SECRET SOCIETY SERIES Volume 1: SUMMER ISLAND

 

 SECRET SOCIETY SERIES : SUMMER ISLAND

Karya : Ahmad Tetsuya

 


“Ketakutan terbesar dari manusia adalah ketidaktahuan”

 

Kesialan

1 Desember 2019, pukul 5.30 pagi.

Sebuah truk dari perusahaan rokok terkenal sedang melintasi jalanan kota yang sepi karena masih pagi buta, setelah berhenti sejenak di warung kopi 24 jam. Di dalam truk, terdapat dua orang yang bertugas untuk mendistribusikan rokok ke toko-toko atau swalayan-swalayan yang ada di Summer Island. Summer Island adalah sebuah pulau yang menjadi tempat wisata favorit masyarakat di negara Venti. Pulau itu menyuguhkan pesona pantai yang indah, dan terumbu karang yang eksotik. Setiap tahunnya pulau itu ramai dikunjungi oleh wisatawan.

Pasha, orang baru yang baru saja bekerja seminggu yang lalu. Ini adalah pengiriman pertamanya ke Summer Island, dan juga kunjungan pertamanya ke pulau itu. Lalu rekanya Rohan, orang yang sudah 10 tahun bekerja di pekerjaan ini yang sudah berpengalaman dalam bidangnya dan sudah pergi ke berbagai tempat untuk mendsitribusikan rokok dari perusahaannya.

Rohan menyetir mobil truk itu dengan kecepatan yang sedang, dengan alunan musik dari band “Bring Me The Horizon” dan “Avenged Sevenfold” yang menemani perjalanan mereka. Rohan adalah pribadi yang terbuka dan mudah untuk diajak bicara. Umurnya yang sudah kepala tiga akhir membuatnya menjadi pribadi yang akan menceritakan apa saja yang ia lalui. Berbeda dengan Rohan, Pasha adalah orang yang tertutup. Orang-orang sedikit sulit berbicara dengannya karena perawakannya yang sedikit galak, bukan karena sifatnya namun karena mata dan alisnya yang sedikit menyeramkan menurut beberapa orang. Namun karena Rohan sudah mengetahui sifat dari juniornya itu, ia bisa mengobrol secara santai dengannya.

Selama di perjalanan mereka juga harus berhenti di berbagai kota untuk mengantarkan rokok di kota itu, sebelum sampai di tujuan terakhir mereka di Summer Island. Dan kota terakhir sebelum Summer Island adalah kota Nuevo. Keadaan kota pagi itu cukup berkabut yang membuat jarak pandang sedikit berkurang. Mereka singgah ke swalayan terakhir di kota Nuevo, dan mengantarkan paket rokok untuk toko itu. Rohan membeli dua kaleng minuman kopi dan memberikannya pada Pasha yang sudah selesai mengantar paket rokok dan sedang menunggu di dalam mobil. Mereka meminum kopi itu dan terasa badan mereka segar kembali dan tak lama kemudian mereka berangkat menuju Summer Island.

Setelah melewati kota Nuevo, truk mereka masuk ke jembatan yang menghubungkan pulau utama dengan Summer Island. Jembatan itu merupakan satu-satunya akses yang menghubungkan pulau utama dengan Summer Island. Jembatan itu lumayan panjang dan hampir sepanjang satu kilometer. Selama melintasi jembatan, mereka membicarakan tentang seorang bangsawan Queen dari negara sebelah yang kabarnya di culik.

“Nak Pasha, apa kau tau berita mengenai putri kedua keluarga Queen itu?” kata Rohan membuka pembicaraan.

“Iya. Aku sempat mendengarnya di berita kemarin. Tetapi setelah aku cek lagi berita terbarunya, katanya si pelaku sudah ditangkap oleh si detektif yang terkenal itu”.

          Pak Rohan sedikit terkejut dan mengalihkan pandangannya ke arah Pasha yang sontak membuat Pasha sedikit kaget dan meminta pak Rohan untuk fokus ke jalan.

“Waahh....” kata pak Rohan yang masih sedikit tidak percaya, “Aku tidak percaya negara Iustia itu mempunyai seorang yang jenius sepertinya”.  Ucap pak Rohan dengan tatapan yang sedikit sedih terpancar dari wajahnya.

          Pasha yang menyadari hal tersebut menanyakan hal tersebut “ Apa ada masalah pak ?”

“Tidak.... tidak ada apa-apa” ucapnya dengan pelan.

 Mereka diam sejenak dan Pasha masih merasa khawatir pada orang tua itu. Tatapan dari Pasha membuat pak Rohan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. “ Sebenarnya aku sudah memiliki keluarga” kata pak Rohan memulai ceritanya, “Aku menikah dengan perempuan yang sangat luar biasa, Nino namanya. Dia adalah perempuan yang berasal dari Iustia dan bekerja di Agra, kami bertemu di Summer Island 12 tahun yang lalu. Kami memiliki banyak kecocokan dan rasa cinta tumbuh diantara kami sehingga akhirnya kami menikah dan dikaruniai seorang anak perempuan yang cantik. Kuberi nama Meili dengan harapan ia akan tumbuh menjadi perempuan yang cantik seperti ibunya. Namun lima tahun yang lalu aku dan istriku bertengkar hebat dan akhirnya kami bercerai. Meili, putriku ikut dengan ibunya pulang ke Iustia. Bertahun-tahun aku tidak mendengar kabar dari putriku dan kerinduan terkadang merasuk ke hatiku saat aku mendengar kata Iustia”

          Raut wajah pak Rohan tidak berubah, namun Pasha paham kalau itu adalah cara pak Rohan untuk menyembunyikan rasa sedihnya. Pasha cukup merasa bersalah karena telah menanyakan hal itu, jadi ia menepuk pundak pak Rohan dan menyemangatinya sambil berkata, “Bagaimana kalau minggu depan pak Rohan ambil cuti dan pergi mengunjungi putri anda?”

          Mendengar saran dari Pasha, pak Rohan kembali bahagia. Menurutnya itu adalah saran yang bagus dan ia berterima kasih pada Pasha. Terkadang seseorang memang harus menceritakan masalahnya, pada orang yang tepat, begitu menurut Pasha yang sedang melamun di atas mobil yang melaju di jembatan yang tertutup kabut tebal.

          Memang benar disepanjang melewati jembatan ini, kabut semakin tebal saja. Sampai jarak pandang tidak sampai satu meter di depan mata. Biasanya pemandangan laut yang indah bisa dilihat saat melintasi jembatan ini, namun sekarang apapun tidak terlihat. Pak Rohan menurunkan kecepatan dan menyalakan lampu truknya. Sudah beberapa kali pak Rohan ke Summer Island namun baru kali ini dia mengetahui tempat itu ditutupi kabut seperti ini.

          Sampai di ujung jembatan mereka melintasi tanda selamat datang di Summer Island yang ada di sisi kanan jalan yang menandakan mereka telah sampai di Summer Island. Summer Island memiliki luas sekitar 450 km2, di  sebelah barat daya pulau terdapat taman bermain “Aryana”. Taman bermain itu merupakan taman bermain terbesar ke-3 di seluruh Venti. Dan ketika ingin kesana jalan masuknya tak jauh dari tanda selamat datang yang ada di dekat jembatan. Lalu di tengah pulau terdapat kota yang cukup megah, yaitu kota Olaq. Para wisatawan biasanya pergi kesana jika ingin berbelanja sovenir dan cindramata. Kemudian terdapat hotel-hotel berkelas di sebelah barat pulau dekat dengan objek wisata pantai yang menawan. Pantai itu berada di sebelah barat dan membentang sampai ke utara pulau.

          Lalu di utara kota Olaq, terdapat bangunan yang berbeda dengan bangunan disekitarnya. Warga menamai bangunan itu sebagai monumen Dirilis. Menurut warga setempat, bangunan itu dulunya berfungsi sebagai tempat ibadah dari suatu agama, namun tempat itu sudah tidak berfungsi lagi, tetapi bangunan itu tetap dijaga dan dirawat sebagai bangunan bersejarah. Di depan bangunan itu terdapat alun-alun taman yang befungsi sebagai pusat dari kota Olaq.

          Para penduduk setempat tinggal di sebelah timur pulau, berkebalikan dari para wisatawan yang tinggal di hotel yang ada di sebelah barat pulau. Dan terdapat sebuah pembangkit lisrik yang berada di sebelah timur laut pulau yang menghasilkan listrik untuk pulau Summer Island.   Setibanya mereka di Summer Island yang juga tertutupi kabut tebal, pak Rohan membawa truknya ke kota Olaq untuk mengantarkan rokok ke toko-toko yang ada disana. Tetapi suasana di kota itu terasa sangat tidak mengenakkan. Terlalu sepi bahkan untuk sebuah kota wiasata di pagi hari. Jam sudah menunjukkan pukul 7.00 pagi namun tidak ada manusia yang menampakkan batang hidungnya di kota itu. Begitu sampai di swalayan Aprilmidi, pak Rohan dan Pasha turun dari truk mereka.

“Bukankah disini terlalu sepi pak ?” kata Pasha yang merasa heran dengan situasi saat ini.

“Iya, kau benar nak Pasha. Ada baiknya kita periksa kedalam toko, siapa tau ada orang”

“Iya, bapak benar”.

          Pak Rohan pergi ke dalam truk dan mengambil dua pasang senter yang ia siapkan untuk jaga-jaga saat dalam perjalanan. Ia memberikan satu senter kepada Pasha dan mereka berjalan bersama ke arah swalayan itu. Lampu di dalam swalayan masih menyala dan begitu pak Rohan ingin membuka pintu depan, pintunya dapat di buka.

“Saya akan periksa pintu belakangnya dulu, nak Pasha tolong periksa bagian dalam ya” kata pak Rohan yang mulai kebingungan dengan apa yang terjadi.

“Baik pak. Bapak hati-hati ya” kata Pasha pada pak Rohan dan setelah itu mereka berpisah.

          `Pasha masuk ke dalam toko swalayan itu dengan langkah yang perlahan. Ia menyusuri rak dagangan dan memeriksa semua bagian dari tempat itu, namun tidak ada yang aneh. Lalu selanjutnya Pasha masuk ke ruangan para staf, mulai dari ruangan istirahat, ruang ganti, dan juga kantor, ia tidak mendapati adanya kehadiran dari seseorang ataupun hal yang aneh. Sisa ruangan gudang yang belum diperiksa oleh Pasha. Ia berjalan ke arah gudang namun entah mengapa ia mendadak merasa waspada. Seolah ada seseuatu yang mengamatinya. Lampu di gudang penyimpanan tidak bisa menyala walau saklarnya sudah dinyalakan. Hal itu tidak memberi pilihan Pasha untuk menyalakan senter yang ia bawa sebelumnya. Ia memasuki gudang itu, mengecek segala tempat namun ia tidak menemukan keberadaan seseorang.

          Karena merasa telah selesai menyelidiki bagian dalam toko, Pasha teringat dengan pak Rohan dan merasa khawatir padanya sehingga membuat Pasha bergegas untuk menyusul pak Rohan. Begitu sampai di depan toko, Pasha mulai berteriak memanggil pak Rohan. Namun pak Rohan tidak juga menyaut panggilannya. Rasa khawatirnya semakin memuncak hingga membuat Pasha berlari ke belakang toko. Sesampainya disana ia tidak menemukan pak Rohan walau ia berteriak sekeras-kerasnya memanggil nama pak Rohan. Rasa takut mulai menjalar ke diri Pasha, ia menjadi was-was dengan sekelilingnya. Tubuhnya mulai gemetar, keringat mengucur deras dari dahi menetes deras ke pundaknya. Sekilas dari sudut matanya ia melihat sekelibat bayangan bergerak dengan cepat menghilang dari pandangannya. Hal itu semakin menambah ketakutan dari Pasha. Tubuhnya gemetar semakin hebat seakan kakinya tidak bisa menahan beban badannya lagi.

          Dan seketika sesuatu menyentuh pundak Pasha dari arah belakang. Pasha yang sudah sangat ketakutan berteriak sekeras-kerasnya bahkan sampai terduduk di lantai. Teriakannya berhenti begitu ia mengetahui kalau, sosok itu adalah pak Rohan.

“Pak Tolong jangan buat saya keget seperti itu pak!” kata Pasha dengan marah dan kesal, karena hal itu bisa saja membuat jantungnya copot.

“Maaf nak Pasha tapi tadi saya mendengar nak Pasha berteriak jadi saya langsung menghampiri kamu”.

          Pasha kembali berdiri dan membersihkan bagian belakang celananya yang kotor sambil berkata “Jadi apa yang bapak temukan?”

“Saya tidak bisa menemukan apa-apa. Terlebih karena kabut ini saya hampir tidak bisa melihat keadaan toko ini dengan jelas” ucap pak Rohan menjelaskan apa yang ia temukan. “Tapi...” sambung pak Rohan “saya merasa ada orang yang mengikuti saya”.

“Saya juga merasa diikuti pak” sambung Pasha dengan cepat.

          Diskusi mereka berdua terhenti karena mereka mendengar sebuah tawa seorang anak kecil. Tawa itu bergema di sekitar mereka, seakan mengelilingi mereka. Semakin lama tawa itu terdengar semakin tidak nyaman, menjadi lebih menyeramkan dan semakin menyeramkan. Pasha yang sudah sedari tadi ketakutan tidak sanggup untuk berdiri, ia jongkok dan menutup mata dan telinganya seperti anak kecil. Berbeda dengan Pasha, pak Rohan nampak siap dengan senter dan sebatang tongkat kayu yang ia ambil tadi saat melakukan investigasi. Suara tawa itu semakin menjadi-jadi dan membuat pak Rohan semakin mantap untuk melakukan serangan.

Suara tawa itu berhenti sejenak lalu berbisik di telinga pak Rohan dengan lembut sambil berkata “ayah...”

          Seketika pak Rohan menjatuhkan senter dan tongkat kayu dari genggamannya. Mendadak ia melihat putrinya dihadapannya, mengenakan gaun kecil berwarna merah muda, dengan rambut yang di ikat kebelakang dan hiasan rambut berbentuk telapak kucing di rambutnya, tersenyum hangat pada Rohan.

“Meili.... Apa itu kamu nak?  Ini ayahmu nak. Ayah merindukanmu... ayah san.... ayah sangat merindukan mu...” air mata jatuh deras dari mata pak Rohan.

“Apa yang kau katakan pak? Disana tidak ada siapa-siapa” kata Pasha yang melihat pak Rohan mulai bertingkah aneh.

          Pasha sama sekali tidak melihat siapa-siapa di hadapannya, hanya ada kabut tebal. Berbeda dengan pak Rohan yang mana ia melihat putrinya dihadapannya, tersenyum hangat pada ayahnya. Dan sepertinya kerinduan dari pak Rohan terhadap anaknya sudah membutakan logikanya. Pasha merasa akan berbahaya membiarkan pak Rohan dibiarkan begitu, sehingga ia harus mencoba menyadarkan pak Rohan.

          Pasha berdiri dan mulai mengguncang bahu pak Rohan. Namun pandangannya masih menatap ke depan. Karena belum berhasil, Pasha berpindah ke hadapan pak Rohan dan kembali mengguncang pundak pak Rohan sambil memanggil namanya. Namun mau seberapa keras usahanya ia tetap tidak berhasil menyadarkan pak Rohan.

          Putri pak Rohan yang tersenyum itu, entah kenapa tiba-tiba menangis, dan berlari menjauhi pak Rohan. Pak Rohan yang melihat hal itu langsung bergegas mengejar putrinya dan tidak menghiraukan Pasha yang ada di hadapannya dan meningalkannya begitu saja. Pasha yang merasa tidak bisa melakukan apa-apa hanya bisa menunduk meratapi nasibnya sekarang, berada di tempat yang menyeramkan, sendirian. Tetapi ia kembali teringat dengan kebaikan yang pernah diberikan oleh pak Rohan padanya. Disaat hari pertama bekerja, tatapannya yang galak, membuat orang-orang enggan untuk berbicara dengannya, namun hanya pak Rohan yang berani berbicara padanya.

          Pasha memantapkan hati dan berniat untuk menyusul pak Rohan. Ia berlari ke arah pak Rohan pergi sebelumnya. Pasha berlari hingga nafasnya sedikit terengah-engah. Seketika tubuh Pasha terbujur kaku ketika menemukan pak Rohan sudah tidak bernyawa di tangan seorang gadis kecil berkepang dua dengan mata hitam pekat tanpa adanya putih dimatanya, mengunyah kepala pak Rohan seperti jajanan dengan giginya yang tajam. Tersenyum lebar kehadapan Pasha, bagian dari otak pak Rohan jatuh ke jalanan, darah mengucur deras dan membasahi gaun one piece putih milik gadis itu. Gadis, bukan, makhluk itu jongkok dan mengambil potongan otak yang jatuh tadi dengan tangannya yang hitam di bagian jari dan menawarkannya pada Pasha.

          Pasha tak bisa bergerak karena sudah sangat ketakutakan, keringat dingin terus mengucur deras, tangannya mendingin sedingin es, bahkan tanpa ia sadari ia sudah kencing di celana. Angin sedikit bertiup dan menutupi sosok itu hingga tidak terlihat lagi, Pasha memberanikan dirinya untuk menyenteri tempat dimana makhluk itu berada, namun nampaknya sosok itu sudah pergi. Hatinya nampak tenang walau hanya sedikit namun seketika terdengar suara tawa kecil disebelah telinga Pasha yang membuat ia langsung lari terbirit-birit meninggalkan tempat itu.

          Ia terus berlari bahkan sampai Pasha tidak sadar kalau ia sudah sampai di jembatan. Ia terus berlari selama 40 menit tanpa henti. Karena sudah kelelahan Pasha tersungkur di jalanan, nafasnya terasa berat dan matanya mulai kabur. Namun sesaat ia melihat burung-burung terbang menjauhi Summer Island, dan suara tawa menggema dengan sangat jelas. Sebuah tawa yang begitu jahat dan menyeramkan. Pasha masih mencoba untuk menjauh dari pulau itu dengan cara menyeret tubuhnya. Perasaan takut, gelisah, sedih dan tak nyaman memenuhi dirinya. Hingga akhirnya ia pingsan di jembatan.

          Seorang pengendara mobil yang berasal dari kota Nuevo melintasi jembatan bertujuan untuk mengunjungi sanak keluarganya di Summer Island. Ditengah perjalanan ia menemukan seseorang yang pingsan dan langsung membawanya kembali ke kota Nuevo. Pria itu dibawa ke rumah sakit terdekat. Dan desas desus apa yang terjadi di Summer Island mulai menyebar luas di Negara Venti. Para masyarakat yang ada di selat Gaib dekat kota Nuevo mulai melihat keanehan dan penampakan di Summer Island, yang membuatnya menjadi topik hangat di Venti.

 

Konspirasi

9 Desember 2019, pukul 7.30 pagi.

          Di suatu apertemen, lantai 3, kamar nomor 310, di kota Agra, seorang perempuan sedang terburu-buru untuk berangkat ke kantor. Ia mengenakan pakaiannya dengan tergesa-gesa, lalu di mulutnya terdapat roti tawar yang baru saja ia panggang di panggangan roti. Apartemen itu begitu berantakan, kaleng-kaleng minuman bersoda ada di lantai, pakaian berada di sofa, dan buku-buku berserakan di atas meja makan. Selesai bersiap-siap perempuan itu mengunci pintu apartemennya dan bergegas turun kebawah.

          Perempuan itu bernama Rio Alamanda, seorang reporter dari stasiun televisi, Doortv . Pagi itu ia mendapat pesan dari atasannya untuk datang ke kantor karena ada rapat penting yang mendadak, padahal hari itu merupakan hari liburnya. Tentu saja itu membuat Rio menjadi kesal dan mengoceh pada atasannya, karena mengganggu hari liburnya. Sesampainya di luar apartemen, temannya Rio yaitu Cassandro Riga, orang yang bekerja di tempat yang sama dengan Rio dan juga merupakan seorang kameramen, ia menunggu di dalam mobil van sambil memakan permen karet. Begitu Riga melihat Rio di luar apartemen, ia langsung membukakan pintu vannya dan memanggil Rio.

“Kak Rio, apa kakak sudah siap berangkat?” katanya sambil mengunyah permen karet.

“Tunggu sebentar, aku ingin mengecek apakah barangku tidak ada yang tertinggal” ucap Rio sambil melihat-lihat isi tas tangannya. “Sepertinya semua sudah lengkap, ayo berangkat”. Dan Rio masuk ke dalam van dan akhirnya mereka berangkat.

          Pagi itu, jalanan belum terlalu ramai oleh kendaraan, jadi kemungkinan mereka bisa sampai dengan cepat. Di dalam mobil, wajah Rio masih saja cemberut kesal, ia membuang wajahnya ke arah jendela dan membiarkan rambut hitam panjangnya di mainkan oleh angin. Riga melihat ke arah Rio dan mengetahui rasa kesal yang dirasakannya, ia juga merasa kesal harus di panggil pagi hari ke kantor di hari liburnya. Padahal kemarin malam Riga baru saja bergadang menamatkan game Kid of War Ragnarok. Dan karena hal itu saat ini ia merasa sangat mengantuk dengan kantung mata di bawah matanya.

          Lampu merah menyala dan mobil mereka berhenti, disaat Riga sedang meregangkan badannya sambil menguap, tiba-tiba Rio berteriak mengumpat pada atasanya, Kansovino. Ia mengumpat dan memberikan kata-kata mutiara pada atasannya itu yang membuat Riga kaget.

“DASAR KANSOVINO BANGSAT!!”

“Apa kak Rio tidak apa-apa?” ucap Riga dengan perlahan.

          Rio menatap tajam ke arah Riga dan berbicara, “TENTU SAJA TIDAK!.....”. Rio terdiam sejenak dan menyadari kalau ia sudah melakukan hal yang tidak baik dan meminta maaf pada Riga, “Maaf Riga, aku tiba-tiba teriak pada mu”.

“Iya tidak apa-apa kak Rio”. Riga melihat lampu merah telah berubah menjadi hijau dan ia kembali melanjutkan perjalanannya. Untuk menenangkan hati Rio yang saat ini sedang kesal, Riga juga mengutarakan perasaan kesalnya dengan berkata, “Aku juga kesal dipanggil pagi begini sama si tua Kansovino itu”.

Dengan wajah bahagia, Rio menganggukkan kepala dan berkata, “Kau benar Riga, kau benar. Maksudku kita sedang menjalani hari libur yang sangat jarang kita dapatkan, tetapi kita malah harus kembali bekerja. Padahal aku sedang ingin memulai aktivitas liburanku”

“kak Rio benar, padahal aku ingin segera memainkan game Recall of Duty yang baru rilis dua hari yang lalu”.

“Apakah setiap hari kau selalu bermain game Riga?” tanya Rio sambil kembali memandangi hal-hal diluar jendela.

“Ya, tidak setiap hari juga. Aku melakukannya hanya pada hari libur saja”.

“Hmmm....” kata Rio sambil mencuri pandang ke arah Riga. “Apa kau tidak tertarik pergi ke suatu tempat Riga?” tanya Rio yang spontan dengan wajah yang sedikit malu, membuat Riga sedikit kaget dengan pertanyaan barusan.

“Mungkin tidak ada.....” kata Riga dengan jeda yang sedikit panjang, lalu ia teringat dengan sesuatu dan berkata pada Rio, “Ada. Sebenarnya ada tempat yang ingin aku kunjungi”.

          Wajah Rio yang kesal kembali sedikit bersemangat dan ia menoleh ke arah Riga dengan berkata, “Ooh, tempat apa itu?”.

          Riga menatap Rio dengan tatapan yang sedikit menyeramkan sambil tertawa pelan. Dan dengan mendadak aura mengantuk dari Riga seketika menghilang dan ia mendadak bersemangat kemudian berkata, “Aku ingin pergi ke Summer Island”.

“Kau ingin pergi ke Summer Island?” ucap Rio dengan penuh tanda tanya. “Kenapa kau ingin pergi ke Summer Island?” tanya Rio dengan penuh heran.

“Eh?.... apa jangan-jangan kak Rio belum lihat berita tentang Summer Island?” balik tanya Riga.

“Tidak. Emangnya ada apa dengan Summer Island?”

          Dan setelah itu Riga menjelaskan berita atau kabar tentang Summer Island yang ia dapatkan dari internet beberapa hari belakangan ini kepada  Rio. Selama 15 menit dalam perjalanan Riga menjelaskan panjang lebar, dan Rio lupa kalau temannya itu sangat menyukai hal-hal yang berabau konspirasi. Dan setelah Riga menjelaskan panjang lebar, Rio hanya menanggapi semua hal itu dengan rasa tidak percaya. Menurutnya semua kejadian, dan berita yang ada di internet itu hanyalah sekedar hoax belaka. Mendengar hal itu membuat Riga tak sependapat dengan Rio yang membuat mereka terus berdebat di sepanjang perjalanan. Perdebatan mereka berhenti ketika mereka akhirnya sampai di Stassiun televisi Doortv.

          Mereka naik ke lantai 4 dan masuk ke ruangan Maneger Stasiun. Di dalam ruangan sudah menunggu seorang pria berumur lima puluhan dengan rambut yang hampir memutih karena usia, dan begitu juga kumisnya yang hampir menutupi keseluruhan mulutnya. Dengan setelan kemeja putihnya dan pena merah yang berada di saku kanan kemejanya dan dengan tanda pengenal bertuliskan Kansovino di kiri kemejanya, pria itu duduk di kursinya dan menyambut kedatangan mereka berdua.

“Selamat datang kalian berdua. Saya mengahargai kehadiran kalian disini, jadi silahkan duduk”.

          Rio dan Riga saling menatap dan mereka duduk di hadapan pria itu. Kansovino menyodorkan sebuah kertas berisi diagram perbandingan antara program acara telivisi dari stasiun Doortv dan juga program acara televisi dari stasiun UmbrellaTv. Ansovino mejelaskan kalau kedua stasiun tv ini merupakan dua stasiun yang terus bersing beberapa tahun belakangan ini, namun baru-baru ini terjadi peningkatan penonton dari salah satu program acara tv di UmbrellaTv. Yang mana acaranya membahas tentang hal-hal gaib atau hal-hal spuranatural yang terjadi di Venti. Dan oleh karena itu pemilik dari stasiun UmbrellaTv yang juga merupakan teman Kansovino berkata kalau ia memenangkan persaingan itu.

          Dan karena hal itu pula, Kansovino memutuskan untuk membuat membuat acara serupa di stasiun televisinya. Acara yang membahas hal-hal supranatural dan gaib, lalu Kansovino menunjuk Rio sebagai host dari acara itu dan Riga sebagai kameramen. Medengar hal itu membuat mereka menolak ide dari atasnnya itu, dengan alasan keputusan itu dibuat terburu-buru tanpa mendengar persetujuan mereka terlebih dahulu.

          Mendengar komplain dari bawahannya, Kansovino mengeluarkan tabletnya yang berisi  berita mengenai hal-hal aneh yang terjadi di Summer Island dan menunjukkannya pada Rio dan Riga.

“Apa kalian sudah mendengar tentang kabar ini?” tanya Kansovino kepada mereka berdua, dan tentu Rio dan Riga mengiyakan pertanyaan tersebut. “Jadi...” sambungnya, “Aku mengetahui keputusanku ini sedikit terburu-buru, dan belum menanyakan pendapat kalian. Tapi aku ingin kalian pergi terlebih dahulu kesana untuk pengambilan gambar sebelum UmbrellaTv atau stasiun tv yang lain mendahului kita. Dengan hal itu, rating dan jumlah penonton kita akan meningkat dengan drastis”.

“Bukankah berita yang beredar di internet mengenai Summer Island itu hanyalah berita hoax belaka pak?” kata Rio yang kokoh dengan pendiriannya sedari awal.

“Saya tidak begitu peduli tentang hal itu. Mau berita itu palsu atau benar sekalipun saya tidak memperdulikannya. Ini merupakan kesempatan emas bagi kita karena stasiun tv yang lain belum melakukan pergerakan”.

          Kansovino mengambil kembali tabletnya, lalu menyeruput kopi yang ada di mejanya. Hasil rapat pagi itu adalah mereka akan pergi ke Summer Island dan meliput berita disana, walau hari itu merupakan hari libur mereka. Mereka keluar dari stasiun televisi dan sekarang berada di parkiran mobil. Dengan rasa kesal yang tak terbendung lagi Rio melampiaskan kekesalannya dengan cara mengumpat dan memukul-mukul dinding. Sedangkan Riga berteriak sekeras-kerasnya berhubung tidak ada orang di parkiran saat itu. Namun sebuah mobil baru saja memasuki lapangan parkir dan mereka kembali bertingkah normal dan masuk kedalam van.

          Rio dan Riga memutuskan kembali ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan beberapa pakian ganti, karena perjalanan dari ibukota ke Summer Island setidaknya membutuhkan waktu 4 sampai 6 jam tergantung situasi di jalan. Mobil van mereka sudah sampai di apartemen milik Rio, dan Riga akan menjemputnya tengah hari nanti. Rio berjalan masuk ke dalam apartemennya dengan lesu. Ia membuka apartemennya dan di sambut dengan pemandangan yang berantakan. Rio menghela nafas, ia sangat ingin membersihkan ruangan ini, tetapi tuntutan pekerjaan dan sedikitnya waktu ia dirumah membuatnya tidak bisa melakukan aktivitas bersih-bersih.

          Ia mengganti pakaiannya dan menyempatkan sedikit merapikan ruangan apartemennya. Namun di tengah pekerjaannya itu sebuah telepon berdering, dan ketika ia mengangkatnya ternyata yang menelepon adalah ibunya. Sudah lama ia tidak mendengar kabar dari ibunya itu. Rio melepas rindu di telpon, semua ia ceritakan pada ibunya mulai dari pengalaman saat ia bekerja hingga saat kejadian dimana ia mencoba memasak ikan namun ikan tersebut malah terbang keluar. Semua cerita itu membuat mereka tertawa hingga melupakan waktu.

Rio bercerita panjang lebar setelah itu, sampai-sampai tanpa disadari, jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas dan ia hanya punya waktu setengah jam untuk mempersiapkan barang-barangnya untuk ke Summer Island.  Rio berpamitan dengan ibunya dan mengambil sebuah koper berukuran sedang dan memasukkan beberapa potong baju, celana, dan barang-barang lainnya. Dan tak lupa pula ia memasukkan kartu persnya kedalam tas. Untungnya ia berhasil mengemas barang-barangnya sebelum Riga datang. Tak lama waktu berlalu, Riga mengabari kalau ia sudah sampai di depan apaertemen Rio. Rio membawa keluar kopernya lalu mengunci kamar apartemennya dan pergi menghampiri Riga yang ada di depan. Setelah merasa tidak ada yang tertinggal, mereka berangkat.

          Di dalam perjalanan Riga bercerita bahwa setelah pulang dari kantor itu, ia langsung tidur agar tidak mengantuk saat menyetir nanti. Riga juga tak lupa membawa perlengkapan kameranya dan ia membawa sebuah kamera handycam untuk berjaga-jaga.  Dan setelah itu mereka mulai membahas tentang bagaimana pengambilan gambar akan dilakukan. Mereka berdebat karena Rio merasa gaya pengambilan dokumeter lebih cocok untuk acara seperti ini, sedangkan menurut Riga gaya pengambilan reality show lebih cocok. Mereka berdebat panjang di sepanjang perjalanan, hingga mereka sepakat untuk memilih gaya pengambilan dokumenter.

          Tak terasa sudah lima jam waktu yang mereka tempuh dari ibukota dan akhirnya mereka sampai di kota Nuevo. Mereka berhenti sejenak disana untuk membeli beberapa snack dan minuman di sebuah swalayan. Lalu mereka melanjutkan perjalanan, namun begitu sampai di depan jembatan penghubung ke Summer Island mobil mereka diberhentikan oleh beberapa petugas polisi. Rio menjelaskan kalau mereka dari stasiun televisi ingin meliput berita di Summer Island, namun sayangnya para polisi itu bersikeras tidak memperbolehkan siapapun ke Summer Island untuk saat ini. Para petugas polisi itu meminta mereka untuk memutar balik kendaraan mereka. Rio yang merasa bingung mencoba meminta penjelasan dari penutupan itu dan pihak polisi hanya mengatakan kalau saat ini sedang ada kebocoran nuklir dari pembangkit listrik yang ada di Summer Island.

          Dengan berat hati Rio dan Riga harus memutar mobil mereka kembali. Namun mereka tidak berencana untuk pulang begitu saja ke kota Agra. Mereka berenca untuk kembali ke kota Nuevo dan melanjutkan penyelidikan esok hari. Jadi mereka segera mencari penginapan di kota Nuevo dan dengan batuan dari GPS, mereka berhasil sampai di penginapan di kota Nuevo. Lalu mereka menyewa dua kamar untuk satu malam. Setelah selesai mengangkat barang ke kamar, mereka beristirahat sejenak dan melakukan mandi sore di kamar masing-masing.

          Malamnya Rio dan Riga pergi keluar untuk mencari makan malam, dan mereka memutuskan untuk makan cumi bakar yang ada di salah satu rumah makan di kota Nuevo. Setelah selesai makan malam, mereka berencana untuk membahas pengambilan gambar untuk esok hari. Riga mengusulkan untuk pergi ke rumah sakit kota Nuevo dan mewawancarai orang yang selamat dari Summer Island. Kabar mengenai orang itu yang ditemukan di jembatan Summer Island membuat berita mengenai sudah terjadi sesuatu di Summer Island menjadi semakin menjadi-jadi. Karena tidak ada pilihan lain Rio menyetujui keputusan Riga, dan mereka kembali ke penginapan untuk bersitirahat.

          Di dalam kamarnya Rio membuka handphone dan menscroll layar hp nya pada kabar-kabar yang beredar di internet mengenai Summer island. Rio membaca berbagai tanggapan dan pendapat orang tentang hal itu, ada yang tidak percaya sama seperti dirinya, namun ada juga yang percaya. Alasan mereka percaya adalah karena mereka tidak bisa menghubungi teman, atau keluarga mereka yang tinggal disana. Orang-orang berpendapat kalau pemerintah sebenarnya sedang menutupi sesuatu. Orang-orang di internet berpendapat kalau sebenarnya pemerintah sedang melakukan suatu proyek rahasia di Summer Island, dan menjadikan penduduk bahkan wisatawan yang disana sebagai objek percobaan mereka. Pendapat itu tidak masuk akal, namun banyak yang mempercayainya. Ada pula orang yang berpendapat kalau suatu makhluk yang menyebabkan semua hal aneh di Summer Island. Pendapat itu disertai dengan berbagai ragam foto yang sengaja atau tidak sengaja di ambil oleh orang-orang dari seberang pulau. Bahkan mereka mengatakan, mereka mendengar sebuah raungan dari arah Summer Island.

          Kembali lagi, semua gambar atau rekaman suara itu bisa saja merupakan hasil editan seseorang yang ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk menjadi viral. Hal itu merupakan pemikiran yang paling logis menurut Rio. Tetapi walau akalnya merasa kalau argumen itu adalah alasan yang paling masuk di akal, tetapi hatinya merasa ada yang salah dengan itu. Para polisi mengatakan kalau terjadi kebocoran di pembangkit listrik, jadi seharusnya para penduduk di ungsikan ke tempat yang aman, tetapi orang-orang mengatakan kalau mereka tidak bisa menghubungi orang yang tinggal di Summer Island. Hal itu menjadi sangat aneh kalau dipikir-pikir.

          Karena terlalu memikirkan hal itu Rio yang tadinya berbaring di tempat tidurnya, bangun dari kasurnya.  Ia mengambil air yang ada di meja di sebelahnya, dan mengambil obat tidur yang ada di dalam tasnya. Kemudian ia meminum obat itu untuk bisa tidur malam itu dan kembali merebahkan badannya di tempat tidur. Walau ia masih saja kepikiran dengan semua itu, ia mencoba menutup matanya, dan akhirnya Rio tertidur. Didalam mimpi Rio kembali teringat dengan masa lalu dimana ia sempat dirundung oleh teman sekelasnya pada saat SMP. Mereka membully Rio dikarenakan Rio tidak mengenal siapa ayahnya, dan sedari kecil ia memang di asuh oleh ibunya sendiri. Ia tidak mengenal ayahnya dan saat ingin membicarakan tentang ayahnya, ibunya selalu nampak sedih. Hal itu juga yang membuat Rio menjadi benci dengan ayahnya, walau ia tidak mengenalnya.

          Setelah kembali mengingat masa lalunya disaat tidur, Rio terbangun oleh alarm yang berasal dari handphonenya. Ia terbangun pukul 7 pagi, dengan mata yang masih mengantuk Rio pergi ke kamar Riga yang ada di sebelah dan mengetuk pintu kamar untuk memastikan apakah Riga sudah bangun atau belum. Tak lama setelah Rio mengetuk pintu kamar, Riga berjalan ke arah pintu kamar untuk membukakan pintu. Begitu pintu terbuka, Rio yang masih mengumpulkan kesadaran tanpa sadar melihat tubuh bagian atas Riga yang begitu atletis. Sesaat Rio memandangi tubuh itu dengan kagum dan tanpa sadar terus memperhatikannya. Sedangkan Riga yang baru saja bangun masih setengah sadar, ia menggaruk kepalanya dan menguap sambil memejamkan mata. Namun saat ia membuka matanya, ia melihat Rio dengan piyama berwarna hitam dengan dua kancing bagian atasnya yang terbuka. Melihat itu, Riga dengan reflek mengalihkan pandangannya dari Rio dan bertanya apa keperluannya.

“Kak Rio....sedang apa sepagi ini?”

“Aku hanya mengecek apakah kau sudah bangun atau belum. Lalu aku ingin bilang kita ke rumah sakit pukul 9, jadi jangan lupa bersiap-siap. Kita bisa mencari sarapan nanti” kata Rio sambil mengusap matanya

Walau Rio berkata begitu, ia melihat ada yang aneh dengan tingkah laku Riga. Ia melihat Riga seperti tidak ingin melihatnya. Rio mengira apakah ada hal yang aneh dengannya, lalu ia melihat pakaiannya yang terbuka dan sedikit memperlihatkan dadanya. Secara sigap Rio langsung berbalik dan berjalan kembali ke kamarnya dengan wajah merah padam karena malu. Begitu sampai di kamarnya ia terduduk di balik pintu sambil menutupi wajahnya dan bergumam, “Bodohnya aku” dengan perlahan. Begitu rasa malunya sudah hilang, ia bersiap-siap untuk mandi.

Pukul setengah delapan, Riga sudah menunggu di dalam mobil van dengan mengenakan baju kemeja abu-abu yang dibiarkan terbuka, membuat baju dalamnya yang berawarna putih terlihat. Lalu ia mengenakan celana jeans panjang berwarna hitam dan tidak lupa ia mengenakan kartu pers nya yang tergantung di lehernya. Di dalam mobil Riga merapikan rambut blondenya dengan sisir yang sedari tadi ia cari. Tak berselang lama Rio datang ke arah mobil van. Riga melihat Rio yang mengenakan kemeja lengan panjang berwarna putih, yang dimana lengan bajunya ditarik sampai dekat siku, lalu di padukan dengan vest berwarna hitam dan celana Frontier berwarna hitam. Pakian yang dikenakan Rio saat ini sangat cocok dengan rambut hitam panjangnya yang terurai, sehingga menambah kecantikan dan keanggunannya.

Karena Rio sudah datang, mereka langsung pergi ke luar untuk mencari sarapan pagi itu. Mereka memutuskan untuk sarapan dengan nasi goreng Yangzhou di sebuah restoran yang cukup terkenal di kota Nuevo. Tak perlu menunggu lama, sebuah nasi goreng dengan warna keemasan di atas piring putih telah tersaji. Sekilas  tidak ada yang berbeda dari nasi goreng biasa, namun begitu suapan pertama masuk ke dalam mulut, barulah rasa yang begitu kompleks yang tadinya tersembunyi dalam bentuk yang sederhana itu menunjukkan rasanya. Rasa gurih, manis, asin, memenuhi mulut. Begitu sudah mereasakan kenikmatan dari suapan pertama, dijamin membuat ketagihan. Makan di tempat itu merupakan pengalaman yang tak bisa digantikan.

          Selesai makan, mereka berniat langsung pergi kerumah sakit dan menemui orang yang dimaksud. Satu-satunya saksi yang mengetahui sesuatu di Summer Island. Tak perlu waktu lama untuk sampai disana karena jarak rumah sakit dengan rumah makan tadi tidaklah begitu jauh. Tepat pada pukul 9 mereka sampai ditempat tujuan. Begitu sampai di rumah sakit Rio dan Riga melihat di meja resepsionis terdapat dua orang perempuan, yang satu perempuan dengan rambut pendek warna cokelat terang  dan yang satunya perempuan dengan rambut cokelat gelap yang di ikat ke belakang. Rio menghampiri meja resepsionis dan perempuan berambut pendek datang melayani Rio. Kemudian Rio meminta waktu untuk bertemu dengan kepala rumah sakit.

“Maaf kak, Kami dari stasiun televisi Doortv, ingin melakukan wawancara dengan salah satu pasien dari rumah sakit ini, apakah saya boleh bertemu dengan kepala rumah sakit ini untuk meminta izin?” tanya Rio dengan sopan.

“i..itu..... sebenarnya tidak bisa...” kata resepsionis itu dengan ragu

Ada jeda dalam perkataannya dan matanya sesekali melirik ke arah resepsionis yang ada di sebelahnya. Seketika, mereka bertukar tempat, dan sekarang Rio berbicara dengan resepsionis dengan rambut yang diikat.

“Maaf, tapi untuk saat ini, bapak kepala rumah sakit sedang keluar, jadi beliau tidak ada di ruangannya” kata perempuan itu dengan lembut dan senyum dibibirnya. Namun Rio mengetahui kalau itu hanyalah kebohongan belaka.

          Karena ada yang tidak beres, Rio berkata, “Kalau begitu kami akan menunggu sampai beliau datang kembali”.

“Maaf, tapi saya tidak tahu kapan beliau akan datang lagi, jadi saya tidak merekomendasikan hal itu” kata si resepsionis dengan sedikit jengkel.

          Namun Rio membalas, “Tidak apa-apa”.

          Hasilnya terjadi pertengkaran psikologi diantara mereka walau yang terlihat hanyalah sebuah senyuman palsu. Namun beberapa saat kemudian datang seorang bapak-bapak menghampiri mereka. Orang itu berperawakan botak dengan keriput wajah yang sudah terlihat di bagian dahi, kumis dan janggutnya yang menyatu dan memutih, mengenakan kemeja putih dan jas labotarium putih dan celana hitam.

“Ada apa Nia? Apa ada masalah?” kata orang tua itu.

“Tidak ada pak” kata Nia, si resepsionis berambut cokelat yang diikat.

          Rio menghampiri orang tua itu dan memperkenalkan dirinya, “Perkenalkan saya Rio Alamanda, dari stasiun tv Doortv, apakah bapak kepala rumah sakit ini?” tanya Rio.

“Iya itu benar, perkenalkan nama saya Dr. Muller Samantha, Sp.KJ, ketua dan pemilik rumah sakit ini”.

          Setelah bertemu dengan orang yang dimaksud, Rio langsung mengutarakan maksud kedatangannya, “Saya dan rekan saya datang kesini dengan maksud untuk melakukan wawancara dengan salah satu pasien yang ada disini”.

“Dengan siapa yang ada maksud?” tanya pak tua itu.

“Dengan pasien yang bernama Pasha Ragan. Orang yang ditemukan di jembatan Summer Island dan dibawa kesini pada tanggal 1 Desember kemarin”.

“Maaf, tapi itu tidak bisa” kata pak tua itu dengan datar.

          Mendengar jawaban dari pak Muller itu membuat Rio kebingungan. Ia meminta alasan kenapa hal itu tidak bisa dilakukan dan pak tua itu berkata kalau pasien itu saat ini berada dalam pengawasannya secara langsung. Pasha, orang itu mengalami trauma yang parah sekali sampai mengganggu kejiwaannya. Sampai-sampai ia tidak bisa membedakan kenyataan dan khayalan. Pak tua itu menjelaskan kalau jiwanya Pasha seakan telah tersobek dan berserakan berhamburan. Karena pak tua itu adalah seorang dokter spesialis kejiwaan, ia tidak bisa membiarkan Rio dan Riga menambah rasa trauma dengan mengingat penderitaan pasiennya.

          Rio paham dengan situasinya, dan ia pergi keluar meninggalkan rumah sakit. Begitu Rio dan Riga keluar dari gedung rumah sakit, Pak Muller menekan beberapa nomor dan memanggil seseorang, “Bisakah saya berbicara dengan nona Nacht? Iya saya ingin mengabari beliau kalau ada orang yang ikut campur. Baiklah akan saya tunggu kabar dari beliau”. Pak Muller menutup telponnya dan menghela nafasnya dalam-dalam sambil berjalan menuju ruangannya.

Rio dan Riga pergi ke tempat parkir dan langsung masuk ke dalam mobil. Rio masih memikirkan langkah yang harus mereka ambil untuk selanjutnya. Mereka tidak bisa pergi ke Summer Island, melakukan wawancara dengan satu-satunya saksi mata tidak juga bisa mereka lakukan. Rio benar-benar sudah kehabisan ide. Dan karena itu mereka memutuskan untuk kembali ke hotel. Di tengah perjalanan Rio memperhatikan orang-orang yang berjalan di trotoar, ia memperhatikan dengan sangat serius hingga ia mendapatkan sebuah ide. Rio meminta Riga untuk pergi ke taman kota dan melakukan beberapa wawancara dengan penduduk kota Nuevo terkait rumor Summer Island.

          Sesampainya di taman kota, mereka mengambil peralatan mereka dan bersiap melakukan tanya jawab dengan orang yang lewat. Tak berselang lama, orang-orang berjalan ke arah mereka dan Rio langsung menanyai mereka. Begitu banyak orang yang telah diwawancarai dan kebanyakan mereka tidak tahu, atau tidak percaya dengan rumor tersebut. Namun banyak pula yang mengeluarkan spekulasinya pada saat di wawancarai. Mereka mengatakan telah terjadi hal diluar nalar di Summer Island. Sampai mereka bertemu dengan seorang pria berumur 40an yang ingin pergi ke Summer Island untuk menemui istri dan kedua anaknya. Ia mengatakan kalau ia telah menyewa perahu seorang nelayan yang berada di selat Gaib. Mendengarkan hal itu, Rio langsung meminta izin untuk ikut dengan pria itu ke Summer Island. Dengan sedikit pertimbangan pria itu memperbolehkan mereka untuk ikut, dan mereka berjanji untuk bertemu di gerbang keluar kota Nuevo.

Investigasi

10 Desember 2019, pukul 10:24 pagi

          Rio dan Riga mengakhiri sesi pengambilan gambar wawancara di taman kota itu, dan langsung berangkat ke hotel untuk mengambil barang mereka. di tengah perjalanan menuju hotel Riga menjadi sangat bersemangat karena hal seperti ini sudah menjadi keinginannya. Berbeda dengan Riga, Rio malah sedikit khawatir, karena ia terus memikirkan hal-hal yang aneh menurutnya, terlebih lagi setelah ia mengetahui kalau saksi mata itu sampai mengalami gangguan kejiwaan. Apa yang sudah dialami oleh orang itu? Pertanyaan itu terus terngiang di dalam benak Rio. Namun ia mencoba untuk tidak memikirkannya dan mencoba untuk fokus dengan pekerjaannya.

          Mereka telah mengemas barang-barang mereka dan pergi ke tempat yang dijanjikan. Disana Pria itu telah menunggu mereka di dalam mobilnya. Pria itu bernama Adam Valentin, perawakannya seperti pria kantoran dengan rambut hitam lebat yang klimis, tidak memiliki kumis dan janggut, postur tubuhnya juga cukup kekar untuk seorang yang bekerja di kantor. Adam menjelaskan kalau tujuannya pergi ke Summer Island adalah untuk menjemput keluarganya. Ia menjelaskan kalau ia sudah kehilangan kontak dengan keluarganya selama enam hari, Adam terus menerus menghubungi keluarganya, namun tidak ada balasan sama sekali. Tetapi dua hari yang lalu ia mendapatkan pesan dari istrinya yang meminta Adam untuk menjemput mereka di Summer Island. Dan karena itulah ia berencana pergi ke Summer Island dan setelah berhasil menjemput keluarganya Adam akan pergi meninggalkan pulau itu secepatnya.

           Rio bersedia membantu Adam untuk mencari keluarganya dan mereka berangkat ke tempat perahu itu berada. Tujuan Rio dan Riga ke Summer Island adalah untuk mengambil video tentang keadaan disana, dan kalau mereka beruntung mereka bisa bertemu dengan hal supranatural disana. Setelah berkendara selama setengah jam, mereka sampai di sebuah rumah dari seorang nelayan. Mereka keluar dan menghampiri si nelayan yang sedang duduk di teras rumah menunggu kehadiran Adam. Adam menyapa nelayan itu dan memperkenal Rio dan Riga.

“Pak Melvin, ini adalah Rio dan Riga, mereka akan ikut dengan kita ke Summer Island. Mereka dari stasiun tv Doortv”.

          Pria tua itu melihat ke arah Rio dan Riga dengan tajam, ia memandangi mereka dari atas sampai ke bawah. Setelah mengamati mereka pria tua itu tersenyum menjulurkan tangannya dan memperkenalkan dirinya, “Perkenenalkan saya Melvin, salah satu nelayan di selat Gaib ini dan maaf karena memperhatikan kalian begitu serius. Karena cuaca yang mendung ini penglihatan saya jadi berkurang” kata pak tua itu dengan suaranya yang besar.

“Perkenalkan saya reporter dari Doortv, Rio Alamanda. Dan ini rekan saya Riga seorang kameramen yang menemani saya” kata Rio sambil menjabat tangan pria tu itu.

          Setelah berkenalan, pak Melvin mengajak mereka untuk masuk terlebih dahulu kedalam rumahnya untuk membahas rencana mereka. Dan tak lama setelah mereka duduk di ruang tamu, hujan turun dengan sangat lebatnya. Di dalam rumah, istrinya Melvin datang dan menghidangkan Teh kepada mereka semua. Mereka menikmati teh itu dan setelahnya mereka mulai berdiskusi. Adam yang memulai pembicaraan dengan membahas bayaran sewa perahu.

“Jadi kira-kira berapa biaya sewa perahu pak Melvin? Apakah jumlah yang saya tawarkan kemarin cukup?”

“Sebenarnya jumlah segitu sudah lebih dari cukup, tapi... apakah pak Adam ingin membayarnya sendiri? Terlebih kita mendapatkan orang tambahan” kata pak Melvin sambil melirik ke arah Rio dan Riga.

          Riga bertanya pada Adam, “Memangnya berapa biaya yang sudah anda sepakati pak Adam?”

“Kami sepakat dengan jumlah 300 Rupi. Dan saya sudah membayar setengahnya pada pak Melvin, untuk mempersiapkan perlengkapan dan bahan bakar”.

“Baiklah, kalau begitu kami yang akan membayar setengahnya” kata Rio. Yang berarti pembahasan mengenai biaya sewa perahu telah selesai.

          Diskusi terus berlanjut sampai satu jam dan hasilnya pak Adam, Rio dan Riga akan pergi ke Summer Island mencari keluarga pak Adam, sekaligus merekam dan mengambil gambar untuk keperluan pekerjaan Rio dan Riga. Sedangkan pak Melvin akan menunggu di dermaga dan mengamankan perahu agar bisa pergi dari sana dengan cepat. Dengan uang yang sudah dibayarkan oleh pak Adam sebelumnya, pak Melvin sudah membeli berbagai perlengkapan seperti senter, dan tiga walkie talkie untuk berkomunikasi. Pak Melvin menjelaskan kalau saat ini, berada di dekat pulau Summer Island sinyal komunikasi yang ada di handphone dan smartphone akan menghilang, dan karena hal itu pak Melvin membeli alat komunikasi yang lain.

Mereka telah mempersiapkan semua keperluan dengan sangat matang, baik mempersiapkan barang-barang mereka bahkan persiapan mental, namun karena hujan deras tak kunjung reda, mereka memutuskan untuk mulai makan siang bersama dan berharap hujan dapat segera berhenti. Sekitar 30 menit mereka menikmati makan siang, dan untungnya hujan sudah mulai mereda namun kabut tebal datang menyelimuti. Kabut itu menutupi seluruh selat hingga pulau Summer Island yang seharusnya dapat terlihat dengan mata, kini tidak lagi nampak. Walau begitu semangat mereka tidaklah luntur, mereka segera berjalan ke arah dermaga yang berada di belakang rumah pak Melvin. Riga meninggalkan kamera lapangannya di rumah pak Melvin dan berencana untuk merekam dengan menggunakan kamera Handycam. Lalu setelah itu satu persatu mereka menaiki perahu dan setelah semuanya telah naik, perahu itu mulai meninggalkan dermaga.

Riga mulai merekam dan menyorot suasana selat Gaib yang sedang tertutupi kabut. Pak Adam dan Rio berada berada di dekat pak Melvin yang sedang mengemudikan perahunya di atas ombak.

“Sudah beberapa hari ya, saya tidak mengemudikan perahu ini” kata pak Melvin dengan senyum di wajahnya. Lalu ia meneruskan, “Seminggu yang lalu disaat saya dan anak saya sedang menangkap ikan di timur pulau Summer Island, saat itu cuaca sedang sangat buruk, angin bertiup kencang dan ombak laut sangat ganas. Saya dan anak saya mendengar sebuah raungan dari arah pulau. Dan semenjak hari itu saya memberhentikan sementara kegiatan nelayan saya. Saya menjadi takut untuk mendekati pulau itu” kata pak Melvin menceritakan pengalamannya.

Mendengar cerita tersebut membuat Rio menjadi kembali memikirkan rumor tentang Summer Island, kini keyakinannya terhadap rumor itu menjadi goyah. Kini ia beranggapan kalau kabar yang beredar di internet benar adanya. Hal itu bukan membuat Rio menjadi takut, justru ia menjadi sedikit bersemangat. Sekarang sudah 15 menit semenjak mereka berangkat. Perahu itu terus melaju dan menghadang ombak yang ada di hadapannya. Tujuan mereka adalah pergi ke timur pulau, tempat para penduduk tinggal dan setelah itu mereka akan pergi mencari keluarga Adam di sebuah hotel yang berada di sebelah barat kota Olaq. Alasan mereka tidak bisa langsung pergi arah barat pulau, dikarenakan mereka harus melewati jembatan penghubung, dan disana sudah ada polisi yang berjaga. Dan mereka tidak bisa memutari lewat utara pulau karena ombak laut di utara pulau sangatlah ganas, tidak ada nelayan yang mau pergi kesana dan bahkan ada yang nekat pergi kesana perahunya akan mengalami kebocoran yang sangat parah.

Setelah setengah jam, akhirnya mereka sampai di dermaga timur pulau Summer Island. Pak Melvin turun ke dermaga lalu mengikatkan perahunya di dermaga. Mereka satu persatu turun dari perahu. Suasana sepi mulai terasa, tidak ada suara hewan, apalagi suara manusia. Pak Melvin membagikan walkie talkie nya kepada pak Adam, dan Rio, lalu satu lagi di pegang oleh pak Melvin sendiri. Riga merekam keadaan yang sepi itu, walau kabut tebal menutupi semuanya. Mereka mempersiapkan mental mereka dan mulai berjalan meninggalkan dermaga. Tak lama setelah itu datang panggilan dari pak Melvin.

“Dari kapal mengabari, apakah suara saya terdengar dengan jelas?” ucap pak Melvin dengan suara walkie talkie yang sedikit tersendat-sendat namun masih terdengar.

“Disini Rio. Frekeunsinya mungkin sedikit terganggu tapi suara bapak masih terdengar dengan jelas, ganti” ucap Rio dengan sedikit gembira ternyata alatnya bisa berfungsi dengan baik.

“Itu bagus sekali. Berhati-hatilah kalian, ganti”.

“Baik pak” ucap Rio sambil meneruskan langkahnya.

          Mereka berjalan dengan perlahan karena jarak pandang yang tidak begitu jauh jadi mereka berhati-hati. Mereka berjalan beriringan dan berusaha untuk tidak terpisah cukup jauh karena kabut yang tebal ini bisa memisahkan mereka. Selama perjalanan pak Adam menceritakan tentang keluarganya. Ia memiliki seorang putra berumur 15 tahun, yang saat ini sudah menginjak sekolah menengah pertama. Lalu ia memiliki seorang putri yang berusia 9 tahun. Awalnya mereka berencana untuk pergi berlibur bersama di Summer Island, namun karena pak Adam mempunyai pekerjaan mendadak dari atasannya ia terpaksa membiarkan kedua anaknya dan istrinya pergi terlebih dahulu ke Summer Island dan ia akan menyusul mereka begitu pekerjaannya telah selesai. Namun begitu hendak menyusul keluarganya, ia tidak bisa lagi menghubungi keluarganya. Ditambah pak Adam membaca kabar atau rumor tentang apa yang terjadi di tempat itu yang membuatnya semakin khawatir.

          Rio dan Riga mendengarkan cerita dari pak Adam, dan ikut khawatir dengan nasib keluarga pak Adam. Bukan hanya itu, Rio juga mengkhawatirkan orang-orang yang ada di Summer Island saat ini, mereka seakan hilang ditelan bumi, tidak ada kabar dari mereka. Walau begitu mereka harus terus berjalan menemukan apa yang mereka cari. Tak butuh waktu lama, mereka akhirnya telah sampai di perumahan tempat para warga tinggal. Lampu setiap rumah tidak ada yang menyala, begitu juga dengan lampu jalan. Suasana sepi sangat terasa, hari yang mendung dan kabut menutupi seluruh tempat menambah suasana mencekam.

          Mereka berjalan di jalanan yang sunyi itu dengan perlahan. Seketika terdengar suara nyanyian katak meminta hujan, mereka bersamaan mengeluarkan suara yang sedikit melengking. Perasaan mereka bertiga mendadak menjadi tidak enak. “Ayo bergegas pergi menuju kota” teriak pak Adam sambil menutupi telinganya. Dan mereka bertiga berlari menuju pusat kota.

          Setelah berlari cukup jauh, mereka berhenti sejenak untuk mengambil nafas. Terlihat sekali kalau stamina Rio yang paling banyak terkuras, “Kita istirahat sebentar dulu. Aku sudah tidak kuat lagi” minta Rio sambil ngos-ngosan. Riga menyetujui ide itu, namun tidak dengan pak Adam.

“Kita sudah dekat dengan hotel tempat keluarga ku menginap, jadi cepat kita segera ke sana!” ucap pak Adam dengan menaikkan nada suaranya.

          Riga tidak menyukai sikap pak Adam barusan dan kembali membentak pak Adam, “Haa?! Apa maksudmu berbicara begitu?”

“HAA!? Apa kau mengeluh bocah?”

          Perselisihan terjadi diantara mereka berdua, mereka saling memegang kerah masing-masing sambil memperlihatkan emosi mereka, sampai Rio yang sedang mengumpulkan tenaga berusaha menghampiri mereka dan melerainya. “Sudahi pertengkaran kalia...”

          Tiba-tiba ada tangan yang membungkam mulut Rio dari belakang dan berusaha untuk menculiknya. Riga yang sadar dengan seketika langsung mengejar Rio disusul dengan pak Adam yang mengikuti Riga dari belakang. Namun usaha mereka dihentikan oleh orang-orang yang mengenakan pakaian kultus aneh dan mengenakan topeng putih polos dan lambang kecil di dahinya lalu terdapat gambar sebuah tangan dengan mata di tengahnya. Rio masih sempat memberontak dengan memukul-mukul tubuh si penculik namun karena kesal, Rio dibuat tak sadarkan diri dan dibawa ke suatu tempat.

          Sementara itu Riga dan pak Adam berusaha kabur dari kejaran orang-orang kultus itu. Riga terus berlari sambil memegangi handycam miliknya dengan kuat. Mereka memanfaatkan kabut tebal ini dan segera bersembunyi di sebuah gang kecil dan akhirnya mereka lolos dari kejaran orang-orang itu.

“Kita harus menyelamatkan Rio” gumam Riga pada dirinya sendiri.

          Pak Adam yang mendengar itu menjadi geram dan memegang kerah baju Riga dan berkata “Kalau kau ingin menyelamatkan perempuan itu, lakukanlah sendiri. Aku akan mencari keluarga ku”. Pak Adam melepaskan kerah baju Riga dan mulai berjalan menjauhi Riga dan menghilang di dalam kabut tebal.

Kini tinggal Riga seorang diri, ia duduk di gang itu sambil memandangi Handycamnya. Ia termenung dan lamunannya membawanya ke masa sewaktu ia pertama kali mengunjungi Summer Island. Waktu itu ia pergi bersama ayah dan ibunya. Mereka pergi bermain di pantai, jalan-jalan di kota, berbelanja dan melakukan semua kegiatan yang menyenangkan. Setelah bersenang-senang mereka berhenti di taman pusat kota dan entah kenapa Riga kecil terus saja menatap sebuah bangunan yang arsitekturnya berbeda dengan bangunan lain di sekitarnya. Riga kembali tersadar dari lamunannya dan entah dari mana dirinya yakin kalau Rio berada di tempat “itu”. Dan segeralah Riga menuju tempat yang ia maksud.

Di dalam monumen Dirilis, Rio tersadar dari pingsannya dan mendapati ia berada di dalam bangunan yang mirip dengan gereja. Banyak bangku-bangku dan terdapat sebuah altar di bagian depan. Di belakang altar terdapat jendela yang memakai kaca patri yang melukiskan sesuatu yang tidak Rio mengerti. Rio terus memperhatikan sekitarnya hingga ia tak sadar dengan seorang pria yang tengah duduk di bangku paling depan. Pria itu seperti membaca sesuatu. Menyadari Rio telah bangun dari pingsan, pria itu datang menghampirinya. Pria itu berperawakan tinggi, dengan bentuk wajah oval, rambut tipis yang sudah memutih, keriput di dahi dan tulang pipinya yang terlihat. Mengenakan pakaian kultus yang sama dipakai dengan orang yang menangkap Rio, dan di tangan kirinya terdapat sebuah buku.

“Anda sudah bangun, nona Rio” kata pria itu dengan sedikit membungkuk ke arah Rio. “Perkenalkan saya adalah Demetrius, orang yang menjunjung dan mencintai bumi”.

          Mendengar perkataan dari Demetrius, malah membuat Rio semakin bingung dengan perkataannya. Mencintai bumi? Kata-kata dari pria aneh itu semakin membuat Rio bingung.

“Maaf sebelumnya atas perbuatan anak-anak yang membawamu kemari, mereka tidak pernah belajar sopan santun”.

“Apa maksudmu? Aku sama sekali tidak mengerti. Lagipula kenapa aku dibawa kesini? Dimana aku? Dimana teman-teman ku?” pertanyaan terus diutarakan oleh Rio sambil memberontak agar tali yang mengikat tubuhnya bisa lepas.

“Tenanglah nona kecil, aku tidak akan menyakitimu, karena kau adalah orang yang cukup penting”. Perkataan dari Demetrius menambah pertanyaan dalam diri Rio. Melihat wajah bingung darinya, Demestrius melanjutkan, “Alasan kenapa kami membawamu kemari karena kami hanya ingin mengamankan mu, cuma itu saja”.

“Mengamankan ku dari apa?”

          Mata Demestrius menatap tajam ke arah Rio, dan matanya yang hijau zamrud itu memantulkan refleksi diri Rio, “Ancaman yang tidak bisa kau bayangkan” kata Demestrius yang membuat Rio mengingat semua rumor yang telah ia baca di internet. Demestrius duduk di sebelah Rio yang sedang terikat. Ia membuka buku usang berwarna hitam yang ada di tangannya sedari tadi. Buku itu nampak sudah tua, dan ada gambar garis lingkaran dan di tengah lingkaran itu terdapat gambar semacam hewan? Makhluk? Apapun itu. Rio melihat sedikit isi dari buku itu, namun ia tidak bisa membacanya sama sekali. Rio sama sekali tidak pernah melihat bahasa seperti itu. Namun Demestrius terus melembar isi buku seakan ia mengerti isi dari buku itu.

          Sekitar sepuluh menit ia membaca buku itu, Demestrius menutup bukunya dan berjalan meninggalkan Rio dengan segudang pertanyaan yang membekas di kepalanya. Demestrius memasuki salah satu ruangan, dan tidak terlihat lagi meninggalkan Rio sendiri ruangan itu. Riga yang sedari tadi mengintip, menunggu momen ini untuk menyusup dan membebaskan Rio. Melalui sebuah jendela kecil yang tidak dijaga, Riga berhasil menyelinap masuk dan berjalan mengendap-ngendap ke tempat Rio. Begitu berhasil sampai, Rio sangat senang melihat kehadiran Riga.

“Dimana Pak Adam? Dia tidak bersama mu Riga?”

          Wajah Riga sedikit kesal mengingat pak Adam, “Dia pergi mencari keluarganya”.

“Baguslah, cepat lepaskan aku dan kita bisa membantu pak Adam mencari keluarganya”

“Apa yang kau maksud kak Rio? Orang itu sudah meninggalkan mu dan kakak masih ingin membantu dia?” tanya Riga dengan kesal mendengar perkataan Rio.

“Apa maksudmu Riga?” kata Rio dengan heran, “Keputusan yang diambil pak Adam adalah keputusan yang paling logis”.

“Apa maksud mu, kak Rio?”

“Yang kumaksud adalah, jika aku berada di posisi pak Adam, aku juga akan lebih mementingkan mencari keluargaku daripada mencari orang yang baru aku temui hari ini”.

          Mendengar perkataan Rio, Riga hanya bisa terdiam dan melepaskan tali yang mengikat Rio. Setelah terlepas, Rio dan Riga langsung keluar dari monumen Dirilis, mereka segera menuju hotel dimana keluarga pak Adam berada. Agak jauh memang dari posisi mereka, tetapi hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit. Mereka berhasil sampai di hotel Yuyake, tempat keluarga pak Adam berada. Mereka berhenti di luar bagunan hotel, lalu Rio mencoba memanggil pak Adam menggunakan walkie talkie, namun tidak ada jawaban. Tak ada pilihan lain selain mencari pak Adam ke dalam Hotel.

          Melangkah masuk kedalam hotel, mereka disambut dengan perasaan tidak mengenakkan. Pintu kaca otomatis hotel masih berfungsi, dan beberapa lampu di resepsionis juga masih menyala. Suasana sepi sungguh terasa, hanya ada suara air yang berasal dari air mancur di dalam hotel. Mereka mendekati meja resepsionis dan mencoba menghidupkan komputer yang ada di atas meja, dan untungnya komputernya juga masih bisa menyala. Riga yang mengoperasikan komputer, langsung mencari daftar pengunjung hotel dan mereka menemukan sebuah kamar yang tempati atas nama Adam Valentin, kamar itu adalah kamar 505.

          Setelah mengetahui hal itu, mereka langsung bergerak menuju kamar nomor 505. Karena berada di lantai 5, Rio sedikit was-was menggunakan lift, sehingga ia menyarankan untuk memakai tangga saja. Mereka menggunakan tangga barat untuk pergi ke lantai 5. Membutuhkan tenaga untuk sampai ke lantai 5 dan akhirnya mereka sampai disana. Segera mereka langsung mencari kamar 505, namun terlihat jejak darah di lantai. Mereka mengikuti jejak darah itu dan ternyata mengarah ke kamar 505. Rio dan Riga berdiri di depan kamar, mereka saling bertatapan untuk sejenak, keduanya ragu untuk masuk. Riga kembali menyalakan kamera Handycamnya dan perlahan membuka pintu. Rio yang berdiri di belakang merasa gelisah, detak jantungnya berdetak sangat kencang. Dan begitu pintu terbuka mereka melihat...

****

Penyesalan

45 menit sebelum itu.

          Setelah berpisah dengan Riga, pak Adam berlari sekencang-kencangnya menuju hotel Yuyake. Dikepalanya teringat wajah anak-anak dan istrinya yang menunggu kedatangannya. Namun ditengah perjalanannya, pak Adam kembali di kejar dengan orang-orang dari kultus. Dengan segala cara pak Adam coba agar bisa lolos dari mereka namun sayangnya tidak berhasil. Pak Adam sudah tidak memiliki harapan lagi, satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah tetap berlari menuju hotel Yuyake. Dari kejauhan papan nama hotel Yuyake sudah terlihat, hati pak Adam kembali senang sampai ia lupa kalau ia sedang dikejar. Namun begitu pak Adam menoleh kebelakang ia sudah tidak melihat orang yang mengejarnya. Pak Adam berhenti dan mengambil kembali nafasnya sebelum masuk ke dalam hotel.

          Begitu pak Adam melangkahkan kaki ke dalam hotel, perasaan tidak enak langsung datang menghampirinya. Tapi sayangnya ia tidak memikirkan hal tersebut, karena kerinduannya pada keluarganya sangatlah besar. Keadaan di dalam hotel sangat sepi, hanya ada suara air mancur yang mengisi kesunyian ditempat itu. Pak Adam segera berjalan ke arah lift, begitu pintu lift terbuka ia melangkah masuk dan menekan tombol untuk menuju ke lantai 5. Pintu lift tertutup dan secara perlahan naik ke lantai berikutnya. Diruangan yang sempit itu, perasaan tidak enak yang sempat ia rasakan semakin menjadi-jadi. Begitu sampai di lantai 3, lift berhenti lalu terbuka membuat pak Adam sedikit bingung. Beberapa lama pak Adam menunggu, pintu lift tak kunjung tertutup, ia menoleh keluar lift dan menyadari seluruh lampu di lantai itu tidak menyala. Karena kesabarannya habis, pak Adam menekan tombol tutup berulang kali. Pak Adam melihat ke ujung lorong, secara samar-samar ia melihat sebuah bayangan berjalan menuju ke arahnya. Secara perlahan bayangan itu berjalan mendekat, melihat hal itu pak Adam menekan tombol tutup pada lift secara berulang kali. Bayangan itu berhenti, diam tak bergerak selama beberapa saat. Pak Adam kebingungan melihat hal itu, namun hatinya terus gelisah sehingga ia semakin cepat menekan tombol lift. Dan benar saja kegelisahan pak Adam benar, bayangan itu secara tiba-tiba berlari menuju lift. Pak Adam benar-benar panik, ia terus menekan tombol itu dengan cepat, hingga sebelum bayangan itu dapat mendekat pintu lift dapat tertutup dan kembali lift bergerak ke atas. Pak Adam menghela nafasnya dalam-dalam karena ia merasa lega dapat lepas dari sesuatu yang mengejarnya tadi.

          Entah dengan keberuntungan apa, pak Adam berhasil sampai di lantai lima. Ia melangkahkan kaki keluar dari lift dan berjalan menuju ruangan 505. Berbeda dari lantai 3, lampu di lantai 5 ini menyala sehingga membantu pak Adam mencari kamar keluarganya berada. Begitu sampai di depan kamar, pak Adam mulai mengetuk pintu dan memanggil nama istrinya.

“Azarin, ini aku. Aku datang untuk menjemput kalian”.

          Tak ada jawaban dari dalam kamar, membuat pak Adam semakin khawatir. “Azarin, sayang, buka pintunya aku datang sesuai janjiku, Sayang” kata pak Adam sambil mengetuk pintu kamar dengan semakin kencang. Dan akibat terlalu keras mengetuk, tidak sengaja pintu kamar itu terbuka dengan sendirinya. Suasana kamar itu sangat gelap, namun tercium samar-samar bau amis entah darimana. Pak Adam menyalakan senter yang ia bawa sambil berjalan masuk ke dalam kamar. Ia menerangi satu-persatu sudut ruangan dengan senternya, namun ia masih tidak bisa menemukan keluarganya.

          Kamar yang ditempati oleh keluarga pak Adam adalah jenis kamar Family Room, ukurannya yang besar sehingga membuat pak Adam sedikit kesulitan memeriksa keseluruhan kamar ditambah ruangan kamar yang gelap. Namun begitu pak Adam mendekati kasur, ia menemukan tubuh istrinya yang sudah membusuk, tergeletak di samping kasur. Pak Adam menangis sejadi-jadinya melihat orang yang dicintainya pergi dengan begitu mengenaskan. Bau busuk keluar dari jasad istrinya dan belatung merangkak keluar masuk dari tubuh itu. Air mata tetap keluar dari mata pak Adam, dan begitu pula isi perutnya. Ia memuntahkan semua isi perutnya setelah itu ia lanjut menjerit, menangis meratapi kepergian istrinya.

          Dalam tangisnya, pak Adam menggenggam walkie talkienya, ia memandangi benda itu dengan rasa penyesalan. Dalam hatinya ia menyalahkan dirinya karena tidak menjemput keluarganya lebih awal. Sekarang istrinya telah tiada, dan anak-anaknya masih hilang tidak diketahui.

“Ayah?”

          Secara tiba-tiba suara seorang perempuan terdengar dari arah pintu, dan terlihat siluet gadis kecil. Adam mengarahkan senternya ke arah gadis kecil itu, dan terlihat seorang gadis dengan gaun one piece putih dan rambut hitam yang dikepang dua, mata cokelat milik gadis itu bersinar begitu terkena cahaya.

“Michela?” kata pak Adam dengan tak yakin.

“Ayaaahhh...” teriak gadis itu berlari ke arah Adam sambil meneteskan air mata. Gadis kecil itu menangis di pelukan Adam, Pak Adam masih tidak percaya dengan kenyatan ini. Ia memeluk putrinya dengan erat, ia mencium pipi putrinya dan bersyukur kalau ia masih bisa bertemu dengan putrinya.

“Ela, dimana abang mu? Dan apa yang terjadi?” kata pak Adam sambil melepas pelukannya.

          Awalnya wajah Michela sedikit ragu, matanya melirik ke bawah dan kembali menatap ayahnya. Mulutnya yang kecil itu terbuka dan terdengar suara serak yang berisikan kesedihan, “Ela juga gak tau. Tiba-tiba aja, kabut datang dan terus orang-orang berteriak”. Ia terhenti, dan wajahnya memucat, “Mama memeluk Ela dan abang. Kami sembunyi di dalam kamar, tapi tiba-tiba mama menyuruh Ela sama abang sembunyi di dalam lemari”, Cerita gadis itu terhenti disana, dari wajahnya pak Adam tahu kalau putrinya sangat trauma dengan kejadian itu.

“Terus Ela, bang Deon dimana?”

“Kalau bang Deon ada di pantai. Ayo yah, kita ketemu sama bang Deon” kata putrinya sambil menarik tangan pak Adam. Walau masih ada pertanyaan yang mengganjal hatinya, kini pak Adam hanya bisa menuruti putrinya itu.

          Pak Adam menggandeng tangan Michela dengan erat, namun begitu melangkahkan kaki dari kamar, lengan pak Adam tersayat oleh sesuatu. Darah mengucur cukup banyak di depan pintu kamar, dan setelah diselidiki bayangan yang ada di lantai 3 tadi mengejar pak Adam. Melihat hal itu pak Adam langsung menggendong putrinya dan berusaha untuk lari dari makhluk itu. Michela mengarahkan ayahnya untuk keluar dari hotel menggunakan tangga timur. Butuh usaha lebih untuk keluar dari hotel dengan jalur itu, tetapi mereka berhasil keluar dari hotel.

          Sesampainya di bawah pak Adam langsung membalut luka di lengannya dengan menggunakan kain yang ia temukan di ruangan laundry hotel. Walau tidak seberapa, setidaknya lukanya bisa sedikit tertutup. Michela memegang tangan ayahnya, lalu dengan senyuman manisnya, ia menuntun pak Adam ke tempat abangnya. Di belakang hotel Yuyake langsung mengarah ke pantai, tempat turis biasanya berjemur dan bermain di laut. Pada saat itu kemungkinan hari sudah sore, namun pak Adam tidak bisa melihat jam, karena jam tangannya sudah hilang entah dimana, bahkan mau melihat posisi matahari tidak bisa dikarenakan langit yang mendung ditambah kabut yang masih sama tebalnya. Pak Adam juga teringat dengan walkie talkienya yang tertinggal di kamar hotel.

          Tidak lama berjalan di pantai, mereka tak kunjung sampai di tempat yang dimaksud Michela. Pak Adam semakin mendesak putrinya itu untuk memberitahu dimana putranya berada. Michela mendadak berhenti dan angin tiba-tiba berhembus, menerbangkan kabut yang ada disekitar mereka. Begitu terkejutnya pak Adam, melihat putranya sudah terkubur dipantai. Seluruh tubuhnya terkubur di pasir dan tinggal menyisakan kepalanya yang berada di permukaan. Bibirnya sudah kering seperti gurun, kelopak bawah matanya sudah menghitam, namun ia masih bernafas.

“Deon, kamu gak papa nak? Deon, tolong jawab ayah” teriak pak Adam sambil mencoba menggali pasir dengan tangannya. Air mata kembali jatuh melihat putranya tersiksa seperti ini.

“A..ayaah?” kata Deon dengan suara yang lemah.

“Apa yang terjadi pada mu nak? Ayah minta maaf karena terlambat menjemput kalian”.

          Dengan sekuat tenaga, bocah itu berusaha menggerakkan kepala untuk melihat ayahnya, “Ayah, tolong bawa kamera...ku...” suara Deon semakin serak, ia mengambil nafas dan kembali mencoba untuk berbicara “Pergi dari sini... Michela sudah berubah menjadi monster”.

          Pak Adam mulai bingung dengan apa yang dibicarakan anaknya tersebut, namun secara tiba-tiba terdengar suara raungan dari arah laut. Raungan itu berbunyi sekali namun terdengar sangat keras, dan setelah itu muncul sebuah garis lingkaran kuning raksasa menyala di atas laut. Sinarnya cukup terang bahkan bisa menembus kabut tebal yang ada di pantai.

          Deon menarik nafasnya dalam-dalam dan kemudian berteriak pada ayahnya, “AYAAHH, BAWA KAMERA KU DAN PERGI DARI SINI, CEPAAT!!!”

          Suara raungan tadi kembali berbunyi namun menjadi semakin keras dan lingkaran kuning itu mendekat ke arah pantai. Melihat hal itu, seluruh tubuh pak Adam merinding bukan main, dengan segera pak Adam mengambil kamera yang dimaksud anaknya yang berada tak jauh darinya dan bergegas pergi walau dengan berat hati ia harus meninggalkan putranya disana. Namun begitu kamera telah berada di tangannya, secara mendadak perut kiri pak Adam tertikam oleh sesuatu dari belakang. Ia menoleh kebelakang dan melihat Michela dengan mata hitam pekat, dan gigi-giginya yang runcing tersenyum ke arahnya.

          Melihat ayahnya tertikam, Deon yang hanya bisa menjerit memanggil-manggil ayahnya. Ia mencoba untuk keluar dari sana, namun ia sudah tidak lagi bisa merasakan anggota tubuhnya. Michela menikam pak Adam menggukan tangannya yang berkuku tajam. Darah mengucur deras dari perut pak Adam. Ia mencoba menekan luka di perutnya dengan tangan kirinya. Dan dengan sekuat tenaga ia mencoba berjalan menjauhi area pantai. Michela hanya melihat pak Adam pergi dengan tertatih-tatih sambil menjilati tangannya yang berlumuran darah, ia membiarkan pak Adam pergi. Sedangkan Deon hanya bisa menangis melihat ayahnya yang terluka pergi menjauhi area pantai. Dengan bersusah payah pak Adam berjalan menjauhi pantai dan pada saat pak Adam berhasil mencapai hotel ia kembali bertemu dengan Rio dan Riga.

****

Beberapa menit yang lalu

          Dan begitu pintu terbuka Rio dan Riga melihat walkie talkie milik pak Adam tergeletak di lantai. Mereka memasuki kamar 505 yang gelap dengan menggunakan senter. Tak lama Rio mencium aroma busuk dari arah sebelah kasur dan ketika di cek ternyata terdapat mayat soerang perempuan yang sudah membusuk. Seketika Rio bergegas keluar kamar dan ia memuntahkan semua isi perutnya. Riga datang menghampiri Rio dan memberikannya sebuah tisu. Mereka pindah ke kamar yang ada di depan kamar 505, yang kebetulan mengarah ke pantai. Riga membuka jendela kamar agar perasaan Rio bisa sedikit enakan. Namun secara tiba-tiba mereka mendengar suara raungan yang sangat keras dari arah pantai. Dan begitu raungan itu selesai, terlihat sebuah garis lingkaran raksasa berwarna kuning berada diatas laut.

“Riga, kita harus segera pergi dari sini” kata Rio yang melihat Riga sedang sibuk merekam hal itu di jendela.

          Karena tidak merespon, Rio mengguncang pundak Riga sehingga kesadarannya kembali, lalu meminta Riga untuk pergi secepatnya. Mereka bergegas berjalan keluar dari kamar, namun begitu keluar mereka dikejutkan dengan kedatangan sebuah bayangan berbentuk humanoid yang berjalan mendekati mereka dari arah tangga barat. Dan karena itu, mereka berlari menuju tangga timur. Pada saat menuruni tangga, terdengar lagi suara raungan itu semakin keras, dan karena itu mereka semakin mempercepat langkah kaki mereka untuk segera pergi dari hotel itu. Begitu sampai di lantai 1 mereka kembali bertemu dengan pak Adam dengan kondisi terluka parah pada bagian perut sebelah kiri.

“Kak Rio, apa yang kakak tunggu, ayo pergi dari sini” kata Riga yang sudah sampai di depan pintu.

“Tunggu sebentar Riga, aku akan menolong pak Adam terlebih dahulu” kata Rio dengan sigap langsung mengambil taplak meja dan membalutkannya ke luka pak Adam.

          Melihat apa yang dilakukan oleh Rio, Riga kembali mengoceh, “Untuk apa saat ini kau menolong dia kak? Tinggalkan saja dia dan mari bergegas pergi dari tempat ini!”

          Dengan wajah yang marah, Rio menghampiri Riga dan kemudian menampar wajahnya, “Apa kau meminta ku untuk meninggalkan orang yang terluka dan membutuhkan pertolongan hanya agar aku bisa pergi menyelamatkan nyawaku? APA BEGITU MAKSUDMU?” suara Rio meninggi membentak Riga. “Walau aku selamat, aku tidak bisa berhenti menyalahkan diriku karena itu, kau tau” setetes air mata jatuh ke pipi Rio. Lalu ia melanjutkan, “Kalau kau ingin pergi, pergilah, selamatkan dirimu Riga” Rio mengakhiri kalimatnya dengan wajah kecewa dan kembali membalut luka yang ada di perut pak Adam.

“Apa yang kau lakukan Rio? Dia benar, tidak ada gunanya kau melakukan ini, aku sudah kehilangan banyak darah dan kesadaranku semakin memudar. Mungkin waktuku tidak lama lagi...”

“Apa yang pak Adam bicarakan? Kalau bapak punya tenaga untuk mengucapkan hal itu, berarti bapak masih punya kesempatan”.

          Perkataan Rio barusan memberikan sedikit harapan bagi pak Adam untuk dapat kembali hidup, demi nyawa keluarganya. Rio membopong pak Adam dan membantunya berjalan keluar dari hotel Yuyake. “Terima kasih” hanya itu yang bisa pak Adam katakan untuk membalas budi dari Rio. Begitu sampai di pintu hotel Riga juga datang membantu Rio dalam membopong pak Adam.

“Aku tau kak Rio itu adalah orang yang baik, sangat baik malahan. Jadi maafkan sikap ku tadi kak” kata Riga dengan menyesal.

          Rio tersenyum dan berkata, “tak apa Riga, mari kita bertiga keluar dari pulau ini”.

          Mereka berhasil berjalan meninggalkan hotel Yuyake cukup jauh. Mereka memakai rute terpendek untuk pergi ke dermaga yang ada di timur pulau. Dengan dipandu oleh Riga yang lumayan hafal dengan berbagai jalan pintas di kota Olaq. Walau dengan jalan pintas butuh waktu lama agar mereka sampai di tujuan. Langit sudah menggelap menandakan hari sudah malam. Rio menyinari jalan yang begitu gelap karena kebanyakan lampu jalan sudah tidak menyala lagi. Begitu sampai di pemukiman warga, Rio mengabari pak Melvin untuk bersiap-siap pergi. Awalnya tidak ada jawaban dari walkie talkie, hanya ada suara sinyal frekuensi kosong yang terdengar. Namun begitu mereka berjalan, terdengar jelas suara pak Melvin menjawab dari kapal.

“Kapal siap berlayar nona” kalimat sederhana itu membuat mereka bertiga bahagia.

          Mereka bertiga berhasil sampai di dermaga, perahu kapal milik pak Melvin sudah menyala dan siap berangkat. Yang pertama adalah pak Adam, melihat kondisi pak Adam yang terluka parah membuat pak Melvin membantu Rio dan Riga untuk menaikkan pak Adam ke atas perahu. Pak Adam dibaringkan dan tangannya dengan erat menggenggam kamera handycam milik anaknya. Lalu selanjutnya adalah giliran Rio yang menaiki kapal. Karena kondisi laut yang berombak membuat kapal sedikit bergoyang membuat Rio hampir saja terjatuh ke laut, dan untungnya pak Melvin dengan sigap membantu Rio.

Dan giliran terakhir adalah giliran Riga yang menaiki kapal. Namun begitu hendak naik, terdengar suara raungan yang sama dari arah kota dan dari kejauhan terlihat lingkaran kuning raksasa yang bersinar terang dari arah sana. Riga yang panik langsung melompat ke atas kapal, dan pak Melvin dengan rasa tak percaya dengan apa yang dilihatnya bergegas menuju tempat kemudi. Kapal hendak berangkat namun Riga menyadari kalau ia melupakan kamera miliknya di dermaga. Ia meminta pak Melvin untuk menunggu sebentar. Pak Melvin mengiyakan hal tersebut, dan Riga langsung melompat kembali ke dermaga. Ia melemparkan kameranya pada Rio dan beruntung berhasil ditangkap. Namun naas bagi Riga, seketika tubuhnya melayang lima meter ke udara dan seketika hancur begitu saja.  

          Darah berubah menjadi hujan, dan seluruh tubuh Rio hancur tak bersisa layaknya sebuah balon yang meletus. Rio terdiam mematung melihat apa yang baru saja terjadi. Pak Melvin dengan mantap langsung menjalankan perahunya meninggalkan pulau Summer Island. Rio terduduk lemas, air mata jatuh membasahi kamera handycam yang ada di genggamannya. Dunia seolah bisu tak bersuara. Pak Melvin memanggil-manggil Rio, namun Rio sedang jatuh kedalam kesedihan. Pak Melvin menghampiri Rio dan menepuk pundaknya dengan perlahan, kembali Rio tersadar dari kesedihannya. Pak Melvin mengabari kalau pak Adam juga sudah tiada akibat kehilangan banyak darah. Ia meninggal sambil menggenggam sebuah kamera handycam di tangannya. Perasaan Rio hancur, waktu tidak bisa di putar kembali, yang tersisa hanyalah penyesalan.

          Perahu milik pak Melvin terus melaju kembali ke tempat asalnya. Dan perjalanan pulang itu terasa sangat lama bagi Rio dan juga pak Melvin. Di malam yang gelap mereka kembali pulang. Begitu perahu merapat ke dermaga, Rio turun dari perahu dan kemudian berjalan dengan sempoyongan menuju rumah pak Melvin. Begitu Rio membuka pintu depan rumah pak Melvin, ia disambut oleh seorang perempuan berparas cantik dengan rambut panjang sebahu berwarna putih dengan mengenakan jepit rambut berbentuk kelinci berwarna hitam. Perempuan itu duduk di sofa dengan mengenakan setelan jas berwarna putih, lalu dasi berwarna biru, dan mengenakan rok mini berwarna putih kemudian stoking berwarna hitam dan sepatu high heels berwarna hitam.

          Perempuan itu berdiri dan kemudian menghampiri Rio lalu mengatakan, “Rio Alamanda, kau ditahan atas dakwaan telah menerobos wilayah kerja Biro Keamanan Negara dan semua barang yang kau miliki akan disita sampai sidangmu dilaksanakan” suara dari perempuan itu terdengar sangat lembut namun mengandung kengerian dibaliknya. Dan mata berwarna kuning seperti bulan itu menatap tajam ke arah Rio.

“Dan kau sendiri... siapa?” tanya Rio dengan nada datar.

          Perempuan itu terkejut dengan respon dari Rio dan ia tertawa kecil, “maafkan aku” katanya sambil menyapu air matanya. “Ternyata aku belum memperkenalkan diriku ya? Perkenalkan namaku adalah Nacht Schounheit, kau bisa memanggilku Nach kalau kau mau” perkataannya ditutup dengan sebuah senyuman seindah malam hari.

Awal Bencana

29 November 2019, pukul 10:00 pagi

          Sebuah mobil minibus melaju dengan kecepatan sedang, menyeberangi selat Gaib melalui jembatan Summer Island. Matahari bersinar terik pagi itu, dan mobil-mobil hilir mudik di atas jembatan. Pemandangan laut yang sangat indah terbentang sejauh mata memandang. Burung-burung camar asyik bermain bersama temannya sedang berlomba untuk menangkap ikan. Namun ada satu orang yang cemberut di sepanjang perjalanan, ia adalah seorang gadis cilik, dengan mata cokelat yang indah. Gadis itu merajuk karena mengetahui ayahnya tidak bisa ikut dalam liburan mereka kali ini.

“Ela, sudah jangan cemberut lagi. Nanti papa akan datang kok” kata Azarin, si ibu, menghibur putrinya tersebut. “Itu liat, disana ada bianglala. Ela mau naik bianglala?”

“Endak mau, Hump!!” kata gadis kecil itu sambil menggembungkan pipinya dan menyilangkan tangannya. Ia duduk disebelah Azarin yang sedang mengemudi.

“Sudahlah bu, mari kita langsung ke hotel saja. Paling nanti Ela akan berhenti marah ketika bermain di pantai” kata Deon, kakak dari Michela yang lagi sibuk memainkan kamera handycam, hadiah dari ayahnya.

          Azarin tersenyum melihat sudah betapa dewasanya putranya itu, “Anak mama ternayata sudah besar ya” kata Azarin yang membuat Deon menjadi sedikit malu.

          Mobil mereka terus melaju hingga mereka sampai di hotel tempat tujuan mereka, Hotel Yuyake. Hotel itu adalah salah satu hotel terbaik jika berkunjung ke Summer Island. Begitu memasuki hotel, nampak interior lobi hotel yang begitu mewah, dengan beberapa pohon hias yang bisa menyala indah dan beberapa sofa dan meja cantik yang menghiasi lobi hotel itu. Michela yang tadinya cemberut, kini berlari-lari mengitari pohon hias itu dengan kegeringan. Deon ikut mengejar Michela untuk menghentikannya. Azarin yang melihat tingkah anaknya merasa bersalah dengan para tamu yang ada di lobi. Ia menangkap putrinya itu dan menggendongnya namun Michela masih ingin bermain dengan lampu cantik itu. Azarin mendekati meja resepsionis dan melakukan check in. Sebelumnya suaminya telah memesan sebuah kamar hotel atas namanya, dan setelah respsionis melakukan beberapa pengecekan, mendaratlah kunci kamar nomor 505 di tangan Azarin. Mereka diantarkan oleh seorang porter yang juga membawakan dua buah koper milik mereka.

          Tak Perlu waktu lama, mereka telah sampai di kamar yang dimaksud. Kamar yang mereka tempati adalah sebuah kamar dengan tipe Family Room, dengan dua kasur dengan ukuran king size, sebuah sofa dan meja, dan satu buah lemari pendingin yang berisi beberapa minuman bersoda dan ada juga rak yang ketika dibuka berisi snack dan jajanan yang lain. Porter telah keluar dari kamar, Michela sedang kegirangan melompat-lompat diatas kasur, Deon asyik mengambil video menggunakan kameranya, sedangkan Azarin sedang duduk melepaskan rasa lelahnya. Dikeluarkannya smartphone miliknya dan ia memanggil suaminya melalui video call. Panggilan terangkat, dan wajah Adam terlihat dilayar smartphone. Azarin memanggil kedua anaknya dan mengabari kalau ada ayah mereka disini. Si kecil Michela berlari ke arah Azarin sambil berteriak “Ayaaah”.

“Ela, anak papa. Apa Ela jadi anak baik bersama mama?” kata Adam dengan senyum bahagia di kantornya melambai-lambaikan tangannya ke kamera.

“Iya, Ela sekarang jadi anak baik sama mama”.

“Gadis pintar. Abang Deon mana?”.

“Abang Deon lagi main sama kameranya. Ela pergi panggil abang dulu”, kaki kecil itu cepat bergerak menghampiri Deon yang sedang berbaring di kasur sambil mengutak-atik kameranya.

          Kini tinggal mereka berdua, dengan wajah menyesal, Adam meminta maaf pada istrinya, “Maaf ya sayang, aku tidak bisa menemani kalian disana”.

“Tidak perlu meminta maaf begitu sayang, itu semua akibat pekerjaan mendadak dari bos mu kan. Aku tidak pernah menyalahkanmu” kata Azarin sambil tersenyum manis.

“Azarin” kata Adam kali ini dengan wajah yang serius membuat Azarin menjadi sedikit gugup, “Aku akan segera menyelesaikan pekerjaan ku di sini dan akan langsung menyusul kalian”.

          Tawa kecil keluar dari Azarin dan membuat Adam sedikit bingung, “Haha iya, kalau bisa segeralah kesini sayang. Aku... sedikit kesepian tau” kata Azarin sambil merayu suaminya itu. Tangan Azarin mengelus perutnya dan berkata “Lagipula aku ingin kau disini untuk mengumumkan anggota keluarga baru kita”.

“Kau benar. Walau usia kehamilanmu baru sebulan jangan terlalu memaksakan diri ya”

“Iya sayang” kata Azarin dengan tersenyum bahagia karena suaminya sangat memperhatikannya.

“Kalau begitu aku pamit dulu ya, jangan lupa titip salam buat anak-anak”.

“Iya, jangan lupa istirahat ya sayang, i love you”

          “I love you too” balas suaminya sebelum menutup telepon. Azarin berdiri dari sofa dan melihat kedua anaknya sedang bertengkar. Dimana Michela mencoba menyeret Deon untuk ketemu dengan ayahnya, sedangkan Deon masih ingin waktu dengan kameranya. Agar pertengkaran mereka berhenti, Azarin mengajak mereka untuk bermain di pantai.

          Saat Azarin dan keluarga berjalan di pantai, semua mata tertuju padanya karena mereka terpesona dengan kecantikan dari Azarin. Walau umurnya sudah masuk ke 35 tahun, tetapi penampilannya masihlah menarik dengan bentuk tubuh seperti buah pir. Azarin menggunakan pakaian renang model tankini berwarna steel blue, lalu terdapat bagian yang menutupi sebagian lengan bagian atasnya dengan warna abu-abu. Lalu pada bagian bawah, ia mengenakan celana pendek diatas paha berwarna hitam dan menggunakan sandal. Dan tak lupa pula Azarin menggunakan topi floppy hat, karena sinar matahari yang sangat terik.

          Untuk Michela, ia menggunakan model pakaian renang yang sama dengan ibunya, namun dengan warna pink kesukaan Michela. Sedangkan Deon hanya memakai celana renang dan kacamata hitam, dan tak lupa kamera di tangannya. Siang itu Deon asyik merekam kegiatan keluarganya di pantai, mulai dari makan bersama di pantai, membuat istana pasir, lalu saat Azarin mengajaknya bermain air di laut, Deon menolak dengan alasan ia akan mengambil video saja. Azarin dan Michela bermain bola plastik di laut, namun karena Azarin memukul bola tersebut terlalu keras bola mereka malah mendarat ke tempat yang agak dalam. Azarin ingin mengambil bola yang terlempar itu, tetapi Michela bersikeras ingin mengambil bola tersebut. Sebagai ibu, Azarin merasa khawatir apabila terjadi apa-apa pada putrinya. Sekali lagi Michela meyakinkan ibunya, ia memegang tangan Azarin dan berkata kalau ia sudah bisa berenang dan Michela meyakinkan Azarin kalau tempat itu tidak terlalu dalam.

          Azarin mempercayai putri kecilnya itu, dan Michela pergi ketempat bola mereka mengambang. Walau begitu, Azarin tetap mengikutinya dari belakang. Awalnya ada sedikit rasa khawatir, namun ketika Michela berhasil mengambil bola itu dan tersenyum ke arah Azarin, rasa khawatir itu pun menghilang. Gadis kecil itu melangkahkan kakinya hendak menuju tempat yang lebih dangkal dan kembali bermain bola bersama ibunya, namun tiba-tiba tubuh kecil Michela tenggelam. Azarin yang berada di dekat putrinya dengan sigap langsung menangkap tangan putrinya itu. Tetapi tubuh Michela terasa sangat berat seakan ada yang menariknya ke dasar lautan. Azarin berteriak pada Deon untuk membantunya. Deon langsung melemparkan kameranya ke pasir dan bergegas berlari ke arah ibunya untuk membantu menarik tubuh Michela. Walau begitu mereka masih tidak sanggup, Deon berteriak sekencang-kencangnya meminta pertolongan hingga menarik perhatian orang yang ada di pantai.

          Penjaga pantai datang menghampiri mereka dan berusaha membantu. Tangan Azarin sudah mati rasa, dan sudah tidak sanggup lagi memegang tangan putrinya itu, hingga terlepaslah pegangan dari Azarin dan Michela tenggelam kedasar lautan. Azarin menjerit memanggil nama putrinya itu dan orang-orang ikut menyelam mencari Michela. Azarin dibawa ke pantai dan Deon terus berusaha menenangkan ibunya.

Tak beberapa lama seorang pria yang merupakan penjaga pantai datang ke arah Azarin dengan menggendong Michela. Azarin berlari ke arah putrinya dan air mata terus membasahi pipinya. Dibaringkan Michela di pasir, lalu penjaga pantai mulai memompa dadanya. Azarin yang merupakan mantan perawat di rumah sakit ikut membantu memberikan nafas buatan pada Michela. Berulangkali proses itu dilakukan namun belum ada perubahan. Azarin semakin sedih melihat putri bungsunya tidak kunjung membuka mata. Dan pada saat dada Michela di pompa untuk kesekian kalinya, akhirnya air keluar dari mulut gadis itu dengan terbatuk-batuk. Dengan rasa syukur, Azarin memeluk erat putrinya yang masih dalam kondisi lemas. Dan atas kejadian itu, Azarin dan keluarga kembali ke hotel sementara Michela di baringkan di kasur untuk beristirahat.

          Pada malam hari, keadaan menjadi sunyi, terutama di hotel itu. Michela masih tidur di kasur sendirian, sedangkan Azarin dan Deon tidur di satu kasur yang lainnya. Azarin sudah tertidur pulas, mungkin karena sudah letih menghadapi kejadian tadi siang. Berbeda dengan Azarin, Deon juga berbaring di kasur, namun ia tidak bisa tidur. Pikirannya masih terfokus dengan apa yang sebenarnya terjadi tadi siang. Sesuatu mencoba menenggelamkan adiknya dan tidak ada yang tahu penyebabnya. Deon mendengar penjelasan dari penjaga pantai, kalau hal itu merupakan akibat arus ombak yang menarik objek ke dasar laut. Namun hal itu tidak masuk akal karena walau seberapa besar usaha mereka menarik Michela, mereka tetap tidak bisa.

          Karena memikirkan hal itu, Deon menjadi semakin tidak bisa tidur. Diambilnya kamera handycamnya yang terletak di sebelah kasurnya. Pada Awalnya Deon memang meminta dihadiahi sebuah kamera, dan berkat ia menjadi juara kelas, ia mendapatkan apa yang ia inginkan. Alasan kenapa Deon sangat suka dengan kameranya, karena ia ingin memberikan sebuah hadiah pada ayahnya. Adam sangat sibuk dengan urusan pekerjaannya, hingga sangat jarang waktu bagi mereka untuk berkumpul bersama. Deon tidak bisa menyalahkan ayahnya, karena berkat kerja keras ayahnyalah ia bisa hidup bahagia.

          Deon menyalakan kameranya dan melihat video yang berhasil ia rekam hari ini. Anak itu tersenyum sendiri melihat rekaman video itu. Hasilnya ia cukup puas dengan video yang dia ambil, dan Deon berencana untuk membuat video yang lebih bagus dan menyenangkan dari hari ini kemudian menghadiahkannya pada ayahnya.

          Deon memutar video yang ada di pantai, awalnya merupakan video dengan canda tawa namun diakhiri dengan kecelakaan yang melibatkan adiknya, tetapi untungnya semua dapat selamat. Video berakhir saat kamera jatuh ke pasir ketika Deon hendak menolong ibunya. Deon memutar kembali bagian akhir sebelum video berakhir, diulangnya lagi memutar bagian akhir video itu, sampai ia menyadari kalau ada sesuatu yang aneh. Di pausenya video pada bagian yang janggal, dan sekilas ia melihat sebuah cahaya kuning dari dalam laut, walau gambarnya tidak terlalu jelas. Mungkin itu hanyalah pantulan dari cahaya matahari pikir Deon. Dan setelah puas melihat hasil rekaman videonya, rasa kantuk menghampiri Deon. Ia meletakkan kameranya kembali ketempatnya. Begitu ia memejamkan mata, Deon sudah tidur terlelap.

          Di dalam mimpi, Deon melihat adiknya sedang tenggelam ke dalam kegelapan. Ia mencoba meraih tangan adiknya namun tetap tidak bisa. Deon berusaha sekuat tenaga hingga ia berhasil menggapai lengan Michela, namun yang ada di hadapannya bukanlah adiknya tetapi sebuah ke”absurd”an yang mengerikan. Karena mimpinya itu Deon terbangun dari tidurnya. Dilihatnya sekeliling kamar, dan jam di sebelah kasurnya masih menunjukkan pukul enam pagi. Ibunya masih terlelap disebelahnya, namun Michela sudah tidak ada di tempat tidurnya. Deon panik dan bergegas mencari adiknya itu. Ia keluar dari kamar dan terus berlari berkeliling di area lantai 5, hingga saat berada di balkon yang mengarah ke pantai, Deon melihat adiknya disana. Ia bergegas ke lift dan pergi menyusul Michela.

30 November 2019, pukul 6:17 pagi

          Deon sudah berada di pantai, awan hitam menghiasi langit pagi itu, dan dengan bergegas Deon menghampiri Michela. Gadis kecil itu tidak bergerak dari tempat dia berdiri. Dan ketika Deon mendekatinya, nampak Michela sedang memegang sebuah buku di tangannya. Buku itu tampak tebal, usang dan berwarna hitam. Deon bertanya pada adiknya mengenai buku yang ia pegang, tetapi Michela tidak menjawab, ia hanya diam. Ketika Deon mencoba mengambil buku itu, seketika Michela menolak hal tersebut dengan mendekap buku itu dengan erat. Kali ini Deon mencoba meminjam buku itu dengan baik-baik, dan pada akhirnya Michela menyerahkan buku itu pada abangnya.

          Deon memperhatikan, pada bagian cover buku itu terdapat gambar garis lingkaran dan di tengah lingkaran itu terdapat gambar semacam hewan? Suatu makhluk? Deon tidak tau bentuk apa itu. Ia membuka buku itu dan pada lembaran pertama terdapat tulisan “Assurd” dengan abjad latin yang berada di tengah-tengah halaman. Lalu ia lanjut melembar halaman yang sudah berwarna cokelat usang itu ke halaman selanjutnya, namun sayangnya isinya kosong. Tidak ada apa-apa di halaman-halaman selanjutnya. Deon menutup buku itu dan mengembalikan buku itu pada Michela.

“Apa yang kau lakukan di pantai ini Ela?” tanya Deon yang menatap adiknya dengan penuh tanda tanya.

          Gadis itu melihat ke arah laut, terus memandanginya dengan serius. Kemudian ia menoleh ke arah Deon dan berkata, “Ela menunggu...”

“Menunggu apa?

“Kebangkitan” kata gadis kecil itu dengan pelan.

          Langit yang sedari tadi mendung, kini menurunkan hujan dengan sangat lebat. Deon menarik Michela untuk bergegas pergi ke dalam hotel. Sesampainya di hotel mereka bertemu dengan Azarin yang kelihatan panik mencari kedua anaknya. Ia memeluk mereka berdua yang sudah basah kuyup. Kemudian Azarin mulai mengomel tentang jangan pergi sendirian sambil mencubit pipi mereka. Azarin meminta kepada salah satu pelayan hotel dua buah handuk untuk anak-anak mereka. Dengan bergegas pelayan mengambilkan permintaan tamunya. Handuk diberikan, Deon mengeringkan tubuhnya dengan handuk tersebut sambil menatap ke arah Michela. Sedangkan adiknya sedang memeluk erat buku itu dan membiarkan ibunya mengeringkan tubuh kecilnya. Tubuh mereka sekarang sudah lumayan kering, dengan sigap Azarin membawa anak-anaknya kembali ke kamar untuk mengganti pakaian mereka yang sudah basah kuyup.

          Sekarang pakaian mereka yang basah sudah ditukar dengan pakaian yang kering. Deon dengan inisiatif membuatkan teh hangat untuk dirinya dan adiknya. Sementara Michela masih sibuk di dandani oleh Azarin. Ia dipakaikan bedak, mengkepang duakan rambut Michela, dan memakaikannya sebuah gaun one piece berwarna putih, hadiah dari Adam dan Azarin untuk putri kecil mereka.

          Saat membuat teh, Deon menyadari kalau Michela kali ini menjadi lebih pendiam. Biasanya adiknya itu akan rewel sekali saat ibunya mengikat rambut Michela. Tetapi Deon tetap berpikir positif, mungkin adiknya masih sedikit terguncang akibat kejadian kemarin. Teh selesai dibuat, ia memberikan secangkir teh hangat untuk adiknya itu. Michela yang duduk di sofa hanya diam memandangi teh yang dibuat abangnya sambil memeluk buku hitam itu. Deon duduk disebelah Michela, ia menyeruput teh yang ia buat sambil memerhatikan adiknya yang tak kunjung meminum teh yang ada di hadapannya.

“Ela, minumannya gak diminum?” tanya Deon.

“Ini apa?”

          Pertanyaan itu membuat Deon sedikit kebingungan. “Ini... teh” jawab Deon singkat dengan keheranan.

“Teh?”

          Gadis kecil itu mulai mengambil cangkir berisikan teh itu dan langsung menghabiskannya dengan sekali tegukan. Walau dalam kondisi hangat, menghabiskan teh dengan sekali teguk dapat menyebabkan luka bakar pada lidah dan mulut bagian dalam. Deon merasa khawatir pada adiknya itu dengan menanyakan kondisi Michela. Tetapi adiknya itu tidak merespon untuk beberapa saat. Namun seketika Michela melihat ke arah Deon, lalu tersenyum padanya. Senyuman yang ia berikan sangat berbeda dengan senyuman manis yang sering ia tunjukkan. Kali ini senyuman itu terasa menakutkan, dan entah kenapa Deon merasa menjadi tidak nyaman. Ia bangkit dari sofa dan pergi menuju tempat kameranya berada.

          Azarin selesai merapikan pakaian anaknya yang basah ke dalam sebuah keranjang dan ia berniat untuk pergi ke tempat laundri nanti. Tapi sebelum itu, Azarin mengajak anak-anaknya untuk sarapan di kantin. Di sepanjang perjalanan menuju kantin, Azarin berjalan sambil menggandeng tangan putrinya. Ia merasa kalau anaknya ini menjadi lebih pendiam dari sebelumnya. Azarin berpikir kalau Michela masih terguncang dengan kejadian kemarin, dan hal itu membuat ia sedikit sedih. Maka dari itu Azarin berencana untuk menyembuhkan rasa trauma putrinya dengan melakukan hal-hal yang menyenangkan hari ini, karena ia ingin segera mungkin meliahat putri kecilnya ceria kembali.

          Sarapan di hotel mewah merupakan pengalaman yang berharga untuk keluarga itu. Makanan yang ditawarkan juga sangat enak, walau untuk sarapan. Selesai sarapan mereka kembali ke kamar. Kondisi di luar juga masih hujan, nampaknya sang langit menumpahkan segala kesedihannya sehingga hujan turun dengan lebatnya. Akibat hal itu, keluarga Azarin hanya bisa bertahan di kamar mereka menunggu hujan reda. Deon sedang berbaring di kasur sambil melihat rekaman video yang ia ambil sewaktu di kantin. Lalu, Azarin kembali menelpon suaminya mengabari apa yang terjadi, dan memeriksa keadaan suaminya. Sedangkan Michela hanya duduk di sofa sambil memeluk buku yang sedari tadi ia bawa. Mata cokelatnya tertutup, dan mulut kecilnya bergerak seperti membisikan sesuatu yang tidak bisa di  dengar.

          Hujan perlahan mereda, namun kabut mulai menutupi seluruh Summer Island.  Kian lama kabut itu menjadi semakin tebal, hingga orang-orang hampir tidak bisa melihat apa yang ada di depannya. Siaran radio mengudara memberitahukan untuk masyarakat yang ada di Summer Island untuk lebih berhati-hati saat berkendara karena jarak pandang yang sangat buruk. Semua orang bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi? Para wisatawan yang berada di hotel Yuyake berkumpul di beranda hotel untuk mengabadikan peristiwa ini. Tak lama kemudian terdengar suara ledakan yang cukup keras dan seketika itu seluruh listrik padam. Karena suara ledakan yang cukup keras itu membuat masyarakat yang ada di wilayah pemukiman dan kota Olaq menjadi khawatir. Bahkan para pengunjung di hotel Yuyake, mereka bergegas pergi ke lantai paling atas untuk melihat apa yang terjadi, tetapi karena kabut yang tebal mereka tidak bisa melihat apa-apa. Setelah diselidiki terdengar kabar kalau salah satu mesin di pembangkit listrik meledak dan menyebabkan pemadaman listrik ini.

          Kabar itu tersebar sampai ke keluarga Azarin, ia memutuskan untuk menunggu di dalam kamar sampai kondisi menjadi membaik. Ia duduk di kasur dan memperhatikan Deon yang sedang merekam kondisi di luar melalui jendela hotel, sedangkan Michela hanya duduk di sofa, memeluk erat buku hitam itu sambil menutup matanya dengan mulut yang seperti membisikkan sesuatu. Azarin membaringkan tubuhnya di kasur dan menghela nafasnya. Didalam hatinya ia tidak menyangka kalau liburanya akan menjadi seperti ini. Azarin menutup matanya sebentar, namun rasa kantuk yang sangat berat datang menghampirinya sehingga ia tak tahan dengan rasa kantuk itu dan langsung tertidur.

          Deon selesai merekam peristiwa kabut yang tidak biasa itu, ia melirik ke arah ibunya yang ternyata sudah tertidur di kasur. Kemudian Deon melirik Michela ke arah sofa, namun ia sudah menghilang entah kemana. Hanya ada buku hitam milik adiknya yang tertinggal di atas meja. Deon bergegas menghampiri ibunya dan berniat membangunkannya. Tetapi seberapa keras usaha Deon, ibunya tak kunjung bangun dari tidurnya. Secara tiba-tiba terdengar suara raungan yang menggema ke seluruh Summer Island. Raungan itu keras sekali hingga membuat orang-orang bertanya-tanya asal suara itu.

          Terdengar suara gaduh dari orang-orang di luar kamar Deon. Ia mengintip keluar dan melihat orang beramai-ramai ke beranda. Dengan rasa penasaran Deon juga pergi kesana. Di beranda hotel, Deon melihat orang-orang sudah berkumpul dan memandang ke arah laut. Dengan sigap, Deon menyelinap diantara kerumunan orang untuk sampai di barisan depan. Sesampainya disana ia bingung orang sedang melihat apa, namun diperhatikannya betul-betul terlihat samar-samar cahaya berwarna kuning dari balik kabut. Namun perlahan cahaya itu semakin jelas, sampai terlihat sebuah garis lingkaran raksasa yang memancarkan cahaya kuning, sedang melayang di atas laut dengan posisi vertikal. Semua orang tercengang dengan apa yang mereka lihat.

          Terdengar lagi suara raungan itu, yang ternyata berasal dari lingkaran itu. Tetapi kali ini suara raungannya terdengar sangat keras dan berlangsung agak lama dari sebelumnya. Orang-orang menutupi telinga mereka sedangkan Deon menutup telinga kirinya menggunakan tangan kirinya, dan tangan yang satunya ia gunakan untuk merekam kejadian itu. Begitu raungannya selesai, orang-orang mulai berlarian dengan panik. Mereka berusaha untuk keluar dari hotel itu. Deon juga berniat kembali ke kamar dan membangunkan ibunya, namun ia melihat sosok adiknya berada di pantai. Tanpa waktu lama ia bergegas turun menuju pantai.

          Begitu berhasil turun ke bawah, Deon langsung berlari ke arah pantai dan berteriak memanggil adiknya, “Elaaaa”. Dengan nafas yang sudah ngos-ngosan, ia berhasil sampai ke dekat adiknya. Dengan sisa tenaga yang ada, Deon berjalan mendekati Michela. Saat tangan kirinya hendak menggapai adiknya, secara mendadak lengan kiri Deon berputar 3600 menyebabkan sendi yang ada di bahu kirinya hancur. Deon terduduk di pasir dan menjerit kesakitan. Air matanya keluar karena tubuhnya tidak bisa menahan rasa sakit itu secara tiba-tiba. Deon kembali memanggil adiknya yang bahkan tidak melihatnya. Kini tangan kanannya terangkat ke atas tanpa kemauannya dan hal serupa juga terjadi pada tangan kanan Deon. Kameranya terjatuh disebelahnya, dan ia kembali menjerit sejadi-jadinya. Tubuh Deon terangkat berapa meter ke udara, kemudian kedua kakinya bergerak ke arah yang tak seharusnya, menyebabkan lututnya hancur. Suara renyah dari tulang yang patah dibarengi dengan suara jeritan anak 15 tahun menggema di pantai itu.

          Akibat tidak sanggup menahan rasa sakit yang ia terima Deon tidak sadarkan diri walau hanya sebentar. Begitu sadar tubuhnya sudah tertimbun di dalam pasir dan menyisakan kepalanya saja. Deon kembali memanggil adiknya dengan mata yang merah akibat menahan rasa sakit. Michela membalikkan badannya, namun karena cahaya dari lingkaran kuning yang berada di belakang Michela, Deon tidak bisa melihat wajah apa yang sedang di tunjukkan oleh adiknya itu. Gadis kecil berkepang dua itu mendekati Deon lalu jongkok dihadapannya. Kemudian nampak jarinya yang hitam dan memiliki kuku yang tajam menyentuh pipi Deon.

“a...bang...De...on” kata gadis itu seperti mengajak bermain.

          Lalu ia wajahnya mendekat ke Deon, hingga terlihatlah wajah yang menyeramkan. Dengan mata hitam pekat, giginya yang tajam, tersenyum lebar pada Deon. Seketika Deon teringat dengan mimpinya dan ia sontak menjerit memanggil pertolongan. Tetapi sayang tidak ada manusia disana, mau seberapa keras ia menjerit tidak akan ada yang datang. Monster menyerupai adiknya itu berjalan pergi meninggalkan Deon di pantai. Dan dengan perlahan garis lingkaran yang ada di atas laut itu juga perlahan ikut menghilang. Kini tinggal Deon sendiri yang berada di pantai, ia sudah pasrah dengan apa yang terjadi pada dirinya.

          Kembali pada Azarin, ia kini sudah terbangun dari tidurnya. Ia tidak menyangka akan ketiduran. Dilihatnya jam yang berada di sebelah kasurnya dan sekarang sudah masuk pukul 14:04. Ia melihat sekelilingnya dan menyadari kalau kedua anaknya tidak ada. Azarin mulai panik, takut terjadi apa-apa pada anaknya. Ketika hendak keluar kamar, ia menyadari kalau suasana di hotel sangat sepi. Dan saat ia keluar, ia tidak dapat menemukan siapa-siapa. Azarin berkeliling di lantai 5 mencari keberadaan kedua anaknya. Ia menyadari kalau lampu di hotel sudah menyala kembali, dengan cepat ia menuju ke arah lift untuk turun ke lantai 1. Pada saat pintu lift terbuka, Azarin kaget melihat sesosok makhluk di dalam lift. Mahkluk itu terlihat seperti manusia namun juga terlihat seperti bayangan. Dengan cepat makhluk itu mengerjarnya. Azarin berlari kembali menuju kamarnya dan langsung mengunci pintunya. Ia segera mencari senjata, namun yang ia temukan hanyalah sebuah pisau roti, garpu, dan gunting. Ia tidak punya waktu, jadi diambilnya gunting, dan segera ia bersembunyi di balik kasur.

          Terdengar suara langkah kaki berhenti tepat di depan pintu kamar. Azarin berusaha untuk tetap tenang dan tidak bersuara. Makhluk itu mulai berusaha mendobrak pintu kamar. Beberapa kali pintu itu dihantam, hingga akhirnya pintunya terbuka. Makhluk itu berjalan masuk ke dalam kamar, Azarin menunggu mekhluk itu untuk mendekat. Saat sudah dekat, ia melompat ke arah makhluk itu dan menusuknya tepat di bahu kirinya. Namun sayang serangan yang Azarin berikan tidak berefek apa-apa. Seketika leher Azarin dicekik hingga tubuhnya terangkat. Dengan sekuat tenaga Azarin melakukan perlawanan dengan menusuk-nusuk makhluk itu, tetapi sayang usahanya itu sia-sia. Wajah Azarin membiru, air liur keluar dari mulutnya dan ‘krek’ tulang lehernya patah. Azarin tewas, dan makhluk itu menjatuhkan tubuh perempuan itu dilantai dan berjalan pergi.

          Hari terus berlanjut dan tidak terasa sudah malam, keheningan mengisi malam yang dingin itu, tidak ada suara manusia terdengar sejauh telinga bisa mendengar. Di hotel Yuyake, seorang pria tua, berambut tipis yang sudah memutih, mengenakan pakaian kultus dengan kalung bersimbol mata dan tangan di dalamnya, berjalan memasuki kamar nomor 505. Ia menghampiri mayat seorang perempuan, dan menutupkan mata mayat itu. Lalu ia berjalan menghampiri meja kaca yang berada dekat dengan sofa. Diambilnya sebuah buku hitam yang ada di atas meja, kemudian di bukanya buku itu dan terlihat buku itu berisi dengan bahasa yang tidak ia mengerti sama sekali. Pria tua itu tertawa, dan tawanya mengisi malam yang sepi di pulau itu.

 Secret Society

11 Desember 2019, pukul 19:00 malam.

          Di ibukota negara Venti, tepatnya di Kota Agra, sedang dilaksanakan rapat tertutup antara pemerintah negara. Mereka berkumpul untuk membahas peristiwa yang sedang terjadi di Summer Island. Beberapa orang yang hadir disana adalah Presiden negara Venti, Menteri pertahanan dan keamanan negara, Kepala Biro keamanan negara, dan beberapa staf pemerintahan lainnya, namun terdapat satu kursi yang masih kosong. Rapat masih belum bisa dimulai karena mereka menunggu kehadiran orang itu. Seorang perempuan dengan kacamata, yang berasal dari Biro keamanan negara merasa jengkel karena rapat tak kunjung dimulai.

“Pak Andrew, ada baiknya kita memulai rapat ini segera” kata perempuan itu dengan tegas mengutarakan pendapatnya pada kepala Biro keamanan negara.

          Lelaki berusia 30 tahunan yang dipanggil Andrew itu menoleh kepada perempuan yang mengajaknya berbicara tadi yang merupakan seketarisnya dan berbicara dengan tenang, “Bersabarlah Daria, rapat ini tidak bisa dimulai sebelum orang itu datang”.

“Memangnya siapa yang kita tunggu ini pak?” tanya Daria.

“Yang sedang kita tunggu adalah Kepala pertahanan dari organisasi rahasia”

          Daria bingung, didalam hatinya ia tidak begitu percaya dengan organisasi seperti itu. Ia merasa kalau atasannya itu terlalu melebih-lebihkan orang yang dimaksud.

“Memangnya dirinya siapa? Seenaknya ia membuat semua petinggi negara menunggu karena dirinya” kata Daria dengan ketus sambil memperbaiki letak kacamatanya.

          Namun ia mendapatkan respon yang diluar perkiraannya, semua orang yang ada di ruangan itu menatapnya dengan tatapan tajam. Daria menjadi serba salah dan kebingungan dengan apa yang telah ia katakan. Sontak Thomas Andrew, berdiri dari tempat duduknya dan menundukkan kepalanya kepada semua orang yang ada disana sambil meminta maaf.

“Sebagai atasan dari seketaris saya, saya meminta maaf kepada semua orang yang ada di sini. Daria adalah seketaris saya yang baru bergabung tidak lama ini, jadi masih banyak hal yang belum ia ketahui. Untuk dari itu sekali lagi saya meminta maaf” kata seorang Kepala Biro keamanan sambil menundukkan kepalanya.

          Melihat hal itu Daria juga ikut menundukkan kepalanya dan juga ikut meminta maaf atas apa yang telah ia katakan sebelumnya. Seorang pria berumur sekitar 50 tahunan, berperawakan sangar dengan rambut yang klimis ke belakang, yang merupakan Menteri pertahanan dan keamanan menenggak minuman yang telah disediakan dan berkata, “Seharusnya kau lebih mendisiplinkan bawahanmu dengan benar Thomas. Akibat ketidakbecusan mu itu, bawahan mu berani berbicara yang tidak sopan pada nona Nacht”.

“Anda benar pak Menteri, akibat kurang tegasnya diri saya, hal ini dapat terjadi. Untuk selanjutnya saya berjanji hal ini tidak akan terulang lagi” kata Andrew dengan sopan dan tenang, walau ia sedang di provokasi.

          Pria kepala lima itu mendengus sedikit dan kembali meneguk minumannya. Ini pertama kalinya Daria mendengar nama orang yang mereka tunggu. Dengan berbisik pada Andrew, Daria bertanya mengenai orang yang bernama Nacht ini   . Lalu Andrew menjelakan secara ringkas mengenai perempuan bernama Nacht ini.

“Nacht Schounheit, dia adalah Kepala bidang keamanan dari organisasi rahasia yang bernaung di negara ini, organisasi mereka bernama Secret Society. Mereka mengatasi masalah yang tidak bisa ditangani oleh Biro keamanan negara, atau lembaga manapun. Dan karena masalah kali ini juga tidak bisa diatasi oleh kita, maka dari itu jasa mereka sangatlah diperlukan”.

“Memangnya masalah apa yang mereka tangani, hingga kita memerlukan mereka?” tanya Daria yang masih bingung.

“Mereka mengatasi masalah yang berada di luar akal sehat. Seperti fenomena supranatural, mahluk misterius, dan kejadian di luar nalar lainnya.

          Dari wajah Daria terlihat ia tidak mempercayai hal-hal gaib supranatural seperti itu. Dan ia bertanya pada atasannya, “Apakah pak Andrew percaya dengan hal seperti itu?”

Andrew terdiam sejenak, matanya jauh melompat kemasa yang lalu. Sekilas ingatannya tertuju pada suatu peristiwa yang tidak akan pernah ia lupakan. “Ya... iya karena satu dan dua alasan aku mempercayai hal itu”.

Perkataan pria itu membuat Daria tak percaya dengan keyakinan yang ia percayai. Selama ini ia tidak pernah percaya dengan hal-hal semacam itu, namun kini kepercayaannya goyah. Setelah itu, Daria terdiam sambil melihat ke bawah ia memikirkan beberapa hal kemudian ia kembali ke posisinya di belakang Andrew. Tak lama setelah itu pintu ruangan rapat terbuka dan terlihat orang yang ditunggu sedang memasuki ruangan.

Ini pertama kali Daria melihat perempuan secantik itu, Nacht Schounheit, memiliki paras yang menawan, rambut putih nya terurai saat ia berjalan. Mata kuningnya indah bagaikan bulan dilangit malam. Dengan jas berwarna putih bersih, dan kemeja hitam di bagian dalam, ditambah dasi biru langit dan juga rok mini berwarna putih dipadukan dengan stocking hitam panjang yang sampai ke paha dan sepatu high heels berwarna hitam menambah kesan kecantikan perempuan itu. Daria saja sampai terpikat.

“Maafkan keterlambatan saya ini, bapak-bapak sekalian. Ternyata butuh waktu yang lama untuk menyiapkan bukti kali ini” kata Nacht dengan suara yang lembut. “Jadi mari kita mulai saja rapat kali ini”.

          Seorang lelaki yang berada di belakang Nacht memegang sebuah remot dan begitu salah satu tombol remotnya di tekan, lampu yang menerangi ruangan rapat itu padam, lalu infokus menyala dan menembakkan cahayanya ke layar yang berada di belakang Nacht. Di layar, nampak sebuah gambar garis lingkaran raksasa menyala terang dengan warna kuning, yang diambil dari salah satu video rekaman milik saksi. Nacht memulai rapat dengan menceritakan runtut peristiwa ini dari awal, mulai dari awal munculnya makhluk menyeramkan dari sebuah keluarga, sampai pihak apa saja yang kira-kira terlibat dengan masalah ini. Setelah selesai menjelaskan, Presiden negara Venti bertanya pada Nacht tentang kondisi para saksi yang selamat dari kejadian itu.

“Saksi pertama adalah seorang pria berusia 23 tahun bernama Pasha Ragan, berprofesi sebagai kurir dari salah satu perusahaan rokok ternama. Ia ditemukan sedang tidak sadarkan diri di jembatan pada pukul 9 pagi oleh salah satu warga yang hendak pergi ke Summer Island. Sekarang ingatannya tentang kejadian itu telah dihapus, dan  sedang menjalani tahap rehabilitas”.

Nacht selesai membacakan laporannya terkait saksi yang pertama. Di tariknya nafasnya kemudian ia melanjutkan laporannya, “Lalu yang kedua adalah seorang perempuan berusia 26 tahun bernama Rio Alamanda. Berprofesi sebagai pembawa acara di stasiun DoorTv. Ia ditangkap di salah satu rumah nelayan yang berada di selat gaib. Dari informasi yang kami dapatkan ia dan rekan kerjanya, Cassandro Riga, lalu bersama dengan pria bernama Adam Valentin pergi menerobos masuk ke Summer Island dengan tujuan tertentu. Rio dan Riga pergi kesana untuk mencari video yang bisa dijadikan dasar pembuatan acara mereka. Lalu pria bernama Adam ini pergi ke sana untuk menjemput keluarganya. Tapi sayang, hanya Rio yang dapat kembali dengan selamat. Adapun nelayan yang mengantarkan mereka telah menjalani proses penghapusan ingatan, dan sekarang sedang dalam tahap rehabilitas. Tetapi Rio, tidak ingin menjalani penghapusan ingatan, jadi dia akan ditahan untuk sementara”.

Presiden sedari tadi khitmad mendengarkan penjelasan dari Nacht, dan ketika ia mengetahui kalau tidak ada saksi yang ingat dengan kejadian itu membuat dirinya menjadi lega. Mendadak pak Menteri bertanya terkait pembalasan apa yang harus di dapatkan oleh stasiun DoorTv. Seisi peserta rapat memberikan pendapat mereka sehingga suasana menjadi sedikit gaduh. Di tengah kegaduhan, Kepala Biro keamanan negara melontarkan pertanyaan terkait tindakan apa yang harus mereka lakukan selanjutnya. Pria yang ada dibelakang Nacht kembali menekan tombol di remotnya dan lampu kembali menyala. Semua perhatian tertuju pada Andrew lalu mengarah pada Nacht. Ia tersenyum manis, lalu berkata.

“Saya akan menurunkan squad terbaik saya yang beranggotakan 5 orang ke Summer Island, dengan syarat, apapun yang akan terjadi nanti saya harap bapak-bapak sekalian dapat mengatasi...”

          Dengan cepat Andrew memotong pembicaraan dengan mengatakan, “Maaf karena telah lancang nona Nacht. Mengingat adanya keterlibatan pihak ketiga, dimana kultus dan orang yang bernama Demestrius ini terlibat, apakah tidak terlalu gegabah membiarkan hanya 5 orang untuk pergi ke Summer Island di kondisi seperti ini?” semua orang menatap Andrew dengan serius, kemudian ia melanjutkan, “saya mengusulkan orang dari Biro keamanan negara untuk ikut per...”

“Tidak perlu”.

          Singkat, padat, dan jelas. Dua kata itu menolak usulan dari Andrew. Presiden yang melihat itu meminta penjelasan kenapa Nacht menolak usul itu, jika di pertimbangkan usulan itu tidak terlalu buruk. Nacht menutup matanya kemudian menghela nafasnya. Ia menyilangkan tangannya dan menatap seluruh peserta rapat dengan tatapan serius.

“Ada dua alasan kenapa saya menolak usulan dari Kepala Biro kemanan negara, yaitu yang pertama, adanya keterlibatan pihak kultus, yang juga merupakan salah satu organisasi kriminal terbesar di dunia dengan nama Gettin Blood. Kami dapat mengkonfirmasi hal ini dari salah satu pengakuan saksi yang bertemu langsung dengan pihak kultus. Lalu kemungkinan besar orang yang bernama Demestrius ini merupakan salah satu petinggi dari organisasi itu. Kita juga tidak tahu berapa banyak anggota mereka yang ada di Summer Island. Jadi bergerak dengan banyak anggota akan terlalu menarik perhatian, jadi lebih baik bergerak dengan kelompok kecil yang beranggotakan 5 atau 6 orang”.

          Nacht membuka tasnya dan mengeluarkan tablet miliknya, “Lalu alasan yang kedua adalah adanya kehadiran dari benda ini” kata Nacht sambil menunjukkan gambar sebuah buku tebal berwarna hitam yang sudah nampak usang. Semua perhatian tertuju ke gambar itu, mereka bingung benda apa sebenarnya itu? Bukankah itu hanya sebuah buku biasa? Mungkin itulah yang ada dalam pikiran Daria. Salah satu peserta rapat menanyakan sebenarnya benda apa yang dimaksud oleh Nacht itu.

“Benda itu adalah salah satu artefak dengan tingkat ancaman level 4. Menurut sejarah, buku itu hanya pernah terlihat sebanyak dua kali, yakni pada tahun 536 dan pada tahun 1314. Disetiap kemunculannya, pasti akan terjadi hal buruk bagi manusia” Nacht mencoba mejelaskan dengan sesederhana mungkin.

“Bukankah itu semua hanya lah sebuah kebetulan saja, nona Nacht?” kata Daria sambil mengangkat tangan kanannya.

           Nacht memperhatikan orang yang baru ia lihat itu dari bawah sampai ke atas kepala. “Saya tidak bisa mengubah apa yang kau yakini, nona...?”

“Nama Saya Daria Aglaia, nona Nacht” jawabnya sambil menundukkan kepalanya.

“Seperti yang saya bilang sebelumnya, saya tidak bisa mengubah apa yang kau yakini nona Daria. Tetapi apakah kau akan tetap mengatakan hal serupa setelah melihat ini?” lampu kembali padam dan infokus kembali menyala, sebuah video terputar di belakang Nacht dan membuat seluruh orang yang ada di ruangan syok menyaksikan video itu. “Video ini adalah hasil rekaman dari seorang anak laki-laki yang bernama Deon Valentin, putra dari Adam Valentin korban dari tragedi ini. Lalu video berikutnya adalah hasil rekaman dari salah satu korban bernama Cassandro Riga”. Nacht menjelaskan kalau apa yang baru saja mereka lihat adalah sebuah cuplikan dari entitas yang masih tidak diketahui, tetapi satu hal yang pasti kalau sumber mula kejadian ini adalah buku itu.

“Dari rekaman yang diambil oleh Deon, putra dari Adam. Buku itu ditemukan oleh adiknya, dan masih berupa buku kosong, namun dari pernyataan saksi Rio Alamnda, buku itu berisikan sesuatu” video selesai di putar dan lampu kembali menyala. Nacht melanjutkan, “Maka dari itu tujuan utama dari misi ini adalah mengamankan artefak itu”.

          Reaksi semua orang yang mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Summer Island sangatlah berbeda-beda. Andrew memikirkan rencana lain  yang sekira dapat membantu dalam kasus ini, lalu pak Menteri pertahanan terpikir untuk mengerahkan seluruh pasukan tentara untuk menyerbu Summer Island, tetapi karena ini adalah misi yang sangat rahasia, ia mengurungkan ide tersebut. Lalu Presiden yang memikirkan dampak kekacauan yang akan terjadi jika hal ini tidak segera diatasi. Dan sepertinya presiden tidak punya pilihan lain.

“Nona Nacht Schounheit, saya memberikan izin kepada organisasi Secret Society untuk mengatasi masalah ini”

          Perempuan itu tersenyum, dan mata kuningnya memancarkan kepercayaan diri, lalu dengan suara yang lembut ia mengatakan, “Terima kasih atas kepercayaan yang anda berikan pak Presiden. Kalau begitu saya pamit undur diri”. Nacht membalikkan badan dan pergi meninggalkan ruangan rapat.

          Pintu ruangan kembali tertutup, dan semua orang mulai bersiap untuk meninggalkan ruangan rapat. Andrew masih saja memikirkan sesuatu. Daria mendekati atasannya itu dan secara tidak sengaja ia mendengar Andrew menggumamkan sesuatu, “Kali ini aku tidak bisa membantunya”. Daria sedikit terkejut mendengar hal itu, tetapi ia mencoba untuk tidak memikirkannya sekarang. Ia menepuk bahu atasanya dan melaporkan kegiatan mereka selanjutnya. Andrew yang tersadar dari lamunannya segera berdiri, dan pamit pada Presiden, dan pak Menteri yang masih duduk di tempatnya. Andrew dan Daria meninggalkan ruangan dan menyisakan dua pria itu disana.

“Haaah” helaan nafas dari pria dengan perawakan galak itu terdengar jelas. Ia menoleh ke arah Presiden dan berbicara, “Sudah kukatan sedari awal William, kita seharusnya tidak menerima perempuan itu untuk mengatasi masalah negara seperti ini. Dan lihatlah sekarang, ia berbuat sesuka hatinya. Membiarkan kita menunggu, lalu dengan santai pergi begitu saja” terdenar jelas kekesalan dan kebencian dari Menteri itu.

“Aku bisa apa Igon, aku takut tragedi lima tahun yang lalu akan terulang kembali. Yang aku ingin adalah ketenangan di akhir masa jabatan ku” ucap pria 45 tahun itu sambil mengendurkan dasi yang melingkar di lehernya.

          Igon masih saja kesal dan ia berdiri dari tempat duduknya. Sebelum ia pergi ia berpesan pada presiden, “Aku akan tetap menjalankan rencana ku untuk membunuh perempuan itu. Dan kuharap kau tidak menghalangiku Wiliam, ini demi keberlangsungan negara ini” dan Igon berjalan meninggalkan ruangan meninggalkan presiden di ruangan itu sendirian.

          Di basemen, Nacht berjalan menuju mobil sedan hitam yang terpakir disana. Lelaki yang sedari tadi bersamanya membukakan pintu mobil untuknya dan Nacht masuk ke dalam. Setelah menutup pintu, pria itu berjalan menuju tempat kemudi lalu menyalakannya. Tanpa berlama-lama mereka langsung pergi dari gedung itu. Saat mengemudi pria itu melirik ke arah Nacht yang sedang memperhatikan ke arah jendela dengan wajah bosan melalui center mirror.

“Menjadi orang yang populer sepertinya melelahkan nona. Sekarang anda sedang dibicarakan oleh pak Menteri dan Presiden, apakah saya harus melakukan sesuatu?”.

          Mendengar itu, Nacht yang duduk di belakang menyilangkan tangannya dan menoleh ke pria itu, “Aku tidak terlalu memperdulikan hal kecil seperti itu Theo. Mereka masih bisa digunakan, jadi aku ingin sedikit menggunakan mereka. Tetapi setelah mereka menjadi tidak berguna, kau bisa melakukan apa saja pada mereka”.

“Anda sangat murah hati sekali, nona. Saya sangat berterima kasih. Lalu apa yang akan anda lakukan untuk mendapatkan artefak itu?”

“Segera hubungi Victor, dan katakan untuk segera memulai operasinya”.

“Baik nona”

          Sedan hitam itu melaju di jalanan di bawah cahaya bulan purnama. Theo mengetik beberapa nomor di ponselnya dan langsung menghubungi orang yang dimaksud. Nacht menyandarkan tubuhnya di dekat jendela, pandangannya terfokus pada bulan yang sedari tadi mengikuti mereka. Mata kuningnya lekat menatap bulan. Ia tersenyum dan dengan suaranya yang lembut ia berucap dengan pelan.

“Semuanya akan dimulai.... Dewi”

Operasi Biblio

11 Desember 2019, pukul 22:10 malam

          Di jembatan, pasukan polisi sedang menjaga barikade yang menutup akses menuju Summer Island. Sudah dua hari mereka disana menjaga dan menghalau orang yang ingin pergi ke Summer Island. Para polisi itu tidak tahu kenapa mereka harus melakukan hal itu, mereka hanya mengikuti perintah dari atasan mereka. Seorang polisi melihat sebuah cahaya mendekat ke arah jembatan. Cahaya berwarna putih itu mendekat dan berhenti tepat di depan barikade. Sebuah mobil Hummer milik Biro keamanan negara berhenti, dari dalam mobil keluar seorang laki-laki berusia 35 tahun, berperawakan tegas dengan rambut cokelat gelap dengan model ivy league cut, memakai perlengkapan lengkap mulai dari rompi anti peluru, sebuah pistol SIG Sauser di pinggang, dan senjata model M4A1 yang ada di punggung pria itu.

          Pria itu mendekat ke arah salah satu polisi yang sedang menjaga barikde dan seketika ia bertanya dimana atasan mereka. Polisi yang sedang ditanya tersebut balik bertanya kenapa ia mencari atasan mereka. Pria itu tertawa sedikit lalu ia mulai memperkenalkan dirinya, “Maafkan aku, aku lupa memperkenalkan diriku. Perkenalkan aku Victor, dari Biro keamanan negara. Karena perintah dari Kepala Biro kami kesini ingin pergi ke Summer Island, jadi bisakah kau memberikan surat ini pada Inspektur Cakra?” kata Viktor sambil menyerahkan surat yang msih tersegel.

“Kami mohon maaf pak. Saat ini Inspektur sedang tidak ada di tempat, kami akan menghubunginya untuk segera datang kesini, jadi tolong tunggu sebentar” kata polisi itu hendak meninggalkan tempat dan pergi ke tenda.

“Maaf, tapi kami tidak punya banyak waktu karena kami sedang terburu-buru” ucap Viktor dengan wajah serius.

          Polisi itu menjadi bimbang, “Tolong tunggu sebentar” katanya. Polisi itu berlari menuju ke tempat polisi yang lain, mereka berunding sejenak. Nampak dari tempat Viktor berdiri mereka sedang berdebat hebat. Cukup lama mereka berdiskusi, dan hasilnya mereka membukakan barikade dan membiarkan Viktor lewat ke Summer Island. Mereka melewati barikade, dan kemudian Viktor memberikan hormatnya pada polisi-polisi itu sebagai tanda terima kasih dan mobil yang dinaikinya pergi menjauh dan hilang di balik kabut.

          Viktor merupakan salah satu dari Squad Eliminate yang dikirim Nacht ke Summer Island, namun selain Viktor terdapat beberapa orang lagi yang ada di dalam mobil. Pertama orang yang sedang mengemudikan mobil, seorang pria dengan tubuh besar, tingginya kira-kira sekitar 190an cm, pria itu bernama Jester, ia adalah salah satu anggota dari squad yang dikirim dari Secret Society. Jester menggunakan senjata dengan tipe SMG berjenis MP7 dan ia membawa sebuah perisai anti peluru yang terbuat dari karbon. Lalu yang kedua adalah Hoshi, anggota yang paling muda dalam squad itu, umurnya sekitar 17 tahun, ia memiliki perawakan yang santai dan mudah bergaul dengan siapa saja, berbeda dari anggota yang lain, Hoshi tidak terlalu ahli dalam menggunakan senjata api, tetapi ia ahli dalam menggunakan pedang. Ia membawa sebuah pedang katana dan juga pistol jenis Colt 1911 di pinggangnya. Lalu anggota ketiga dari Squad itu, satu-satunya perempuan yang berada di squad, ia adalah Salvia. Ia memiliki perawakan yang datar dan sangat suka dengan permen karet, Salvia bertugas sebagai medis dan terkadang ia bertugas sebagai operator, yang mengirim dan menerima sinyal dari markas, dan semua peralatannya ia bawa ada di dalam tasnya. Senjata yang digunakannya adalah pistol dengan jenis Glock Meyer 22. Dan anggota terakhir dari squad Eliminate adalah Ducan. Ia adalah orang yang sedikit misterius karena tidak ada satu orang pun yang pernah melihat wajahnya. Ia mengenakan sebuah topeng berwarna putih polos yang menutupi seluruh wajahnya. Topeng itu hanya memiliki lobang mata, namun tidak memiliki lobang di bagian mulut. Ducan jarang berbicara mengenai dirinya, hingga tidak ada yang mengetahui dari mana ia berasal, tanggal lahir, dan berbagai informasi pribadi lainnya. Senjata yang dimiliki Ducan gunakan adalah sniper dengan jenis SPR3.

          Selain anggota squad Eliminate, di dalam mobil yang melaju di jembatan yang berkabut itu, masih terdapat satu orang yang diperintahkan untuk bergabung dalam squad, ia adalah Ned. Ned adalah seorang ilmuwan yang baru saja bergabung dengan Secret Society selama tiga minggu. Nacht menawarinya bergabung karena Nacht tertarik dengan pengetahuan yang dimiliki Ned. Ia berusia 26 tahun, memiliki rambut ikal bergelombang berwarna hitam, dan wajahnya selalu nampak lelah dan kurang tidur. Tubuhnya tidak berotot dan tingginya sekitar 178 cm.

“Kapten Viktor, bolehkah saya bertanya mengenai sesuatu?” tanya Ned memecah kehingan di dalam mobil itu. Semua orang yang tadinya sedang melakukan pengecekan perlengkapan kini menatap ke arah Ned.

“Ya profesor, apa yang ingin anda tanyakan?”

“Saat berbicara dengan polisi tadi, aku mendengar kalau kau mengatakan kau berasal dari Biro keamanan negara. Kenapa kau mengatakan begitu?”

“Sepertinya kau tidak pintar seperti yang dikatakan nona Nacht ya?” ucap Salvia dengan datar sambil mengunyah permen karet sambil menyilangkan tangannya.

“Salvia, tidak sopan” kata Ducan dengan suara yang sedikit serak menegur rekannya itu.

“Iya benar, kau sudah tidak sopan pada orang baru Salvia” kata Hoshi sambil menepuk punggung Ned yang berada di sebelahnya.

          Salvia sedikit kesal ditegur rekannya, “Ya, ya, maaf soal itu” Salvia menatap Ned yang ada di hadapannya dengan tatapan sinis lalu ia membuang wajahnya ke arah Hoshi “Dan Hoshi, aku ini lebih tua dari mu, jadi panggil aku kakak, mengerti?” ucapnya dengan wajahnya yang sudah kembali datar.

“Tidak akan” jawabnya dengan singkat.

“kalian semua tenanglah!” kata Viktor dengan sedikit keras hingga suasana tenang kembali. “Maafkan perilaku rekan-rekan ku profesor, terkadang mereka tidak sopan dengan orang asing”.

          Ned tersenyum ke arah Viktor dan mengatakan kalau ia tidak mempermasalahkan hal tersebut.

“Mengenai pertanyaan anda” lanjut Viktor, “Kami memang harus mengambil identitas lembaga tertentu untuk menjaga kerahasiaan organisasi ini. Tetapi hal itu tidak akan menimbulkan masalah karena organisasi telah mendapatkan izin dari pemerintah, berkat nona Nacht”.

“Jadi begitu ya. Aku benar-benar lupa kalau organisasi ini adalah organisasi rahasia” kata Ned sambil memegang kepalanya.

“Nanti anda juga akan terbiasa”.

          Ned teringat sedikit mengenai saat-saat ia bertemu dengan Nacht. Pada saat itu ia sedang melakukan seminar mengenai mahkluk-makhluk yang tidak dikenali, namun orang-orang tidak percaya dengan Ned bahkan sampai ada yang mengatai ia orang gila. Padahal ia telah melakukan riset, mengumpulkan bukti untuk bahan seminar itu. Ia menjadi frustasi dengan dirinya, tetapi saat itu ada satu orang yang datang menemuinya dan orang itu adalah Nacht dan kemudian ia akhirnya bergabung ke dalam organisasi Secret Society. 

          Mereka hampir sampai di Summer Island, Viktor mengingatkan kembali pada rekan-rekannya untuk melakukan pengecekan ulang peralatan dan perlengkapan mereka. Dan sekali lagi Viktor mengulang rencana mereka, rencananya adalah untuk pergi mengamankan artefak yang sekarang berada di tangan Gettin Blood, dan sebisa mungkin menghindari kontak dengan monster kecil yang berkeliaran di pulau itu dan kemudian pergi meninggalkan Summer Island.

          Setelah semuanya siap mereka tinggal menjalankan rencananya. Mobil mereka melaju menuju monumen Dirilis, namun saat mobil sedang melaju dengan kecepatan tinggi seketika terlihat seorang gadis kecil berdiri di tengah jalan yang datang entah dari mana. Karena hal itu, sontak Jester membanting setir hingga mobil mereka menabrak tiang lampu jalan.

“Kalian tidak apa-apa?” tanya Viktor memastikan keadaan semua orang dan beruntungnya tidak ada yang terluka parah akibat kejadian itu. “Profesor, apakah anda baik-baik saja?”

“Y..ya aku tidak apa Kapten”.

          Mereka keluar dari mobil untuk memastikan kondisi kendaraan dan untungnya kerusakan mobil tidak terlalu parah, mobil itu masih bisa dinaiki tetapi butuh perbaikan. Viktor menyarankan untuk melanjutkan misi dengan berjalan kaki, berhubung mereka sudah memasuki kota Olaq. Mereka bersiap untuk berangkat kembali, tetapi Jester menghampiri Viktor meminta maaf pada atasannya itu.

“Kapten Viktor maafkan aku, karena kesalahan ku, misi kita menjadi terhambat”.

          Viktor menatap rekannya itu dan memegang pundak Jester sambil berkata, “Itu adalah situasi yang ada diluar perkiraan kita, jadi aku akan memaafkanmu. Tetapi untuk selanjutnya aku ingin meminta keseriusanmu. Apakah aku bisa mengharapkan itu, Jester?”

“Baik Kapten” katanya dengan meletakkan tangan kanannya di dadanya.

          Mereka melanjutkan misi dengan berjalan kaki, dari posisi mereka monumen Dirilis hanya berjarak kurang lebih 6 km. Jester berjalan  di depan lalu disusul Hoshi di belakangnya, kemudian Ned, lalu Salvia, Ducan dan terakhir Viktor yang mengawasi bagian belakang. Mereka berjalan dengan sangat waspada. Malam itu bulan purnama bersinar terang dan untungnya kabut tidak terlalu tebal. Tetapi kesunyian di kota itu sangatlah berbeda. Begitu tenang bahkan mereka bisa mendengar detak jantung mereka sendiri.

“Ada yang aneh” kata Ned mendadak.

          Mereka berhenti dan semuanya menatap Ned dengan tatapan bingung.

“Oi kurus, apa maksudmu?” tanya Salvia yang berdiri di belakang Ned.

“Apa kalian tidak merasakannya?” Ned balik bertanya dan melihat mereka satu persatu. “Walau sesunyi apapun suatu tempat, kalian tidak bisa mendengar suara detak jantung kalian sendiri, kecuali kalian berada di ruangan khusus. Maka dari itu, keheningan ini sangatlah aneh”.

“Semuanya, gunakan formasi bertahan” perintah Viktor dan mereka semua bersiaga terhadap segala ancaman yang akan datang.

          Ned berada di dalam perlindungan mereka karena hanya ia satu-satunya yang tidak bisa bertarung. Semua orang menjadi sangat waspada, dan mendadak terdengar suara tawa yang melengking, suara tawa seorang anak kecil namun perlahan tawa itu menggema dan berubah menjadi sangat jahat.

“Kapten, 300 meter arah jam 6” ucap Ducan mengabari Victor yang membuat semuanya berbalik mengarah ke belakang.

“Apa yang kau lihat Ducan?”

          Ducan kembali melihat dari scopenya dan melaporkan, “Seorang gadis kecil berjalan mendekat. Dan jika dilihat, ia adalah si monster”.

“Aku tidak ingin terlalu berususan dengan mahkluk itu, tetapi jika kita mengabaikannya sekarang aku merasa akan lebih buruk. Ducan hancurkan”

“Siap kapten”

          Dengan cepat Ducan menembak makhluk itu, sebuah peluru melesat cepat dan menghancurkan kepala makhluk itu. Ducan melaporkan kepala target telah dihancurkan. Sejenak perasaan Ned yang baru pertama kali melihat hal itu menjadi sedikit tenang. Tetapi makhluk itu tetap berjalan ke arah mereka, malahan dengan mempercepat langkahnya.

          Melihat hal itu Viktor memberikan arahan untuk menembak mahkluk itu.

“Semuanya tembaaak!!”

          Semua peluru ditembakkan ke arah monster yang kini tengah berlari ke arah mereka. Sebagian besar peluru mengenai tubuhnya, tetapi ia tetap terus berlari seakan itu tidak berarti. Monster itu semakin mendekat dan begitu jarak diantara mereka sekitar 1 ½ meter, makhluk itu melompat dan mengarahkan jari-jarinya yang tajam untuk menyerang mereka. Dan dengan cepat, Jester bergerak maju dan menahan serangan makhluk itu menggunakan perisainya, setelah itu Hoshi mendaratkan tebasan pedangnya dan menebas kedua tangan makhluk itu. Lalu dilanjutkan dengan Viktor yang menghancurkan kedua kaki makhluk itu hingga membuatnya tersungkur di tanah.

          Monster itu tidak bergerak lagi, Ned memperhatikan makhluk itu dengan serius dan entah kenapa ia merasa kalau ini belum berakhir, jadi ia menyarankan untuk segera pergi ke tujuan mereka. Begitu juga dengan Viktor, ia merasa kalau makhluk itu belum mati dan ia menyetujui saran Ned untuk bergegas meninggalkan tempat itu. Tetapi belum sempat berjalan jauh dari tempat tadi, tubuh makhluk itu melebur dan memunculkan makhluk humanoid yang nampak seperti bayangan. Sekitar 10 makhluk yang muncul, semula mereka tidak bergerak untuk beberapa saat, namun seketika mereka langsung berlari mengecar Viktor dan pasukannya.

          Dengan sekuat tenaga mereka berusaha lari dari kejaran makhluk aneh itu. Hoshi melihat ke arah mall dan ia menyarankan untuk masuk ke dalam untuk mengecoh makhluk itu. Dengan cepat Viktor mengambil keputusan untuk mengikuti saran dari Hoshi dan bergegas mereka memasuki mall. Keadaan mall itu sangat gelap dikarenakan tidak adanya listrik dan kemungkinan hal itu disebabkan dari salah satu mesin di pembangkit listrik yang meledak.

          Mereka memutuskan untuk berpencar dan bersembunyi di lantai yang berbeda-beda. Viktor mengabari dari radio kalau mereka akan berkumpul kembali di lapangan parkir yang berada di belakang gedung mall. Viktor dan Ned bersembunyi disalah satu stan makanan yang berada di lantai 1. Lalu Salvia dan Ducan bersembunyi diruangan staf yang ada di lantai 2. Dan Jester dan Hoshi bersembunyi di game center di lantai 3.

          Di lantai 1, Viktor melihat para makhluk itu juga berpencar untuk mengejar mereka. Empat dari mereka tetap berada di lantai 1, dan sisanya pergi ke lantai 2 dan 3.

“Squad, disini Viktor mengabari kalau terdapat empat monster di lantai 1, dan sisanya pergi ke arah kalian” Viktor memperingatkan yang lainnya melalui radio komunikasi.

“Disini Salvia. Terdapat tiga ekor yang berada di lantai 3”.

“Ada dua makhluk di lantai 2” ucap Hoshi dengan berbisik.

          Kemana sisa satu ekor lagi? Pertanyaan itu terbesit di dalam pikiran Viktor. Namun belum sempat memikirkan kemungkinannya, salah satu makhluk datang mendekat ke tempat persembunyian mereka. Viktor dan Ned bersembunyi di balik meja kasir di stan makanan fried chicken. Begitu dekatnya mereka dengan makhluk itu sampai-sampai mereka bisa mendengar suara erangan darinya. Suara langkah kakinya perlahan menjauhi tempat persembunyian mereka. Pada saat pertama kali melihat mahkluk itu, Ned berpikir kalau tubuh makhluk itu layaknya sebuah bayangan, dan berkat dari suara langkah kaki makhluk itu Ned menyadari kalau tubuh makhluk itu solid, yang berarti mereka masih bisa di lumpuhkan dengan senjata.

          Ned memberi tahu Viktor hal itu, dan berkat itu kesempatan mereka untuk lolos menjadi lebih terbuka. Viktor menunggu waktu dimana makhluk itu berkumpul, dan pada saat kesempatan itu tiba, Viktor menembakkan senjatanya ke arah makhluk itu. Dengan menghabiskan satu magazin peluru, empat makhluk itu sudah tidak bergerak lagi. Dengan segera Viktor mengabari rekannya yang lain.

          Kondisi di lantai 2, sedang terjadi kejar-kejaran antara Jester, Hoshi dan dua makhluk itu. Begitu informasi dari Viktor telah sampai kepada mereka, dengan cepat mereka berganti ke posisi menyerang. Makhluk itu dengan cepat melancarkan cakarannya ke arah Jester, tetapi serangan itu masih bisa di tahan oleh tameng miliknya, setelah itu ia menembakkan senjatanya tepat ke kepala makhluk itu dan makhluk itu tidak bergerak lagi. Sedangkan Hoshi juga tidak mau kalah, dengan mudah ia menebas makhluk itu menjadi berkeping-keping. Setelah beres, mereka bergegas menuju titik kumpul yang telah di tentukan.

          Dilantai 3, begitu menerima informasi dari Viktor, dengan mudah Ducan menghancurkan kepala makhluk itu. Berkat atap mall yang terbuat dari kaca membuat sinar rembulan masuk ke dalam dan memudahkan Ducan menembak makhluk itu dari pintu di ruangan staf. Setelah selesai dengan makhluk itu, Ducan kembali ke ruangan staf ingin menjemput Salvia. Terlihat Salvia berdiri di depan sebuah ruangan yang memancarkan sebuah cahaya dari dalam. Begitu Ducan mendekati Salvia, ia balik menoleh ke arah Ducan dan berkata, “Ducan, bukankah listrik di gedung ini tidak ada?”

          Ducan sedikit kaget mendengar pertanyaan dari Salvia, “Apa maksudmu Salvia?” begitu Ducan melihat ke arah dalam ruangan ia melihat sebuah komputer yang ada di ruangan itu menyala namun monitornya hanya menampilkan layar putih polos. Dengan perlahan Salvia mendekati komputer itu, ia menekan tombol enter pada keyboardnya dan seketika monitor itu menampilkan video rekaman CCTV yang ada di mall. Salvia melihat tanggal yang tertera dalam rekaman CCTV itu menunjukkan tanggal 30 November.

Rekaman CCTV diputar dan terlihat kabut tebal menutupi seluruh kota, kemudian terdengar suara ledakan yang membuat orang-orang menjadi panik dan cemas. Beberapa security nampak menenangkan pengunjung yang ada di dalam mall. Tak berselang lama terdengar suara raungan yang sangat keras yang membuat seisi mall menjadi semakin panik, kabut secara mendadak masuk ke dalam mall dan menambah kekacauan. Suara raungan itu kembali terdengar lagi dan seketika orang-orang yang berada di dalam ataupun di luar mall mendadak menghilang. Hal ini menjawab penyebab hilangnya warga kota walau kondisi dan kemana mereka pergi tidak diketahui.

          Rekaman CCTV itu berhenti, dengan wajah yang sedikit ketakutan, Salvia memandang ke arah Ducan. Ducan mengerti kalau rekannya itu menjadi sedikit terguncang, ia menyarakan untuk pergi ke tempat perkumpulan. Salvia kembali menenangkan dirinya dan kemudian mereka menuju ke lapangan parkir yang ada di belakang gedung.

          Viktor dan Ned adalah orang yang pertama kali sampai di lokasi yang telah mereka tentukan. Mereka menunggu sambil bersembunyi di sudut lapangan parkir yang terlihat terlindungi dari sinar rembulan. Viktor masih saja memikirkan kemungkinan dimana satu makhluk lagi berada. Tak berselang lama yang lainnya telah berhasil berkumpul ke lokasi. Viktor memerintahkan Salvia dan Hoshi untuk membajak mobil pick up yang tak jauh terparkir di dekat mereka. Tanpa basa-basi mereka langsung menjalankan perintah itu, sedangkan Ducan menhampiri Viktor dan melaporkan apa yang mereka temukan di ruang staf.

          Mendengar apa yang terjadi pada warga membuat Viktor sekali berpikir keras kemungkinan apa yang terjadi pada warga. Namun ia tidak ingin terlalu memikirkannya dan berencana fokus untuk menyelesaikan misi. Tak butuh waktu lama, mobil berhasil dinyalakan oleh Salvia dan mereka bergegas untuk pergi ke tempat tujuan. Jester kembali mengambil alih kemudi dan Hoshi berada di sebelah Jester, sedangkan sisanya berada di belakang. Mereka hendak berangkat, namun Ned melihat makhluk yang sedari tadi menghilang kini berada di atap mall. Makhluk itu kembali ke wujud gadis kecil dengan gaun one piece putih dan rambut kepang duanya. Namun Ned melihat sedikit keanehan pada makhluk itu. Di bawah sinar bulan, ukuran makhluk itu menjadi semakin membesar, sebuah tanduk yang mirip dengan ranting pohon keluar dari kepalanya dan kedua tangannya berubah ke bentuk sabit.

          Gumpalan hitam mirip daging berterbangan dari arah makhluk itu menghujani rombongan Viktor yang berada dibawah. Tiba-tiba makhluk itu melompat ke arah mereka, dengan cepat Jester memundurkan mobil pick up itu untuk menghindari monster itu. Kini monster itu 100 kali bertambah buruk rupa dari wujud awalnya. Sekarang monster itu memiliki kepala yang mirip dengan tengkorak sapi dengan sepasang tanduk mirip ranting, tubuh bagian atasnya kini memperlihatkan tulang rusuknya dan dua buah tangan berbentuk sabit, dan tubuh bagian pinggang sampai kaki berubah menjadi bentuk kelabang. Kira-kira ukuran moster itu saat ini memiliki tinggi sekitar 4 meter, dan panjang hampir 10 meter. Makhluk itu menatap ke arah mereka dengan tatapan penuh nafsu, dan dari balik wajah jelek rupanya itu terdengar suara tawa yang mengerikan.

          Tanpa berpikir panjang, Jester mennginjak pedal gas dalam-dalam dan kini mereka dikejar oleh makhluk jadi-jadian itu. Mobil pick up itu menyentuh kecepatan 90 km/jam dan makhluk itu hampir bisa menyusul mereka.

“Semuanya hancurkan kaki makhluk itu” teriak Viktor memberikan arahan.

          Semua amunisi mereka kerahkan setidaknya untuk memperlambat pergerakan makhluk itu, dan setelah membuang banyak peluru 4 kaki makhluk itu hancur yang mengakibatkan makhluk tertinggal jauh. Untuk sementara mereka berhasil lolos dari kejaran monster itu, tetapi tidak tahu sampai kapan. Mobil pick up yang mereka naiki terus melaju menuju monumen Dirilis, hingga akhirnya mereka telah sampai di tujuan.

The truth

          Mereka telah sampai di monumen Dirilis, dimana kemungkinan artefak yang mereka cari berada. Dan jika diperhatikan lebih detail arsitektur bergaya gothic nampak kental menghiasi bangunan itu. Menambah kesan kalau bangunan itu dibangun oleh para penjahat.

          Tanpa berlama-lama Jester dan Hoshi membuka pintu depan bangunan, tetapi tidak ada satu orangpun berada di dalam ruangan. Dengan waspada mereka menelusuri ruangan itu, mereka berjalan menghampiri altar yang terdapat di bagian depan. Begitu didekati terlihat sebuah jalan rahasia terbuka di sebelah kanan altar. Sebuah tangga mengarah ke bawah, Ned berpendapat kalau tangga ini mengarah ke ruang bawah tanah yang ada di bawah monumen Dirilis. Jadi mereka memutuskan Jester, Hoshi, dan Ducan tetap berada di dalam ruangan menjaga jalan itu, sedangkan Ned, Viktor dan Salvia memutuskan untuk masuk ke dalam jalan rahasia.

          Walau ada sedikit keraguan di dalam diri Ned, ia kini membulatkan tekadnya untuk memasuki jalan itu. Viktor yang menjadi pertama menuruni tangga dengan sebuah senter di tangan kirinya dan pistol di tangan kanan. Ned hendak menyusul Viktor namun Hoshi mendekatinya dan memberikannya sesuatu sambil berkata, “Untuk jaga-jaga”. Setelah menerima barang dari Hoshi, ia juga menuruni tangga yang gelap itu disusul dengan Salvia berada di belakang.

          Mereka bertiga menuruni banyak sekali anak tangga, semakin dalam mereka turun, tangga yang tadinya berbentuk utuh, kini perlahan tidak berbentuk lagi. Dan semakin dalam mereka turun mereka semakin menyadari ternyata jalan ini mengarah ke sebuah gua dan bukan ruangan basement. Gua itu terbilang besar dan nampak tua diukur dari ukuran stalaktit dan stalagmit yang dimilikinya. Namun yang cukup mengherankan adalah menurut sejarah, pulau Summer Island merupakan sebuah pulau hasil reklamasi, yang mana berarti keberadaan goa seperti ini menjadi kontradiksi.

          Pikiran Ned dipenuhi teori dan kemungkinan ketika ia mengetahui keberadaan goa itu. Hampir sama dengan Ned, Salvia dan Viktor juga keheranan mengetahui keberadaan goa itu. Ketika sampai di ujung goa, mereka kembali melihat sebuah tangga, kini tangga itu mengarah ke atas. Namun sebelum mendaki anak tangga, Ned melihat sebuah aksara di dinding goa namun sayang tidak jelas apa maksud dari aksara itu. Dan tak jauh dari lokasi aksara itu, Ned melihat sebuah mural akibat ketidaksengajaan Salvia dalam menerangi tembok gua. Ned meminjam senter dan memperhatikan mural itu dengan teliti. Mural itu menggambarkan tiga sosok makhluk yang memimpin kelompok mereka. Lalu di gambar selanjutnya nampak peperangan terjadi diantara mereka. Kemudian muncul makhluk yang digambarkan mirip dengan ketiga makhluk yang memimpin kelompok tadi. Lalu di gambar berikutnya, terlihat salah satu makhluk itu mati, yang menyebabkan dua makhluk lainnya marah. Dan gambar mural yang terakhir menunjukkan kalau makhluk yang muncul di tengah-tengah tadi pergi entah kemana.

          Gambar mural itu membuat Ned menjadi semakin penasaran dengan makna di baliknya, siapa sosok yang diceritakan di dalam mural itu? Hingga siapa yang membuat mural itu di dalam goa ini? semua itu menjadi pertanyaan besar bagi Ned sampai-sampai ia terdiam dan hampir tertinggal. Viktor meneriaki namanya hingga Ned kembali tersadar dari dalam pikirannya. Ia bergegas menyusul Viktor dan Salvia yang sudah berada cukup jauh.

          Sekitar 10 menit mereka menaiki tangga dan terlihat cahaya dari arah ujung  yang menandakan adanya jalan keluar. Hembusan angin menyambut mereka yang baru saja keluar dari goa itu. Kini mereka berada di permukaan, disebuah hutan yang kemungkinan berada di utara pulau. Dari posisi mereka saat ini, Ned masih bisa melihat sedikit menara dari monumen Dirilis walau dengan samar-samar. Serta terdengar dengan pelan suara hempasan ombak yang menabrak tebing.

          Sebelum melangkah lebih jauh, Viktor menyusun rencana untuk pencegahan jika terjadi sesuatu yang tidak terduga. Viktor mengabari mereka yang ada di monumen Dirilis untuk mempersiapkan kendaraan, dan Viktor juga tidak lupa memberi tahukan lokasi mereka saat ini yang berada di hutan belakang monumen Dirilis. Setelah rencana disusun dan diperkirakan sudah matang, mereka bertiga kembali melanjutkan berjalan menyusuri jalan setapak yang ada di hutan itu.

          Jalan setapak itu berakhir di sebuah tebing curam yang langsung mengarah ke laut utara pulau Summer Island yang dikenal sangat ganas. Terdapat sebuah batu besar yang permukaannya datar, jika dilihat sekilas batu itu terlihat seperti sebuah altar persembahan. Ned menghampiri batu itu, lalu ia menyadari terdapat ukiran aksara dari peradaban kehampaan. Aksara itu sering ia jumpai saat sedang mengumpulkan bukti untuk seminarnya terkait Unidentified Creature. Ned mencoba sedikit menejermahkan apa yang terukir di batu itu, dan hasilnya adalah.

“Usaha manusia dalam mencari arti kehidupan akan berakhir kegagalan, tidak lain dan tidak bukan adalah suatu bentuk ke’absurd’an”

          Entah apa maksud dari ukiran itu, dan masih banyak hal yang belum mereka ketahui tentang apa yang sebenarnya terjadi di Summer Island. Tak lama saat Ned mengamati altar itu, beberapa orang dari organisasi Gettin Blood datang mengepung mereka. Viktor dan Salvia bersiaga dengan senjatanya, dan mereka bersiap melindungi Ned. Dari balik bayangan hutan, seorang pria berperawakan tinggi, dengan bentuk wajah oval, rambut tipis yang sudah memutih, keriput di dahi dan tulang pipinya yang terlihat. Mengenakan semacam pakaian kultus dan di tangan kirinya terdapat sebuah buku berwarna hitam yang berukuran tebal.

          Entah apa yang merasuki pria tua itu, secara mendadak ia memperkenalkan dirinya, “Wahai para tamu yang berkunjung ke tanah yang dikutuk ini. Perkenalkan, saya adalah Demetrius, orang yang menjunjung dan mencintai bumi, salah satu petinggi dari organisasi yang menentang kedatangan dewi baru. Kami adalah Gettin Blood” Ucapnya dengan sikap elegan layaknya pelayan yang menyambut tamu.

          Perhatian Viktor dan Salvia bukan terpusat pada orang tua itu, melainkan pada buku yang ada padanya. Artefak yang sedang mereka cari kini ada di depan mata. Viktor bertindak cepat dengan mengarahkan senjatanya pada pria yang memanggil dirinya Demestrius itu dan juga mengancamnya.

“Demestrius dari Gettin Blood. Berikan buku yang ada padamu, atau kau akan mati disini”.

“Sayangnya itu tidak akan terjadi Kapten Viktor, ataukah harus kupanggil Viktor Alvaro putra dari Mayor Ezra Alvaro”.

          Viktor kaget mengetahui orang asing itu mengetahui latar belakangnya yang seharusnya hanya dia dan Nacht yang tahu. Amarah tumbuh dalam diri Viktor dan ia menanyakan darimana Demestrius mengetahui latar belakangnya?

“Sayangnya aku tidak bisa memberitahukan mu tentang itu”

          Gejolak amarah dalam diri Viktor sudah mencapai batas, jarinya hendak menarik pelatuk dari senjatanya namun seketika Ned memegang pundak Viktor dan berkata, “Kapten. Tenanglah”. Viktor menoleh ke arah Ned dan ke arah Salvia yang khawatir padanya. Viktor menurunkan senjatanya dan mundur beberapa langkah untuk mendinginkan kepalanya.

“Senang bertemu dengan mu Profesor Ned Reigha” ucap Demestrius menyapa Ned yang ada di hadapannya.

“Tidak perlu seformal itu. Kau Demestrius kan? Bisakah aku bertanya beberapa hal padamu?”

          Demestrius sedikit terkejut lalu ia tersenyum ke arah Ned, “Boleh saja, saya akan menjawab pertanyaan dari anak muda yang penuh dengan rasa ingin tahu sepertimu”.

          Ned berpikir sejenak mengenai apa yang akan ia tanyakan selagi ada kesempatan.

“Demestrius, sebenarnya apa tujuan mu kemari?, kenapa kau menyebut pulau Summer Island ini sebagai tanah terkutuk? Apa sebenarnya makhluk yang berkeliaran di kota itu? Dan sebenarnya, apa yang sedang kau bawa itu?”

“Ada empat pertanyaan”. Demestrius diam sejenak, angin berhembus pelan menerbangkan beberapa daun dari pepohonan. Viktor dan Salvia terus mewaspadai anggota kelompok Gettin Blood yang lainnya. “Untuk pertanyaan mu yang pertama, sayangnya saya tidak bisa memberitahumu. Lalu untuk pertanyaan kedua, kenapa saya menyebut pulau ini tanah terkutuk? Itu karena asal usul dari pulau ini yang sangat aneh. Anda pasti menyadarinya profesor. Menurut artikel, berita, ataupun catatan sejarah mereka mengatakan kalau pulau ini adalah pulau reklamasi. Namun disini anda dapat menemukan sebuah goa, dan tebing seperti yang ada di belakang anda itu juga menjadi tidak masuk akal kalau pulau ini adalah pulau reklamasi”.

          Setelah diberitahu, Ned juga baru menyadari keanehan tersebut. Demestrius kembali tersenyum dan melanjutkan jawabannya.

“Sebenarnya 20 tahun yang lalu, saat situasi sedang berkabut sama seperti saat ini, pulau ini muncul begitu saja. Masyarakat yang mengetahui hal itu tentu menjadi panik dan khawatir lalu mereka menamai pulau ini sebagai tanah terkutuk. Tetapi kenapa hal itu tidak di tulis dalam catatan sejarah? Itu karena ada yang telah memanipulasi ingatan semua orang sehingga mereka melupakan keanehan pulau ini”.

          Mendengar hal itu, Viktor sedikit kaget dan seketika Demestrius menatap ke arahnya sambil tersenyum seperti menyinggungnya.

“Lalu untuk pertanyaan anda yang ketiga, makhluk yang berkeliaran di kota Olaq saat ini adalah sebuah perwujudan dari salah satu kekuatan suatu entitas absolut yang dikenal sebagai ‘Assurd’. Kabut yang sangat tebal, menghilangnya orang-orang, munculnya makhluk aneh, adalah bentuk ketidakjelasan yang dilakukan entitas itu. Dan untuk pertanyaan terakhir”.

Demestrius membuka buku hitam itu, dan seketika angin bertiup dengan kencang.

“Buku ini adalah artefak untuk memanggil entitas tersebut” ucap Demestrius yang membuat Viktor langsung menarik lengan Ned untuk berada di dekat ia dan Salvia.

Demestrius membacakan sebuah mantra apa yang ada di dalam buku itu, dan tanah kini berguncang dengan hebat. Burung-burung yang berada di dalam hutan terbang menjauh. Para anggota Gettin Blood yang lain kesulitan untuk berdiri begitu juga dengan Ned, Viktor dan Salvia. Nampak dari dalam hutan sesuatu yang besar kini mendekat. Alat komunikasi Viktor menerima pesan dari Jester kalau monster yang ada di kota kini mengarah ke tempat mereka berada.

Ned berpikir keras tentang apa yang harus ia lakukan. Terpikir satu ide gila dari Ned. Ia berusaha untuk berdiri walau dengan susah payah, Ned melihat Demestrius masih membaca artefak itu. Dengan cepat Ned berlari menuju ke arah Demestrius, ia menggapai buku hitam itu dan menggenggam beberapa halaman. Dengan sekuat tenaga yang ia miliki, Ned berhasil merobek beberapa halaman yang sudah ia pegang. Dan seketika guncangan itu berhenti.

“APA YANG KAU LAKUKAN BANGSAT??!!!”

Ketenangan dan keeleganan yang Demestrius perlihatkan tadi kini telah menghilang. Demestrius mengambil pistol yang ada di pinggang belakangnya dan mengarahkannya pada Ned. Tetapi sayang Ned lebih cepat mengambil psitol yang telah di berikan oleh Hoshi sebelumnya dan ia berhasil menembak pundak kanan Demestrius dan berkat itu senjata milik Demestrius terjatuh.

Para anggotanya datang dan menghampiri Demestrius, dua dari mereka membantunya untuk kembali berdiri dan sisa yang lainya kini mengepung mereka bertiga. Dan situasi kini bertambah kacau karena moster berbentuk kelabang yang ada di kota Olaq sebelumnya kini telah berada di tempat mereka. Dengan tangan berbentuk sabit yang dimiliki makhluk itu, ia membelah beberapa orang bawahan Demestrius. Viktor mengabari Jester untuk datang menjemput mereka. Salvia membantu Ned untuk melarikan diri dan Viktor berjaga-jaga kalau monster itu datang menyerang.

Setelah puas mencabik beberapa orang monster itu kini beralih ke kelompok Viktor. Monster itu melancarkan tebasannya namun mereka masih bisa menghindarinya, Viktor juga menembaki tubuh makhluk itu yang membuatnya mengerang kesakitan. Saat Viktor kehabisan peluru, makhluk itu mengambil kesempatan untuk menyerang. Ia mengayunkan lengannya dengan cepat. Viktor yang kurang cepat untuk menghindar mendapatkan luka yang cukup parah pada bagian paha. Paha kirinya terkoyak dan mengeluarkan banyak darah. Salvia bergegas menghampiri Viktor yang tersungkur di tanah, dan Ned menembakkan beberapa peluru ke arah monster itu.

Pistol Ned hanya menembakkan 11 peluru dan sekarang monster itu bersiap melancarkan serangannya. Mereka tidak bisa menghindar lagi, dan pada saat serangan itu hampir mengenai mereka, dengan cepat Jester datang dan menahan serangan itu dengan tameng miliknya. Kemudian peluru dari senjata milik Ducan melesat dengan cepat mengenai kepala makhluk itu. Selagi ada kesempatan Salvia dan Ned membantu membawa Viktor untuk di bawa ke atas mobil Pick up. Terlihat makhluk itu masih menggeliat kesakitan dan juga salah satu tanduk miliknya kini telah patah.

Begitu hendak pergi tanah kembali terguncang. Kali ini guncangannya lebih kuat daripada sebelumnya. Dan ternyata Demestrius kembali membacakan sisa mantranya dan hendak memanggil entitas yang ia bicarakan sebelumnya. Kabut kembali semakin tebal dan guncangan tadi kini semakin menghilang.

“HAHAHAHAHAHAHAHHAHAAAHAA” terdengar tawa dari Demestrius begitu ia selesai membaca mantranya. “Sekarang dunia akan memiliki kekuatan untuk mengusir dewi itu dari dunia ini”.

          Ned sama sekali tidak paham dengan semua perkataan dari Demestrius, tetapi mereka tidak punya waktu untuk meladeninya. Monster itu kembali mengamuk dan kini ia mengayunkan tangannya yang berbahaya secara membabi buta. Ekornya mengibas-ngibas tak menentu, dan akibat kibasan ekornya itu, membuat Demestrius terlampar ke tepi tebing. Dirinya masih selamat tapi buku miliknya jatuh ke dalam lautan. Para bawahannya kembali membantu Demestrius untuk segera pergi. Sama halnya dengan kelompok Viktor, setelah Salvia selesai memberikan pertolongan pertama pada Viktor, Jester duduk di tempat kemudi dan langsung menginjak pedal gas dalam-dalam. Mobil mereka melaju meninggalkan makhluk itu merusak hutan dengan serangannya yang membabi buta.

          Kabut tebal menghalangi pandangan Jester dalam mengemudikan mobil. Viktor terbaring di gerobak mobil, Salvia terus memantau kondisi kaptennya itu dan yang lainnya berharap dapat keluar dari pulau ini dengan selamat. Tetapi perasaan gelisah, khawatir, dan takut terus muncul mengaliri diri mereka semua.

          Mobil pick up itu kini menginjakkan bannya di aspal, menandakan mereka sudah berada di jalan kota. Mobil melaju dengan cepat dan Jester yang mengemudikannya dengan serius memperhatikan jalanan. Walau dalam kabut yang tebal, ia masih bisa melihat bayangan dari gedung-gedung walau dengan samar. Tetapi begitu ia mengedipkan mata, semua bangunan itu kini menghilang dan setelah itu terdengar dengan keras suara bangunan yang hancur, kaca pecah dan suara yang lainnya dengan tiba-tiba. Suara itu memekakkan telinga mereka untuk beberapa saat. Hoshi yang berada di sebelah Jester berusaha memanggil-manggil yang lainnya. Saat ia menoleh ke belakang, ketempat rekannya yang lain, Hoshi tercengang dengan apa yang ia lihat.

          Mereka semua melihat ke belakang dan terlihat sebuah lingkaran kuning besar yang bersinar dengan terang. Namun bukan itu yang membuat mereka merasakan keputusasaan. Sebuah siluet dari entitas raksasa yang memiliki dua buah tanduk, memiliki dua buah tangan yang panjang dan terlihat memiliki kuku yang tajam, lalu memiliki dua buah kaki.

          Karena dalam bentuk siluet, dan kondisi kabut lumayan tebal membuat mereka tidak bisa dengan jelas melihat sosok makhluk itu. Tetapi berkat sinar terang dari lingkaran itu mereka bisa melihat makhluk itu. Diperkirakan lingkaran itu memiliki diameter sekitar 100 meter, sedangkan ukuran dari entitas yang dipanggil “Assurd” ini kurang lebih sekitar 200-300 meter.

          Mobil mereka melaju dengan cepat sampai-sampai mereka tidak menyadari kalau mereka telah berada di dekat jembatan. Begitu ban mobil menginjakkan aspal di jembatan, terdengar suara raungan dari makhluk itu dengan sangat keras. Entah apa yang terjadi, tetapi sekarang prioritas mereka adalah kembali dengan selamat. Mereka berhenti di tengah jembatan dikarenakan minyak dari mobil pick up ini telah habis.

“Salvia, minta pada pusat untuk penjemputan” kata Jester sambil menyandarkan tubuhnya.

          Salvia menuruti perintah Jester dan meminta untuk mengirimkan penjemputan dan melaporkan kondisi mereka saat ini. Angin bertiup dengan kuat sesaat dan menerbangkan kabut yang menetupi selat Gaib. Sesaat tiupan angin itu berhenti, Ned yang ada di belakang berdiri dengan kaget.

“Ada apa profesor?” tanya Ducan yang sudah nampak lemas.

“Pulaunya.... pulaunya menghilang”

Mata kuning seindah bulan

12 Desember 2019, pukul 9:00 pagi.

          Di istana negara Venti sedang berlangsung rapat kenegaraan terkait peristiwa menghilangnya pulau Summer Island. Masyarakat dan juga para wartawan mendesak penjelasan dari pemerintah mengenai peristiwa itu. Rapat kali ini hanya dihadiri oleh presiden, menteri pertahanan dan keamanan negara dan terakhir kepala bidang keamanan organisasi Secret Society.

          Nacht melaporkan misi yang dijalankan anggotanya kemarin malam dan ia mengatakan kalau terjadi sesuatu diluar perkiraannya hal itu adalah kedatangan salah satu entitas dari World Concept.


(Ilustrasi by ig: fikry_aditya7)

 Nacht mengatakan kalau ia tidak menyangka  entitas absolut seperti itu datang sehingga menyebabkan rencananya mengalami kegagalan. Squad yang dikirimnya gagal mendapatkan artefak itu, tetapi mereka juga mendapatkan informasi terkait rencana dari organisasi Gettin Blood dan tujuan mereka di Summer Island. Mendengar hasil misi yang dilakukan Nacht, wajah Igon menjadi merah padam karena amarah.

“Berani-beraninya kau datang kesini dengan tenangnya setelah mengalami kegagalan seperti itu?!” Menteri itu menatap ke arah Presiden lalu berkata, “Sudah kubilang Wiliam, kita tidak bisa mempercayai wanita licik ini untuk mengurusi masalah kita. Dia yang berasal dari ras penyihir putih memang tidak bisa dipercaya”.

“Igon sudah cukup!” bentak presiden pada pria tua galak itu.

          Nacht menatap kedua pria itu dengan matanya yang kuning, ia berbicara “Walau kami tidak berhasil mendapatkan artefak itu, tetapi kami berhasil mendapatkan beberapa lembar dari artefaknya dan pihak musuh, juga sudah tidak memiliki buku itu. Jadi saya menganggap ini bukanlah suatu kegagalan yang besar...”.

“Apa maksudmu?!” sambung Igon dengan cepat “Apakah nyawa warga yang menghilang itu tidak berarti untuk mu? Sempat-sempatnya kau mengatakan kalau ini bukanlah suatu kegagalan. APA KAU GILA!!” suara Igon menggema di dalam ruangan itu.

“Lagipula mereka akan melupakan kejadian ini, begitu juga dengan anda pak Menteri” ucap Nacht dengan tenang.

          Mendengar jawaban dari Nacht, presiden berdiri dan ia merasa khawatir pada temannya itu. Nacht menatap dirinya dengan mata kuning yang seindah bulan purnama itu, membuat presiden kembali duduk di tempat duduknya.

“Kalau begitu saya pamit undur diri terlebih dahulu” kata Nacht sambil berdiri lalu berjalan meninggalkan kursinya. Namun sebelum pergi dari ruangan, Nacht membalikkan badannya dan berkata “Bisakah anda mempersiapkan konferensi pers Presiden? Saya ingin meminta maaf pada semua orang. Kalau begitu permisi”.

          Pintu terbuka dan menyisakan mereka berdua di ruangan. Igon masih terus mengoceh dan marah terhadap perilaku Nacht barusan. Tetapi ada yang aneh dengan wiliam. Ia merasa cemas dan juga khawatir.

“Wiliam kau tidak apa-apa?” tanya Igon pada Presiden yang merupakan teman dekatnya.

          Pria paruh baya itu tersenyum pada rekannya itu dan ia berkata, “Tidak apa-apa teman. Senang bisa mengenalmu”.

          Igon kelihatan bingung dengan apa yang terjadi pada temannya itu. Dan seketika tubuh kedua pria itu meledak bagaikan balon. Menyisakan darah yang berhamburan diseluruh ruangan itu. Sebuah lampu kecil dari kamera CCTV yang berada di ruangan itu mengedipkan cahaya merah berulang kali. Dan tak lama kemudian Theo hadir ke ruangan itu dengan beberapa orang berpakaian hitam.

“Bersihkan segera ruangan ini dan juga siapkan tubuh pengganti”.

“Siap tuan Theo”.  

          20 menit berlalu dan akhirnya Theo dan orang-orang tadi keluar dari ruangan itu. Dan tak berselang lama, presiden Wiliam dan juga Menteri pertahanan Igon juga keluar dari ruangan seolah tidak terjadi apa-apa. Di salah satu ruangan di istana negara, para wartawan bersiap untuk melakukan konferensi pers yang akan dilaksanakan pada pukul 12 siang nanti. Semua wartawan dari berbagai stasiun televisi juga datang menghadiri konferensi pers tersebut.

          Tepat pukul 12 siang, seorang perempuan berambut putih panjang, dengan pin rambut berbentuk kelinci berwarna hitam datang memasuki ruangan. Semua wartawan yang ada disana memotret perempuan dengan paras yang cantik itu, ia datang dengan mengenakan jas berwarna putih bersih, dan kemeja hitam di bagian dalam, ditambah dasi biru langit dan juga rok mini berwarna putih dipadukan dengan stocking hitam panjang yang sampai ke paha dan sepatu high heels berwarna hitam.

          Nacht duduk di kursi yang sudah disediakan, ia melirik para wartawan yang terus menatapnya. Seakan bisa berbicara melalui telepati Nacht tahu mereka ingin kejelasan.

“Sebelumnya saya ingin meminta maaf untuk semua yang hadir disini, kalian telah repot-repot datang kesini menghadiri konferensi pers ini”. Nacht menutup matanya dan ia menghirup nafas dengan dalam, “Tapi sayangnya tidak ada yang bisa saya jelaskan kepada kalian, jadi pulanglah”.

          Nacht mengatakan hal itu dengan ramah, walau begitu para wartawan yang sudah sedari tadi menunggu justru menjadi marah. Mereka mulai melempari Nacht dengan botol minuman dan berbagai benda lainnya. Seketika lampu di dalam ruangan menjadi padam, dan ternyata tidak hanya lampu, listriknya juga ikut padam. Hal ini membuat kamera yang digunakan untuk menyiarkan berita ke studio televisi juga ikut mati.

          Ditengah kegaduhan itu terdengar suara yang sangat merdu mengucapkan kata “Vergis es”. Suara kegaduhan sekarang berubah menjadi suara jeritan keputusasaan. Nacht keluar dari ruangan dan saat di pintu, ia bertemu dengan Theo bersama beberapa orang berpakaian hitam.

“Theo bersihkan dan siapkan tubuh baru untuk mereka semua. Pastikan proses penghilang ingatannya berhasil. Saya ingin istirahat sebelum melakukan penghapusan ingatan pada masyarakat”.

“Siap nona”.  

          Theo menunduk dan Nacht pergi ke ruangan istirahat. Setelah itu Theo kembali memberikan perintah untuk membersihkan ruangan itu. Penghapusan ingatan pada seluruh masyarakat Venti dilakukan pada jam 14:00 siang melalui media televisi. Dan hasilnya tidak ada yang ingat tentang kejadian di Summer Island, keanehan yang terjadi, sampai keberadaan pulau itu. Semua orang telah melupakan hal itu baik dari ingatan mereka ataupun dari jejak digital, kecuali mereka dari Secret Society.

          Dan tidak terasa hari telah berubah menjadi malam. Sekali lagi bulan purnama menghiasi langit malam. Sinarnya kini memasuki salah satu ruangan melalui jendela dan menyelimuti Nacht yang sedang mengerjakan beberapa berkas laporan yang ada di atas meja kerjanya.

‘Tok tok tok’

          Terdengar suara ketukan dari pintu dan Nacht memberikan izin kepada orang itu. Ketika pintu terbuka terlihat Ned sedang memasuki ruangan.

“Ada apa Profesor? Larut malam begini bertemu dengan saya”.

“Sebenarnya ada hal yang sedari kemarin mengganggu saya, nona Nacht”.

          Nacht mengehentikan pekerjaannya sesaat dan memperhatikan Ned yang berdiri di depannya, “Silahkan Profesor apa yang ingin anda tanyakan”.

“Sebenarnya kemarin, Demestrius menyinggung asal usul pulau Summer Island, ia juga memanggil pulau itu tanah terkutuk. Dan ia menjelaskan kalau pada awal kemunculan pulau itu, terjadi kepanikan, dan kegaduhan dari orang-orang, namun semua melupakan peristiwa itu layaknya apa yang terjadi dengan hari ini”.

          Nacht menatap laki-laki itu dengan serius. Lalu Ned melanjutkan, “Jadi, yang ingin saya tanyakan adalah, apa yang sebenarnya organisasi lakukan pada saat itu bahkan sampai menghapus ingatan semua orang?”

“Haah...” suara helaan nafas Nacht cukup keras hingga bisa terdengar oleh Ned. “Selain menghilangkan kekhawatiran orang-orang, pada saat kemunculan pulau itu pertama kali terjadi suatu peristiwa”.

“Peristiwa?” tanya Ned dengan pelan, yang mana dirinya sedikit tertarik.

“Tapi sayangnya saya tidak bisa memberitahu anda profesor”.

          Nampaknya Ned terlalu berharap untuk mengetahui peristiwa itu. Untuk menyenangkan anggotanya Nacht mengatakan, “Jika anda telah mengartikan sisa artefak itu, mungkin saya bisa menceritakan beberapa peristiwa hebat pada anda profesor”.

          Pipi lelaki muda itu nampak memerah, karena ia malu Ned dengan cepat bergegas meninggalkan ruangan. Terlihat sekali kalau Ned tidak pernah digoda oleh perempuan sebelumnya. Nacht kembali mencoba fokus pada pekerjaannya sebelumnya.

“Aku juga ingin mendengar beberapa cerita dari mu Nacht”

Ucap seseorang dari arah jendela. Orang itu membuka jendela yang ada di belakang kursi Nacht lalu duduk di jendela. Bola matanya yang berwarna merah sedikit menyala karena diterangi sinar rembulan.

“Apa yang kau lakukan Shira? Tidakkah kau lihat saat ini aku sedang sibuk”. Kata Nacht yang terlihat sedikit tidak senang melihat kehadiran orang itu.  

“Aku juga ingin mendengar beberapa cerita dari mu, itu saja”.

          Dua orang ini memang tidak bisa akur, layaknya air dan minyak, atau kucing dan anjing. Pria itu bernama Shira, ia adalah salah satu anggota dari Squad khusus. Perawakannya tampan dengan rambut Comma hair berwarna cokelat kemerahan. Poninya agak melengkung dan rambut bagian atasnya terlihat sedikit berantakan. Walau berperawakan menarik, ekspresi yang selalu keluar dari Shira selalu datar, dan bagi Nacht itu malah terlihat menyebalkan ditambah perilakunya yang eksentrik.

“Sepertinya kau tidak mengerti apa yang aku katakan ya? Aku sudah bilang kalau aku sedang sibuk” kata Nacht dengan menaikkan nada suaranya.

“Padahal aku hanya ingin mendengar cerita sebentar. Tapi daripada itu, aku mendapat kabar dari para peri akan terjadi kasus serupa di daerah Swampfield khususnya di kota Rabat ”.

“Baiklah kau boleh pergi Shira”

          Shira mengambil ancang-ancang untuk melompat dari jendela tapi sebelum itu ia berpesan, “Jangan lupa untuk istirahat Nacht” setelah itu ia melompat turun kebawah. Nacht tidak merasa khawatir pada Shira meski ia melompat dari lantai 8. Nacht berdiri dari tempat duduknya dan merebahkan dirinya di sebuah kasur yang ada di ruangan itu. Rambut putih milik Nacht tersebar di kasur, ia menutup matanya dan berbisik.

“Semuanya berjalan lancar, Dewi”.

*****

          

 Tanggal ?? bulan ?? tahun ??, kota Iehat, daerah Swampfield, di sebuah tempat penangkaran buaya air tawar, di dalam rumah penjaga dari penangkaran tersebut satu keluarga sedang menikmati makan malam mereka dengan damai. Duduk di satu meja yang sama dengan makanan hangat ada di atasnya. Namun sebuah suara dentuman keras terdengar dari arah danau yang tidak jauh dari penangkaran itu. Karena hal tersebut membuat sang kepala keluarga mau tidak mau harus menyelidiki asal sumber suara. Bermodalkan senter dan golok di tangannya ia tidak bisa menemukan apa yang menyebabkan suara keras seperti itu, tetapi buka berarti ia tidak menemukan apa-apa. Melainkan ketika ia pulang, ia membawa seorang gadis kecil berusia 10 tahun dengan rambut putih panjang yang tak sadarkan diri di tengah hutan rawa. Pada lengan gadis kecil itu ia memegang sebuah buku yang sudah tampak usang, namun ketika keluarga tersebut membuka sampul bukunya tercetak kata “Verloren” pada halaman awal buku tersebut. Sekali lagi suara dentuman yang keras itu kembali terdengar dan tanah bergetar hebat selama beberapa detik. Ketika mereka fokus pada si gadis yang tak sadarkan diri mereka melihat bahwa buku tersebut telah menghilang meninggalkan misteri yang mungkin lebih gelap dari kegelapan malam.


***BERSAMBUNG***

 

 

Komentar

Postingan Populer