BOOK OF CRIME CHAPTER I: DELUSI
BOOK OF CRIME
Chapter I
Delusi
karya : Ahmad Tetsuya
Kebahagiaan,
adalah suatu hal yang di inginkan semua orang. Tak terkecuali aku. Aku yang
hanya ingin dihargai, dan dipandang sebagai salah satu anggota masyarakat. Tak
lebih, tak lebih dari itu. Saat semua orang pergi menghabiskan waktu kosong
mereka dengan berkumpul dan bersenang senang, sedangkan aku yang hanya duduk di
kursi di bawah pohon rindang ini dengan di temani bayang-bayangku.
Aku
hidup dalam kesendirian tanpa sosok keluarga yang membesarkan ku, ibuku
meningal saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar dan ayah juga meninggal
dalam melakukan tugasnya. Aku tumbuh dan besar di sebuah panti asuhan dan masih
tinggal di sana sampai saat ini. Tak banyak kisah hebat dalam hidupku yang bisa
kuceritakan kepada kalian, mungkin hanya beberapa. Terutama saat aku
mengambilkan sebuah balon milik anak kecil yang tersangkut di pohon dan anak
itu memberi sebuah permen lolipop sebagai imbalan padaku. Bukan main senangnya
aku, karena itu pertama kalinya aku mendapatkan hadiah dan ucapan terima kasih.
Beberapa
jam setelah aku duduk di kursi ini, seorang gadis datang menghampiriku dan
bertanya “ maaf bang, abang lihat gak dompet putih disekitar sini?”. Terkesima
aku melihat kecantikan bidadari ini membuatku hampir lupa untuk menjawab
pertanyaan darinya. “Maaf kak saya gak lihat “
“
O, begitu ya. Beneran abang gak lihat dompet putih sekitar sini? Kata orang,
abang yang sering nongkrong disini, masa abang gak lihat?”
“
Iya kak benar saya gak lihat “
Dan
perempuan cantik itu pergi berlalu meninggalkanku dengan langkah yang cepat.
Keesokan harinya saat aku tiba di kampus dan hendak masuk kelas, aku melihat
gadis yang kemarin sedang duduk di kursi yang ada di bawah pohon, tempat kami
bertemu semalam. Aku berjalan di hadapannya dan sesekali aku melirik ke
arahnya, namun seketika ia bangun dari tempat duduknya dan langsung memegang
kerah lengan bajuku dan berkata, “ Maaf ya bang, kemarin saya sedikit
keterlaluan sama abang dan ternyata dompet ku ketinggalan di kantin, sekali
lagi saya minta maaf “, kata gadis itu menundukkan wajahnya yang sedikit merah
itu.
“ Ya gak papa kak “, dengan ekspresi malu aku berkata demikian.
Dan
ia melepaskan tangannya dari kerah lenganku“ O ya saya belum sempat
memperkenalkan diri, perkenalkan saya Ummi Hasanah Dan abang ?”.
“
S...sa saya Candra Giyu, s..salam kenal kak”
“
Salam kenal juga bang Giyu “, dengan mengulurkan tangannya perempuan itu
tersenyum dengan sangat ramah ke arahku. dan aku menjabat tangannya dan kami
telah berkenalan.
Semenjak
hari itu aku dan Ummi selalu bertemu di kursi tempat kami bertemu pertama kali.
Kami membicarakan banyak hal saat kami bertemu seperti urusan kuliah, dan
kegiatan sehari-hari, namun saat Ummi menanyakan soal masa laluku aku terdiam
dan bimbang apakah aku harus menceritakan masa laluku yang kelam pada Ummi.
Melihat aku yang sedang bimbang, Ummi menggenggam tanganku dengan erat dan
menenangkan diriku “ Gak papa bang Giyu”.
Ku
lihat wajahnya dan kujelaskan kepadanya bahwa ini bukanlah topik yang bagus
untuk obrolan, “Tapi ini bukanlah cerita yang menyenangkan”. Namun ia
menggenggam tangan ku dan berkata.
“
Tidak apa-apa”.
Diam
aku sejenak untuk mencari kata yang tepat untuk memulai kisahku. “Aku terlahir
dari keluarga biasa seperti kebanyakan orang lain. Hidup dengan bahagia, di
sayangi oleh ayah dan ibuku dan bisa dibilang keluarga kami hidup dengan
normal. Ayah adalah seorang polisi dan ibu adalah seorang ibu rumah tangga yang
baik. Hidup ku sangat sempurna sampai disaat ibuku mengalami keguguran saat ia
mengandung adikku, dan sejak saat itu kehidupanku berubah. Setelah
mengalami keguguran ibu suka melamun sendirian dan menyalahkan dirinya sendiri
atas kematian anak yang dikandungnya dan beliau meninggal karena penyakit.
Sedangkan ayahku merawat setelah kematian ibu, namun dia juga meninggal dalam
tugas. Rekan ayah tidak memberitahukan dengan jelas kematian ayah saat itu. Dan
aku dititipkan di sebuah panti asuhan yang hampir bangkrut, di sana aku harus
bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari hari karena panti asuhan tersebut tidak
mampu menyediakan makanan “. Diam lagi aku sejenak, untuk mengambil napas
sekali lagi dan mulai bercerita kembali. " Aku bekerja serabutan sebagai
tukang bersih-bersih di sebuah sekolah dasar, lalu menjadi tukang cuci piring di
sebuah rumah makan, dan kini aku bekerja sebagai pegawai foto-copy dan
kurasa itu cukup untuk menghidupiku untuk saat ini".
Ummi
hanya terdiam menatapku, walau ceritaku sudah berakhir, "Itu...sangat...
aku sungguh prihatin dengan keadaan bang Giyu”.
Ku
palingkan wajahku dari pandangan Ummi dan mulai menatap kebawah, “ Tidak
apa-apa Ummi, itu semua sudah berlalu jadi tidak perlu di pikirkan”.
Tapi
air mata meluncur deras membasahi pipiku tanpa kusadari.Dengan segera aku
menghapus air mataku. Di dalam hati aku merasa muak dengan diriku yang lemah
ini. Kenapa aku menangis? Aku tidak boleh begini di hadapan Ummi
bisa-bisa dia menjauh dariku seperti yang lain. Sontak saja Ummi memegang
kepalaku dan meletakkan kepalaku di pangkuannya. Di usapnya rambutku sambil
membisikkan“ Buanglah kesedihan itu bang Giyu, abang sudah menjalani mimpi
buruk itu dan saatnya untuk abang bangun dari mimpi yang menyedihkan itu karena
Ummi akan selalu ada di sisi bang Giyu untuk selamanya”. Semenjak itu rasanya
semua beban yang kutanggung selama ini sudah menghilang dan aku dan Ummi
menjadi lebih dekat lagi dari sebelumnya. Orang-orang melewati kami berdua
sambil menatap tajam kearah kami, tapi aku sudah tidak memerdulikannya lagi
karena dunia ini sudah serasa jadi milik kami berdua.
Hari
demi hari, bulan demi bulan kami lalui dan akhirnya tiba bulan november dan
hari ini adalah hari ulang tahun Ummi. Aku dan Ummi pergi ke kafe Libra, kafe
yang baru-baru ini lagi trend karena di kafe ini menyediakan konsep nongkrong
dengan dikelilingi sekumpulan kucing, dan di sana aku berencana memberikan
kejutan untuk Ummi. Kami duduk di sebelah jendela yang menampilkan pemandangan
hilir mudiknya kendaraan dan orang-orang yang berjalan melintas di depan kafe.
Aku memesan kopi hitam dan Ummi memesan kopi latte lalu kami
berbincang-bincang sambil ditemani kucing-kucing yang ada di kafe ini. Tak lama
kemudian seorang pelayan datang menghantarkan sebuah kue ualng tahun, yang
beriaskan lelehan cokelat dan strawberi yang diberi parutan keju diatasnya.
Namun entah kenapa pelayan itu terlihat sedikit aneh, ia memandang kearah kami,
atau mungkin kearahku dengan tatapan heran. Aku mencoba untuk
menghiraukan hal itu, lalu kulihat tampak wajah bingung dari Ummi dan ia
bertanya.
“Bang
Giyu ini apa ...?”
“Selamat
ulang tahun Ummi, mungkin hanya ini saja yang bisaku berikan untuk Ummi”.
Air
mata jatuh ke pipi gadis cantik itu sambil tersenyum “Terima kasih bang Giyu
Ummi sangat senang sekali. Nah mari kita makan kuenya”. Sambil menghapus air
matanya Ummi mulai memotong kue itu menjadi beberapa bagian, dan meletakkan
potongan kue itu ke sebuah piring yang lebih kecil lalu mulai memakannya. Dan
untungnya Ummi suka dengan kuenya.
“Kue
ini sangat enak baang...” teriak gadis manis itu sambil memakan kuenya. Ummi
terlihat sangat senang, begitu juga aku yang merasa senang. “Abang juga
kuenya jangan lupa dimakan, Ummi mana sanggup menghabiskan kue ini sendirian”.
Aku
mulai mengambil sepotong kue tar itu lalu memakannya dan begitu masuk ke mulut
rasa manis dari lelehan cokelat dan lembutnya lapisan kuenya membuat lidahku
mati dalam kenikmatan dan rasa asam manis khas stroberi menyempurnakan kue tar
itu. Dan harus ku akui koki yang membuat kue ini sangatlah jenius.
Tak
terasa waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, sudah saatnya kami untuk
berpisah. Sewaktu aku mengantarkan Ummi pulang ke rumahnya semua orang di
sekitar memperhatikan kami. Mungkin kami terlihat seperti pasangan yang serasi.
Aku mencoba untuk tidak memperhatikan tatapan mereka. Rumah Ummi berada di
dekat stasiun kota yang sudah bertahun-tahun tidak beroperasi lagi.
Lingkungannya terkesan cukup menyeramkan, tapi aneh juga Ummi mau tinggal di sini.
Saat
di depan pintu rumah Ummi berbalik dan meninggalkan senyuman manis dan
berkata,” Bang kita bertemu besok di tempat kita pertama kali jumpa ya!”. Aku
melongo sambil menganggukkan kepala, dan Ummi masuk dan pintu itu tertutup. Dan
harus kuakui, senyumannya tadi benar-benar masuk kehatiku dan mungkin akan
menghantui malam ini.
Aku
kembali ke panti asuhan dan tak sabar menunggu hari esok dan bertemu dengan
bunga yang saat ini mekar di dalam hatiku. Pada malam itu aku lupa meminum obatku
dan langsung pergi tidur. Keesokan harinya aku pergi ke tempat yang dijanjikan,
ya bangku yang ada di bawah pohon kampus ini merupakan tempat aku bertemu
pertama kali dengan Ummi. Jantungku berdegup kencang sekali tidak seperti
biasanya, hari ini matahari bersinar terik membuat tubuhku basah mandi
keringat, tapi tak apa demi dirinya aku rela.
Hampir
satu jam aku duduk di bangku ini dan untungnya pohon ini mulai menghalangi
sinar matahari yang sangat terik dan nyanyian burung-burung mulai membuatku merasa
tenang dan akupun mulai mengantuk dan kegugupanku pun hilang. Saat mataku
hampir terpejam selintas aku melihat sosok yang kutunggu-tunggu berjalan di
depanku. Aku langsung bangkit dan mengejarnya lalu menggenggam tangannya.
Sontak gadis itu langsung melepaskan genggaman tanganku dan mulai marah-marah
padaku.
“Apaan
sih bang pegang-pegang tangan orang saja”. Ada apa dengan Ummi hari ini ia
terlihat aneh.
“Ada
apa Ummi kamu seperti seakan tidak mengenalku”.
“Maaf
bang saya memang tidak mengenal abang. Lagi pula siapa Ummi ?” gadis itu pergi
meninggalkan ku dengan hati yang jengkel. Masih terkejut dengan apa yang
barusan aku dengar, aku duduk itu kursi itu dan mulai berpikir.
"Apa
maksudnya ini? Aku tidak mengerti? Jadi gadis bernama Ummi itu tidak ada? Lalu
siapa gadis yang selama ini bersamaku? Apakah itu hanya delusiku? Padahal aku
ingin mengungkapkan perasaan ini padanya." Aku yang masih tidak
percaya langsung bergegas pergi ke rumah Ummi dan yang kudapati adalah sebuah
rumah tua yang sudah di tinggalkan. Delusi ini sangat memuakkan.
Matahari
yang tadinya terik kini tertutup awan dan rintik hujan mulai berjatuhan, aku
pergi meninggalkan tempat itu diiringi awan yang menangis untukku. Dan tak lama
dari itu muncul berita bahwa dua orang dinyatakan telah menghilang dan belum
ditemukan. Sampai sebulan kemudian seseorang menemukan mayat perempuan ada di
gorong-gorong dengan luka tusukan di sekujur tubuh. Setelah di identifikasi
ternyata mayat tersebut adalah orang yang dinyatakan menghilang tersebut. Dan
sampai sekarang pelakunya belum ditemukan. Berita itu tersebar dengan sangat
cepat hingga terjadi kasus yang serupa berulang kali, mayat-mayat ditemukan di
gorong-gorong dan pelakunya masih bebas berkeliaran mengintai mangsa
berikutnya.










Komentar
Posting Komentar