari artifak tersebut.
Beberapa jam kemudian, para manusia
yang pingsan kini kembali sadar. Para ikan juga sudah kembali ke dalam lautan.
Dan tak ada satu orangpun yang mengingat apa yang barusan terjadi. Sama seperti
tidak ada satu orang pun yang mengingat Sirenia Luna, gadis cantik periang
berambut putih dari bangsa Mermaid. Dan kehidupan orang-orang di kerajaan
Mermaid berjalan seperti semula.
Mungkin bagi semua orang semua berjalan
seperti tidak ada yang salah. Tetapi bagi Astra, seperti ada sesuatu yang telah
diambil darinya, sesuatu yang penting, sesuatu yang dibutuhkan olehnya untuk
menemani hidupnya. Tetapi mau seberapa keras ia mencari tahu, ia tetap saja
tidak ingat. Bahkan sampai bertahun-tahun, Astra terus mencari tahu apa yang
telah hilang darinya. Dan terkadang pikirannya menyuruhnya untuk menyerah
mencari sesuatu yang tidak ada, namun hatinya menyuruhnya untuk jangan pernah
menyerah. Pikiran dan hatinya bertengkar di dalam tubuh Astra, tetapi tubuhnya
menyuruhnya untuk berlari ke pantai ujung yang tidak pernah dikunjungi oleh
orang lain. Tanpa pikir panjang ia berlari kesana, mencari sesuatu yang entah
apa ada disana.
Dan ketika ia sampai disana, ia
melihat seorang perempuan beramput putih panjang, bersinar terang memantulkan
cahaya mentari. Gaun putih tipis dan topi jerami adalah kombinasi yang sangat
bagus. Astra berjalan mendekat ke arah gadis itu. Begitu cukup dekat, gadis itu
berkata, “Aku selalu mencintai mu kamu tahu itu?”
Semacam sengatan listrik terasa di
menusuk sepersekian detik ke dalam kepalanya Astra, “Ya aku tahu itu. Kamu
selalu mencintai ku, dan aku juga selalu mencintaimu”.
Perempuan itu berdiri dari bangku yang
ia duduki, matanya kini berlinang dengan air mata kebahagian dan ia tersenyum
manis pada Astra.
“Selamat
datang kembali angkasa”
“Aku
pulang lautan”
TAMAT










Komentar
Posting Komentar